Castro: Yayasan Melati Harus Angkat Kaki

Castro: Yayasan Melati Harus Angkat Kaki

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Pengamat hukum dan kebijakan publik, Hardiansyah Hamzah menilai Yayasan Melati harus angkat kaki dari kampus Melati. Hal itu karena putusan pengadilan atas sengketa perkara itu sudah berkekuatan hukum tetap.

Menurut pengajar di Universitas Mulawarman itu, Putusan Kasasi Nomor 64 K/TUN/2016 dan Peninjauan Kembali (PK) Nomor 72 PK/TUN/2017 bisa menjadi dasar pemerintah memertahankan SMAN 10 di lokasi yang menjadi sengketa. Berdasarkan putusan itu, Mahkamah Agung menolak permohonan Yayasan Melati. "Artinya putusan dalam perkara ini sudah final (inkracht), yang berarti tidak ada lagi upaya hukum lainnya," ucap Castro, sapaannya. Dalam putusan Kasasi dan PK tersebut, MA setidaknya mengurai dua hal secara eksplisit, yakni: pertama menolak permohonan Yayasan Melati, dimana menurut MA, baik secara judex facti maupun judex juris, putusan Pengadilam Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Kasasi sudah tepat dan tidak terdapat kesalahan dalam penerapannya. Yang kedua, MA menegaskan bahwa pemegang hak pakai tanah di lokasi tersebut adalah Pemprov Kaltim, sedangkan Yayasan Melati hanya bersifat pinjam pakai. Oleh karena itu, SK Gubernur Nomor 180/K.745/2014 yang mencabut status pinjam pakai Yayasan Melati itu, sudah sesuai dengan prosedur. Berdasarkan putusan Kasasi dan PK itu, menurut Castro, semestinya Yayasan Melati yang dipersilahkan angkat kaki dari lokasi kampus tersebut. Bukan malah pihak SMAN 10. Sebab secara hukum, katanya, pemegang hak pakai tanah adalah Pemprov Kaltim. Dalam posisi ini, seharusnya Pemprov Kaltim memberikan prioritas penggunaan lokasi dan faslitas kepada SMAN 10, mengingat urgensinya sebagai sarana pendidikan. "Tapi anehnya, kenapa justru pihak Yayasan Melati yang bersikeras memindahkan sekolah dari lokasi itu, bahkan dengan cara yang diduga merusak fasilitas sekolah?" catat Castro, seperti yang dikirimkan kepada Disway Kaltim, Kamis (17/6). Selanjutnya, ia menganalisis bahwa perusakan terhadap fasilitas sekolah oleh Yayasan Melati dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana murni. Bisa disangkakan dengan delik pidana pengrusakan barang milik orang lain, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 406 KUHP. Ancaman pidananya paling lama 2 tahun 8 bulan. "Jadi untuk memberikan efek jera, mestinya hal ini diproses secara hukum, tidak boleh didiamkan. Sebab tiada seorangpun diperboleh merusak barang orang lain, terlebih fasilitas sekolah yang merupakan milik publik. Mendiamkan peristiwa ini, justru akan menjadi preseden buruk kedepannya," kata Castro. Ia juga menyayangkan sikap jajaran Pemprov yang cenderung mendiamkan persoalan itu. Menurut dia, sebagai pemegang hak pakai tanah, seharusnya Pemprov Kaltim mengambil alih kendali. Termasuk menghalangi serta mengambil tindakan tegas terhadap siapapun yang mencoba merusak aset dan fasilitas milik negara. "Kecuali memang Pemprov tidak memiliki kepedulian sama sekali terhadap perkara yang menimpa SMAN 10 ini. Oleh karena itu, Pemprov harus tegas dan punya keberpihakan. Sebab perkara ini tidak hanya sekedar tanah dan aset semata, tapi menyangkut masa depan pendidikan di kaltim, masa depan anak-anak kita semua," urainya. (das)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: