Teh: Minuman yang Akrab bagi Masyarakat Indonesia
OLEH: RUDI NURYADI*
Minuman teh sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Aroma yang sedap, rasanya yang sepat dan pahit disukai banyak orang. Minuman ini bagaikan teman setia saat makan hingga bersantai sore bersama keluarga.
Kebiasaan minum teh sebenarnya sudah dikenal lama. Tak hanya sekadar minuman. Teh juga menyimpan narasi dan sejarah yang panjang sejak masa Hindia Belanda. Teh pertama kali dikenal pada 1684 ketika Andreas Cleyer yang berkebangsaan Belanda membawa tanaman ini ke Indonesia. Uniknya, saat itu tanaman teh lebih dikenal sebagai tanaman hias. Pada abad ke-17 pemerintah Hindia Belanda mendatangkan teh dari China untuk ditanam di Indonesia, terutama di Pulau Jawa (Suhadiyono, 2017). Sejak saat itu masyarakat Indonesia mulai terbiasa minum teh untuk dinikmati sendiri hingga perjamuan resmi. Seiring berjalannya waktu dan zaman, kebiasaan minum teh tetap menjadi budaya turun-temurun dan tradisi khas penduduk negeri ini. Minuman yang tak memandang usia, budaya atau batasan kelas sosial ini begitu mudah didapat dan dinikmati. Namun kebiasaan minum teh ini tidak hanya sekadar tradisi di Indonesia. Melainkan juga gaya hidup (Utami, 2012). Kebiasaan minum teh terutama setelah makan yang sudah menjadi gaya hidup ini sangat berpengaruh pada kesehatan jika dilakukan secara terus-menerus dan jika kita tidak tepat mengonsumsi teh tersebut. Minuman teh juga memberikan manfaat untuk tubuh. Salah satunya sebagai antioksidan yang dipercaya dapat mengusir radikal bebas. Sehingga dapat menurunkan risiko serangan jantung dan stroke. Walaupun teh mempunyai banyak manfaat kesehatan, ternyata teh juga dapat menghambat penyerapan zat besi dalam tubuh (Besral, 2007). Kandungan tanin yang berada di dalam teh memberikan efek yang kurang baik bagi kesehatan. Kandungan tanin dalam teh hijau adalah 12-25 persen (Ariescha, 2020). Menurut Delimont, tanin dapat menyebabkan pengurangan daya serap zat besi (Fe) (Delimont, 2017). Akibat dari terhambatnya penyerapan zat besi tersebut, tubuh menjadi kekurangan zat besi. Sehingga pembentukan butir darah merah (hemoglobin) berkurang yang mengakibatkan terjadinya anemia (kurang darah). Selain itu, zat gizi dari makanan pun menjadi sia-sia karena tidak dapat diserap oleh tubuh. Dampak dari anemia antara lain pada penurunan imunitas, konsentrasi, dan produktivitas dalam bekerja menjadi tidak maksimal. Terus kapan waktu yang paling tepat mengonsumsi teh? Waktu yang tepat untuk mengonsumsi teh adalah idealnya 1,5-2 jam sebelum atau sesudah makan. Usahakan memilih waktu minum teh di luar dari jam makan utama. Contohnya bisa mengonsumsi teh pada saat bersantai di waktu luang. Pemberian jeda waktu ini dilakukan karena pada rentang waktu tersebut pencernaan sudah selesai menyerap berbagai zat gizi dari makanan yang dikonsumsi dan agar zat yang terkandung dalam teh (tanin) tidak mengganggu penyerapan nutrisi dalam makanan. Selain itu, kandungan teh yang bermanfaat bagi tubuh juga lebih mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Hindari mengonsumsi teh bersamaan dengan mengonsumsi makanan sumber Fe seperti kuning telur, daging merah, hati ayam, bayam, dan kacang-kacangan. Karena konsumsi makanan sumber zat besi bersamaan dengan konsumsi teh akan mengurangi daya serap dari zat besi tersebut ke dalam tubuh yang efeknya dapat merugikan tubuh. Selain itu, mengubah kebiasaan minum teh setiap hari secara terus-menerus setelah makan juga tidak dianjurkan. Kebiasaan minum teh setelah makan lebih dari 5 cangkir teh berukuran 200 ml dalam sehari dengan rentan waktu minum teh kurang dari 1 jam setelah makan lebih berisiko menimbulkan penyakit anemia (Royani, 2017). Mengonsumsi teh pada dasarnya baik untuk kesehatan. Namun perlu memperhatikan waktu untuk mengonsumsinya. Kebiasaan mengonsumsi teh setelah makan tanpa ada jeda waktu sangat berpengaruh untuk kesehatan tubuh kita. Jadi, mulai sekarang lebih bijak lagi dalam mengonsumsi teh di waktu yang tepat. Agar bermanfaat untuk tubuh kita dan terhindar dari dampak yang kurang baik dari kandungan teh tersebut terhadap tubuh kita. Salam sehat! (*Mahasiswa Profesi Dietisien Jurusan Gizi Faklutas Universitas Brawijaya)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: