Meraup Laba dari Panel Surya
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur memperbanyak penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di kantor-kantor publik. Belasan kantor pemerintah secara bertahap menggunakan panel surya sebagai komitmen pemanfaatan sumber energi baru terbarukan. Selain lebih efisien, juga ramah lingkungan. Kapan pemerintah daerah lain menyusul?
nomorsatukaltim.com - KOMITMEN Pemprov Kaltim mendukung energi bersih sudah terlihat dalam beberapa tahun terakhir. Puncaknya tahun lalu, ketika Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor mengeluarkan Surat Edaran Nomor 671/1357/DESDM tanggal 11 Mei 2020 tentang imbauan pemasangan PLTS rooftop (atap) di lingkungan Pemprov Kaltim. Surat itu lalu ditindaklanjuti dengan pemasangan PLTS di sejumlah daerah terpencil. Isran Noor misalnya, meresmikan PLTS Terpusat off grid berkapasitas 24 kilowatt - peak (kWp) di Desa Rantau Buta, Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser. Namun jejak penggunaan PLTS di daerah pedalaman, sebenarnya sudah ada cukup lama. Lima tahun lalu misalnya, warga Desa Enggelam Kecamatan Muara Wis, Kabupaten Kutai Kartanegara memanfaatkan PLTS komunal yang dikelola oleh BUMDes. Tahun lalu, Pemprov Kaltim merealisasikan PLTS di area perkantoran. Pemasangan tahap pertama di Kantor Dinas Kehutanan, Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) dan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH). Sementara OPD vertikal yang menjadi bagian dari kegiatan ini adalah Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kaltim. Sebelumnya, pemasangan PLTS sudah diawali Perusda PT Ketenagalistrikan Kalimantan Timur dengan kapasitas 8,60 kWp. Kemudian PLTS atap di DPKH Kaltim yang beroperasi sejak 1 November 2020 dengan kapasitas terpasang 13,33 kWp. PLTS ini diperkirakan dapat melakukan penghematan biaya listrik sekitar Rp 2,8 juta per tahun. Yang tak kalah pentingnya juga menekan Co2 sebanyak 19 ton per tahun. (lihat grafis) Secara keseluruhan kapasitas terpasang PLTS tahun 2020 adalah 412,8 kWp, dengan nilai PLTS Rp 6,7 miliar, efisiensi biaya listrik Rp 80,4 juta per tahun dan efisiensi Co2 sebanyak 594, 43 ton per tahun. Tahun ini, ada sejumlah kantor yang akan dipasang PLTS atap. Di antaranya Sekretariat Daerah Kalimantan Timur (Kantor Gubernur), Inspektorat Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, KPU Provinsi Kaltim, Dinas Sosial, dan Badan Pengembangan SDM Kaltim. Total daya dari seluruh rencana pemasangan Februari-Juni 2021 sebesar 490,63 kWp. Nilai PLTS Rp 7,9 miliar, yang dapat menghemat biaya listrik sebesar Rp 92 juta per tahun, dan efisiensi Co2 sebanyak 706,5 ton. Praktisi Energi Baru Terbarukan, Abdurahman Chered menilai langkah pemerintah sudah tepat. “Ini energi masa depan. Kalau kita tidak mulai menggarap, akan tertinggal,” katanya, Jumat (12/3/2021). Menurut pria yang bertahun-tahun menggeluti bidang energi ini, Kaltim kaya akan sinar matahari. Karena itu tidak akan kehilangan sumber energi. Berbeda dengan PLTU, ataupun PLTA. “Suatu saat energi berbahan fosil akan habis, ini tantangan untuk PLTU. Sedangkan PLTA, kita harus bisa menjaga agar daerah resapan air di hilir tetap terjaga. Ke depan nampaknya juga sulit,” ungkap pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Utama Perusda Kelistrikan Kaltim itu. Menurut Rahman,--sapaanya, selain kaya bahan baku, PLTS merupakan green energy. Pembangkit ini terbukti ramah lingkungan, yang bisa tidak menghasilkan karbondioksida (Co2). “Ini energi masa depan. Kita tidak bisa mengelak.” Di Jawa, sudah banyak industri dan sektor properti yang memanfaatkan PLTS. Mereka menggunakan sumber listrik secara paralel dengan PLN dan panel surya. Hal ini kata Rahman, semata-mata untuk menekan biaya, sehingga pembayaran tagihan listrik lebih murah. Pabrik-pabrik itu memanfaatkan PLTS pada siang hari, saat panel surya memproduksi listrik. Maraknya penggunaan PLTS, tak lepas dari semakin menurunnya harga komponen. “Kalau dulu mahal karena yang pakai sedikit. Dulu 1 megawatt butuh investasi USD 1,2 juta. Sekarang bisa USD 800 ribu,” ungkap Rahman. Ada dua jenis PLTS yang saat ini ditawarkan di Indonesia. Yakni PLTS on grid, atau paralel dengan PLN. “Pengguna hanya membayar sesuai penggunaan. Tidak ada biaya beli panel atau perawatan,” jelasnya. Kedua, PLTS off grid yang memerlukan baterai sebagai penyimpan daya. Investasi untuk pembangkit ini jauh lebih besar. Untuk sistem ini, satu pembangkit butuh investasi USD 1,4 juta. Termasuk baterai yang harganya mencapai USD 600 ribu per megawatt. “Masalahnya bukan hanya harganya saja, tetapi masa pakai (baterai) nya cuma tiga tahun,” kata Rahman. Sedangkan rerata panel surya mampu bertahan 25 tahun tanpa perawatan. Berdasarkan pengalamannya, Rahman menyebut pemasangan PLTS di kantor-kantor pemerintah daerah, sangat menguntungkan. “Di Indonesia, baru Kaltim yang menggunakan PLTS di kantor pemerintahan,” ucapnya. Dari sisi biaya, bisa menghemat tagihan listrik kira-kira 10-30 persen per bulan.BUTUH EDUKASI
Meski banyak keuntungan menggunakan PLTS, masih sangat sedikit masyarakat Kaltim yang memanfaatkan sumber energi ini. Menurut Rahman, hal ini disebabkan masih minimnya informasi terkait PLTS. “Memang saat ini sudah banyak PLTS yang ditawarkan. Baik melalui marketplace maupun situs-situs belanja. Tetapi belum mampu menarik minat masyarakat,” ujarnya. Di Tokopedia misalnya, panel surya ditawarkan mulai harga Rp 19 juta dengan daya 900 watt-peak. Atau 900 watt pada produksi puncak. Sejumlah perkantoran mulai tertarik menjajaki sumber energi ini. Seperti Politeknik Negeri Samarinda, pusat-pusat perbelanjaan dan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Penggunaan PLTS, secara tidak langsung juga mengurangi beban PLN. Misalnya, PLN secara otomatis membeli produksi PLTS ketika perkantoran libur. “Secara tidak langsung PLN membeli 0,65 persen dari kWh yang dijual ke pelanggan atau sekitar 600-700 per kWh, yang berasal dari produksi listrik yang tidak terpakai saat libur,” kata Rahman. Meski begitu, Rahman mengakui adanya dilema bagi PLN Kaltimra yang saat ini mengalami kelebihan suplai hingga 600 kWh. “Karena ini sudah mandatori, perintah undang-undang supaya PLN menggunakan EBT, mau tidak mau harus dilakukan,” jelas Rahman lagi.TARGET 2021
Berdasarkan keterangan resmi Pemprov Kaltim, pemasangan PLTS atap akan berlanjut hingga Juni tahun ini. Kantor-kantor yang akan dipasang PLTS atap antara lain Sekretariat Daerah Kaltim (Kantor Gubernur), Inspektorat Daerah, Dinas Lingkungan Hidup, KPU Provinsi Kaltim, Dinas Sosial, dan Badan Pengembangan SDM Kaltim. Total daya dari seluruh rencana pemasangan Februari-Juni 2021 sebesar 490,63 kWp. Nilai PLTS Rp 7,9 miliar, penghematan biaya listrik sebesar Rp 92 juta per tahun, dan efisiensi Co2 sebanyak 706,5 ton. Akan tetapi belum semua kantor pemerintah bisa dipasang PLTS. Berdasarkan survei Perusda Kelistrikan Kaltim pada 18-23 Maret 2020, dan 17-27 Juni 2020, sedikitnya ada tujuh kantor yang belum dapat dipasang. Yakni kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Jalan Bung Tomo Samarinda Seberang), dan Dinas Pariwisata. Beberapa penyebab sehingga PLTS sulit dilakukan pemasangan antara lain rencana gedung akan direnovasi, sistem kelistrikan belum mendukung, kapasitas PLTS kecil dan memerlukan mounting ballast, penguatan struktur atap, luas area atap yang kurang untuk dipasang PLTS, beban listrik rendah dan belum memenuhi syarat minimal beban, dan akses ke atap sempit dan sulit. Komitmen membangun panel surya di kantor-kantor pemerintahan itu, tentu sejalan dengan kebijakan daerah untuk mendorong pembangunan rendah karbon. Penggunaan panel surya tentu akan mengurangi penggunaan sumber energi fosil. Apalagi, Kaltim sukses melewati tahapan menjadi satu-satunya provinsi di Indonesia yang dipilih melaksanakan program Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) melalui pendanaan Bank Dunia, menyusul telah ditandatanganinya kesepakatan Emmission Reduction Payment Agreement (ERPA). Kaltim berpotensi menerima USD 110 juta, jika sukses menurunkan emisi karbon (Co2) 22 juta ton hingga tahun 2025. (fey/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: