Publik Balikpapan Tanggapi Perpanjangan PPKM, Komentarnya Bikin Terenyuh

Publik Balikpapan Tanggapi Perpanjangan PPKM, Komentarnya Bikin Terenyuh

Balikpapan, nomorsatukaltim.com – Sebagian masyarakat Balikpapan tidak canggung lagi dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Mereka mulai beradaptasi. Meski sebagian masih ada yang keberatan. Karena tak bisa lagi mencari sesuap nasi.

Kebijakan pembatasan di Kota Beriman masih akan berlangsung sepekan lagi. Tepatnya sampai 23 Agustus mendatang. Pro dan kontra pasti menghampiri. Ada yang biasa saja. Ada juga yang nasibnya terancam. Rata-rata kelas pekerja formal mengaku tak begitu merasakan dampaknya dalam aktivitas pekerjaannya sehari-hari. Namun dampak kebijakan pembatasan terhadap perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah tak dapat dihindari. "Bukan daya belinya yang menurun, tapi harga barang yang meningkat," ujar Firdaus, warga Jalan Mayjen Sutoyo, kawasan Gunung Malang, saat ditemui di Balikpapan Sport and Convention Center (BSCC), Rabu (18/8/2021). Karyawan salah satu distributor ban itu mengaku tak terkendala kebijakan pengetatan dalam aktifitasnya bekerja sehari-hari. Kebijakan pembatasan berupa penyekatan jalan dinilai efektif karena sudah sesuai dengan habit atau kebiasaan masyarakat kelas pekerja yang pergi pagi pulang petang. "Mayjen Sutoyo itu termasuk yang disekat. Kalau saya sudah pulang kerja, biasanya sudah tidak keluar rumah lagi," katanya. Namun demikian, Firdaus mengaku khawatir terhadap spekulan barang-barang kebutuhan pokok di pasar. Sehingga pemerintah daerah diharapkan dapat selalu mengontrol fluktuasi harga barang yang bakal terus menerus menjadi tantangan di masa-masa pandemi. "Warga kita ini istilahnya manut dan nurut. Selama stok barang itu aman, kenaikan harga, selama enggak signifikan, ya kita bisa nerimo," ujarnya. Senada, kedua pekerja PT Santini Lestari Wijaya Sakti, yakni perusahaan yang bergerak di bidang distributor Accu, Sanita dan Risna juga mengaku kebijakan pembatasan di Kota Beriman tidak terlalu berpengaruh signifikan terhadap aktifitas mereka sehari-hari. "Saya tipe orang rumahan, jadi selesai bekerja langsung pulang enggak kemana-mana lagi," ungkap Sanita. Dari kacamata Sanita dan Risna, dampak dari kebijakan pengetatan lebih terasa bagi para pekerja informal. Misalnya para pedagang kuliner yang baru memulai usahanya pada malam hari. Sehingga mereka juga ikut merasakan pengalaman kesulitan jika ingin mencari cemilan atau makanan saat malam hari. "Pedagang tuh yang paling terdampak. Mereka kan dibatasi waktu usahanya. Kalau kami pekerja, ya (pengalaman pengetahuan) biasa saja," kata Risna. Sementara itu, kebijakan pengetatan juga tidak begitu berpengaruh signifikan terhadap para pelajar. Patricia, warga Balikpapan Utara contohnya. Berstatus mahasiswi Universitas Atmajaya Yogyakarta, PPKM Level 4 tidak mempengaruhi proses belajar mengajar secara daring. Semua kegiatannya sehari-hari sebagai mahasiswi masih bisa berjalan normal. Sehingga tidak begitu mempermasalahkan bila pemerintah mengambil langkah perpanjangan PPKM di masa depan. "Selama sekolah daring aku diharuskan dari rumah ya. Jadi dampak PPKM bagi kehidupan aku sebagai mahasiswa itu enggak terasa apa-apa," ujarnya. Meski tak berpengaruh terhadap sektor pendidikan, namun Patricia mengaku miris terhadap kondisi perekonomian para pekerja informal dan pengusaha UMKM. Yang menurutnya paling terdampak kebijakan pengetatan. "Saya sempat bekerja sebagai barista selama PPKM, memang terasa banget dampaknya bagi dunia usaha," katanya. Patricia menyebut sempat bekerja paruh waktu sejak masa PPKM Mikro dan Kota, pada awal 2021. Ia mengaku bekerja sampai dengan perpanjangan PPKM Level 4, sehingga merasakan pengalaman dampak pengetatan seperti waktu operasional usaha yang dibatasi dan jumlah pengunjung yang juga dibatasi. "Waktu PPKM diawal-awal tuh belum begitu terasa. Setelah PPKM Level 4 itu saya merasakan kalau customer berkurang. Perputaran ekonomi jadi tersendat," katanya. Menurutnya penurunan pergerakan ekonomi itu bisa dilihat korelasinya dari lama waktu pengetatan yang terus menerus diperpanjang. Makanya dampak pengetatan tidak terasa langsung signifikan, namun berlangsung secara perlahan-lahan. "Jadi baru terasa banget saat PPKM Level 4," imbuhnya. Sebelumnya, para pekerja informal dan pedagang pertokoan di kawasan Mayjen Sutoyo mengeluhkan pembatasan yang tak kunjung berakhir. "Kalau PPKM terus-terusan kita bisa gulung tikar," ujar Riski Amanda, pedagang kuliner. Senada, pedagang di pusat pertokoan Pasar Baru Ramli, juga mengeluhkan penurunan daya beli masyarakat terhadap barang-barang elektronik. Di mana warga Balikpapan mulai berhemat dan lebih memilih memenuhi kebutuhan primernya. "Kalau ada bantuan (dari pemerintah). Sebaiknya dikaji dulu (nilai bantuannya) karena kebutuhan orang kan berbeda-beda," katanya. (ryn/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: