COVID-19 Varian Delta; Gejala, Potensi Penularan, dan Kasusnya di Indonesia

COVID-19 Varian Delta; Gejala, Potensi Penularan, dan Kasusnya di Indonesia

Jakarta, nomorsatukaltim.com - Virus COVID-19 varian Delta jadi ancaman baru seluruh negara di dunia. Penyebaran yang dinilai lebih cepat dengan gejala yang parah, membuat varian ini mengkhawatirkan. Di Indonesia, tercatat ada 160 kasus varian Delta, per 20 Juni 2021.

Varian Delta, dilansir dari liputan6.com, pertama kali diidentifikasi di India yang dengan cepat menyebar ke negara lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengungkapkan, varian Delta ini diprediksi akan menjadi varian dominan secara global. "Varian Delta sedang dalam perjalanan untuk menjadi varian dominan secara global karena peningkatan transmisibilitasnya," kata Soumya Swaminathan, Kepala Ilmuwan WHO dalam konferensi pers Jumat (18/06/2021) di Jenewa. Seperti apa sebenarnya virus COVID-19 varian Delta, bagaimana gejala, tingkat keparahan, potensi penularan, dan kasusnya di Indonesia?

Mengenal varian Delta

Varian Delta atau varian B.1.617.2 merupakan varian dari SARS-CoV-2. Varian ini pertama kali ditemukan di India pada Desember 2020 lalu. Pada perubahan penyebutan varian COVID-19 yang dilakukan oleh WHO, varian B.1.617.2 kemudian disebut dengan varian Delta. Varian Delta pertama kali diidentifikasi oleh para ilmuwan pada Desember 2020 di India. Menurut WHO, sejak April 2021, varian Delta menjadi varian paling banyak menyebar yang menyebabkan kasus baru COVID-19 di India. Sejak itu, varian ini telah dilaporkan hampir di 70 negara. Dilansir dari Medical News Today, menurut laporan terbaru dari Public Health England (PHE), varian Delta mungkin telah menjadi varian dominan di Inggris, dengan “74 persen kasus sekuens dan 96 persen kasus sekuensing dan genotipe” yang disebabkan oleh varian ini. Di AS, data dari CDC menyebutkan proporsi kasus COVID-19 baru yang dikaitkan dengan varian Delta sebesar 2,7 persen. Ini adalah data pengawasan genomik terbaru yang berasal dari 2 minggu yang berakhir pada 22 Mei 2021. Sementara di Indonesia, varian Delta sudah masuk dengan 160 kasus per 20 Juni 2021. Varian Delta tidak hanya menyebar lebih mudah daripada strain sebelumnya, tetapi juga dapat menyebabkan gejala yang lebih parah. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan bagi orang yang tidak divaksinasi dan mereka yang memiliki respons kekebalan rendah.

Kasus varian Delta di Indonesia

Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI per 20 Juni 2021, ada 160 kasus COVID-19 varian Delta. Varian virus ini ditemukan setelah pemeriksaan whole genome sequencing (WGS). Berdasarkan data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, varian virus yang ditemukan di India ini paling banyak terdeteksi di Jawa Tengah dengan 80 kasus. Berikut sebaran kasus delta di Indonesia per 20 Juni 2021:
  • Jawa Tengah: 80 kasus
  • DKI Jakarta: 57 kasus
  • Jawa Timur: 10 kasus
  • Sumatera Selatan: 3 kasus
  • Kalimantan Tengah: 3 kasus
  • Kalimantan Timur: 3 kasus
  • Banten: 2 kasus
  • Jawa Barat: 1 kasus
  • Gorontalo: 1 kasus

Gejala varian Delta

Dilansir dari Healthline, data yang dikumpulkan oleh para ilmuwan Inggris menunjukkan, gejala utama infeksi varian Delta berbeda dibandingkan dengan varian sebelumnya. Gejala juga lebih parah dan menyebar dengan cepat. Di Inggris, di mana varian Delta merupakan 91 persen dari kasus baru, satu penelitian menemukan, gejala yang paling banyak dilaporkan adalah sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek. Untuk orang yang lebih muda, gejala mungkin terasa seperti pilek. Demam juga bisa terjadi akibat varian ini. Keparahan bisa meningkat setelah 3-4 hari. Mengutip dari The Guardian, menurut profesor epidemiologi genetik di King's College London, Tim Spector, varian COVID-19 Delta dapat menimbulkan gejala sebagai berikut:
  • Sakit kepala
  • Sakit tenggorokan
  • Flu parah
  • Demam
  • Batuk

Penularan varian Delta

Varian Delta adalah Virus Corona yang menjadi variant of concern (VOC) oleh WHO atau berbahaya dengan tingkat penularan yang lebih cepat. Melansir Times dari laporannya pada Selasa (15/06/2021), para peneliti telah menemukan bahwa Delta setidaknya 60 persen lebih mudah menular dalam rumah tangga daripada strain Alpha. Data otoritas Inggris juga menunjukkan, varian Delta setidaknya 40 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha yang pertama kali terdeteksi di Kent, Inggris. Ilmuwan India juga mengungkapkan varian ini 50 persen lebih menular. Melansir Healthline, Amerika Serikat dan Inggris telah sepenuhnya memvaksinasi sekitar 43 persen dari populasi mereka. Tetapi karena varian Delta menjadi lebih umum di Inggris Raya dalam beberapa pekan terakhir, negara tersebut mengalami lonjakan kasus COVID-19 . Lonjakan serupa dalam kasus terlihat di India ketika varian Delta menyebar luas. Para ahli mengatakan ini karena varian ini lebih mudah menular. Hal ini juga yang dialami Indonesia saat ini. Menurut Prof Tjandra Yoga Aditama yang merupakan Guru Besar FKUI dan Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dalam kolomnya di Liputan6.com berjudul "Varian Delta di Kudus dan di Inggris", "“Public Health England (PHE)” juga melaporkan, varian Delta ternyata 60 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha. Waktu penggandaannya (“doubling time”) berkisar antara 4,5 sampai 11,5 hari. Akan baik kalau juga ada data tentang berapa besar (“doubling time”) dari varian Delta yang kini ada di negara kita, termasuk tentunya laporan terakhir dari Kudus ini." Mengingat data tentang peningkatan transmisibilitas Delta, beberapa ilmuwan telah mengungkapkan bahwa varian ini dapat meningkatkan risiko gelombang COVID-19 lebih lanjut.

Keparahan varian Delta

Satu analisis oleh Public Health England (PHE) yang diterbitkan pada Kamis, (10/06/2021) terhadap lebih dari 38.000 kasus COVID-19 di Inggris menemukan, orang dengan varian Delta 2,61 kali lebih mungkin dirawat di rumah sakit daripada mereka yang memiliki varian Alpha. “(Delta) menjadi lebih mematikan karena lebih efisien dalam cara penularan antarmanusia dan pada akhirnya akan menemukan individu-individu yang rentan yang akan menjadi sakit parah, harus dirawat di rumah sakit dan berpotensi kematian,” ujar Dr. Mike Ryan, direktur eksekutif program kedaruratan kesehatan WHO, dalam konferensi pers, Rabu(23/06/2021).

Efektivitas vaksin

Ada bukti bahwa vaksin COVID-19 efektif bekerja melawan varian Delta. Menurut riset yang dilakukan Oxford University yang dipublikasikan di jurnal Cell, vaksin AstraZeneca efektif terhadap virus Corona varian Delta dan Kappa, yang pertama kali diidentifikasi di India. Selain itu, dari hasil analisa Public Health England (PHE) pekan lalu menunjukkan, vaksin Pfizer dan vaksin AstraZeneca menawarkan perlindungan tinggi lebih dari 90 persen terhadap rawat inap dari virus Corona varian Delta. (lp6/zul) Berita ini telah terbit di liputan6.com dengan judul Mengenal Varian Delta, Gejala, Potensi Penularan, dan Kasusnya di Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: