Iwan Ratman Didakwa Korupsi Senilai Rp 50 Miliar
Samarinda, nomorsatukaltim.com - Kasus korupsi proyek fiktif pembangunan Tangki Timbun dan Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) di tubuh Perusahaan Daerah (Perusda) PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM), akhirnya bergulir di meja hijau. Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Samarinda mulai menyidangkan Iwan Ratman pada Selasa (22/6/2021) siang.
Mantan Direktur Utama PT MGRM dihadirkan sebagai terdakwa melalui sambungan virtual. Lantaran kini tengah menjalani masa penahanannya di Rumah Tahanan (Rutan) Mapolresta Samarinda. Bekas pimpinan Perusda milik Pemkab Kutai Kartanegara ini, diadili lantaran diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 50 miliar. Dalam pengerjaan proyek fiktif pembangunan Tangki Timbun dan Terminal BBM. Yang rencananya akan dibangun di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap tersangka Iwan Ratman ini dipimpin langsung oleh Hasanuddin selaku Ketua Majelis Hakim. Dengan didampingi Arwin Kusmanta dan Suprapto sebagai Hakim Anggota. Sementara itu, untuk Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang membacakan dakwaan terhadap tersangka, adalah Emanuel Ahmad. Yang juga menjabat sebagai Aspidsus di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim. Selain itu, nampak pula satu orang penasehat hukum tersangka hadir didalam ruang sidang. "Sidang dengan nomor perkara 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, dengan ini dibuka secara umum," ucap Hasanuddin ketika membuka persidangan ditandai dengan ketukan palu. Usai persidangan dibuka, JPU Emanuel Ahmad melanjutkannya dengan pembacaan dakwaan. Sekaligus menetapkan Iwan Ratman untuk menyandang status sebagai terdakwa. Disampaikan terdakwa Iwan Ratman Bin Mansyur Yusuf, diangkat sebagai pimpinan di Perusda milik Pemkab Kukar yang bergerak di bidang minyak dan gas tersebut, berdasarkan Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor : 304/SK-BUP/HK/2018 pertanggal 7 September 2018. Sebagaiam dalam fakta persidangan, JPU Emanuel menyampaikan perihal sandungan perkara yang kini menjerat terdakwa berlandaskan penyalahgunaan jabatan. Dimana dengan posisinya sebagai pucuk pimpinan di PT MGRM, terdakwa secara leluasa telah mengalihkan dana sebesar Rp 50 miliar ke PT Petro TNC Internasional. Dalam rangka pelaksanaan perjanjian kerja sama dalam proyek pembangunan Tangki Timbun dan Terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Disebutkan anggaran yang yang digunakan untuk proyek pembangunan tangki timbun di tiga daerah berasal dari deviden Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim. Dana hasil migas sebesar Rp 70 miliar yang diterima oleh Pemkab Kukar ini, kemudian dikelola oleh MGRM. Dari Rp 70 milar ini, Rp 50 miliar diantaranya untuk membangun tangki timbun dan terminal BBM, di Samboja, Balikpapan dan Cirebon. Namun sampai saat ini pembangunan itu tidak pernah ada. Alih-alih hendak dilaksanakan, uang sebesar Rp 50 miliar itu justru dialihkan ke perusahaan yang tak lain merupakan bentukan Iwan bersama keponakannya. Pria yang pernah dinobatkan sebagai TOP CEO BUMD tersebut, merupakan pemilik sekaligus pemegang saham di PT Petro T&C International. Dari perusahaan inilah, diduga terdakwa Iwan Ratman akan menilap uang puluhan miliar tersebut. Kerugian negara sebesar Rp 50 miliar tersebut, sebagaimana tertuang dari hasil Laporan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Timur dengan Nomor : LAPKKN-74/PW.17/5/2021 tertanggal 16 April 20201. Atas dugaan perbuatannya, Iwan dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 SAyat (1) Ke-1 KUHPidana. "Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana KorupsI, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana," ungkap Emanuel Ahmad ketika membacakan dakwaan terdakwa Iwan Ratman. Atas dakwan tersebut, Iwan Ratman melalui Kuasa Hukumnya, memilih untuk mengajukan eksepsi dengan meminta waktu selama dua pekan persiapan. Namun pengajuan terdakwa, tidak diterima oleh Ketua Majelis Hakim Hasanuddin. Dari hasil perundingan, Majelis Hakim hanya memberikan waktu selama satu Minggu kepada terdakwa bila ingin mengajukan eksepsi. "Satu minggu pak ya, gimana bisa,” ucap Ketua Majelis Hakim. Iwan Ratman melalui Kuasa Hukumnya, memilih untuk menerima atas pilihan yang diberikan Majelis Hakim. Dengan demikian sidang pun ditutup dan akan dilanjutkan pada Selasa (29/6/2021) mendatang. "Dengan agenda pembacaan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. Dengan ini sidang ditutup," tandas Hassanudin menutup persidangan. (aaa)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: