Pasang Surut Hubungan Israel-Turki

Pasang Surut Hubungan Israel-Turki

Ankara, Nomorsatukaltim.com - Menurut opini Karel Valansi di Atlantic Council, isolasi terhadap Turki yang kian tumbuh di lingkungannya dan hubungan yang tegang dengan Amerika Serikat (AS), mendorong Turki untuk menormalkan hubungan dengan negara-negara di kawasan. Termasuk Israel.

Kombinasi kepentingan ekonomi, energi, intelijen, dan politik mungkin juga telah membujuk Turki untuk memikirkan kembali kebijakannya tentang Israel. Secara khusus, Turki merasakan tekanan akibat normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, dan rekonsiliasi antara sekutunya Qatar dan para anggota Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) serta Mesir. Turki juga khawatir tentang pergeseran aliansi regional di Mediterania Timur. Turki, misalnya, dikeluarkan dari Forum Gas Mediterania Timur yang dibentuk pada 2020. SEJARAH BERGEJOLAK Hubungan Turki-Israel sangat sensitif terhadap perkembangan yang terkait dengan wilayah Palestina. Titik terendah politik dicapai pada 31 Mei 2010. Ketika pasukan komando Israel membunuh sepuluh aktivis Turki di atas kapal milik Turki Mavi Marmara. Mereka berusaha untuk melanggar blokade Jalur Gaza. Yang diberlakukan oleh Israel. Ketika Hamas menguasai wilayah itu pada 2007. Hubungan diplomatik antara Israel dan Turki pun menurun. Sementara kerja sama militer, intelijen, dan pariwisata sangat menderita. Terlepas dari kemunduran itu, hubungan perdagangan Turki-Israel bertahan dan bahkan berkembang pesat. Turki dan Israel terbukti berhasil memisahkan ekonomi dan politik. Terdapat contoh kerja sama lain antara Turki dan Israel. Pada November 2012, menanggapi perang saudara di Suriah, Israel membuka koridor darat untuk memungkinkan Turki mengirimkan barang dari Iskenderun di Turki ke Kota Haifa di Israel serta ke Yordania dan Arab Saudi. Ketika tiga warga Israel termasuk di antara orang-orang yang tewas dalam serangan teroris di Lapangan Taksim Istanbul pada 19 Maret 2016, Turki menawarkan semua kemungkinan bantuan kepada Israel dan mengizinkan dua pesawat tentara Israel mendarat di bandara sipil di Istanbul. Pada Agustus 2016, enam tahun setelah insiden Mavi Marmara, Israel dan Turki menandatangani kesepakatan untuk menormalkan hubungan diplomatik. Insentif yang mendorong rekonsiliasi berumur pendek masih ada. Hal itu termasuk kepentingan ekonomi yang kuat dan kesepakatan energi yang akan memfasilitasi ekspor gas alam Israel ke Eropa dan memperkuat posisi Turki sebagai pusat energi di kawasan. Selain itu, kedua negara juga ingin meringankan kondisi kemanusiaan di Gaza. Namun, Karel berpendapatfaktor Palestina selalu dapat mengganggu hubungan bilateral seperti yang terjadi pada 2018. Saat itu, Turki dan Israel saling mengusir duta besar setelah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaannya ke sana dari Tel Aviv. Sementara sejumlah warga Palestina terbunuh dalam protes “Great March of Return” di perbatasan Gaza. PENDEKATAN BIDEN Sementara itu, hubungan antara Turki dan AS terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. Presiden AS Joe Biden mewarisi hubungan yang telah rusak. Akibat ketegangan terus-menerus dan kepercayaan yang menurun. Biden mungkin mengambil tindakan tegas terhadap Turki dalam banyak masalah. Termasuk pembelian Turki atas sistem rudal pertahanan udara S-400 Rusia, demokrasi, dan hak asasi manusia. Seperti pemerintahan mantan Presiden AS Barack Obama, pemerintahan Biden juga dapat mendorong Israel dan Turki untuk bekerja sama. Terutama di Suriah. Secara tradisional, Turki memandang Israel sebagai cara agar suaranya didengar di Washington. Dengan bersekutu dengan Israel, Turki mengharapkan dukungan kuat dari AS. Hal itu berubah pada 2008. Ketika upaya untuk mengamankan kesepakatan damai antara Israel dan Suriah yang dikerjakan secara pribadi oleh Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan gagal. Usai Israel meluncurkan operasi Cast Lead, serangan militer besar-besaran di Jalur Gaza pada Desember 2008. Turki merasa dikhianati oleh tindakan Israel. Yang selama ini menjadi akar penyebab krisis politik kedua negara hingga saat ini. Secara bersamaan, penasihat Erdogan dan kemudian menteri luar negeri, Ahmet Davutoglu, mengubah orientasi kebijakan luar negeri Turki. Turki menjangkau dunia muslim. Menampilkan dirinya sebagai penjaga semua yang tertindas. Masalah Palestina menjadi pusat doktrin Davutoglu. Yang sangat memengaruhi hubungan Turki-Israel. Antara lain, Turki memutuskan tidak lagi membutuhkan Israel untuk menengahi hubungannya dengan AS. Meski demikian, Erdogan selalu bertemu dengan para anggota organisasi Yahudi Amerika dalam kunjungannya ke AS. Sekarang, ketika hubungan AS-Turki tegang, Turki mungkin telah memperhitungkan bahwa hubungan yang menghangat dengan Israel dapat membantu hubungannya dengan AS. Seperti yang terjadi pada 1990-an. Dengan dukungan dari kelompok-kelompok Yahudi Amerika. SINYAL REKONSILIASI Kemungkinan normalisasi hubungan Turki-Israel telah diperdebatkan sejak Mei 2020. Perdebatan itu mendapatkan momentum ketika Erdogan secara terbuka menyatakan pada Desember bahwa meskipun Turki tidak dapat menerima kebijakan Israel terhadap Palestina, “Hati kami ingin agar kami dapat meningkatkan hubungan kami dengan mereka ke titik yang lebih baik.” Penasihat urusan luar negeri Erdogan, Mesut Casin, mencatat dengan nada yang sama, “Jika Israel datang selangkah, Turki mungkin bisa datang dua langkah. Jika kami melihat lampu hijau, Turki akan membuka kedutaan lagi dan mengembalikan duta besar kami. Mungkin pada Maret kami dapat memulihkan hubungan diplomatik penuh lagi.” Di Turki, retorika anti-Israel yang disuarakan oleh elite negara, yang memberi makan teori konspirasi dan anti-Semitisme, juga telah berkurang secara signifikan. Selain itu, banyak artikel berita mengungkapkan perlunya rekonsiliasi. Inilah tanda-tanda penting yang menciptakan suasana baru. Serupa dengan yang terjadi sekitar waktu kesepakatan normalisasi 2016. Sementara itu, Israel telah bersikap berhati-hati tentang normalisasi hubungan dengan Turki. Israel belum menanggapi tawaran Turki secara resmi. Israel enggan memulai kembali hubungannya dengan Turki sampai pihak Turki meyakinkan bahwa niatnya tulus. Turki adalah mitra ekonomi, diplomatik, dan keamanan yang sangat diperlukan bagi Israel. Bahkan ketika Turki tidak dapat diandalkan dan secara terbuka bermusuhan. Namun, situasinya berbeda saat ini. Ketika hubungan Turki-Israel memburuk, Israel memperdalam hubungannya dengan banyak negara di Mediterania Timur dan Teluk Arab. Pada 2020, Israel mengalami gelombang perjanjian normalisasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan empat negara Arab: Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA), Sudan, dan Maroko. Pembukaan itu telah meningkatkan pentingnya Israel sebagai aktor regional dan membantunya keluar dari isolasi bersejarahnya di kawasan. Turki dulunya merupakan pasar penting bagi industri pertahanan Israel. Tetapi status itu telah digantikan oleh pasar yang lebih besar seperti India. Monopoli Turkish Airlines juga terancam dengan pembukaan baru antara Israel dan Arab Saudi serta negara-negara Arab lainnya. Turki, pada bagiannya, telah menjadi kritikus vokal Israel sejak Perang Gaza pada 2008. Kebijakan luar negeri Turki mengalami transformasi mendalam, memperluas minatnya terhadap Timur Tengah dan memperbarui fokus pada perjuangan Palestina. Hal itu menyebabkan kategorisasi Israel sebagai ancaman serta delegitimasi Israel di pers, media sosial, dan pidato publik para elite penguasa. Turki bahkan mengkritik kesepakatan normalisasi antara Israel dan empat negara Arab tersebut. Kritik terhadap Israel membantu menarik dukungan untuk Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Erdogan. Terlepas dari tawaran baru-baru ini dari para pejabat Turki, opini publik Turki tetap kritis terhadap Israel. Di Israel, para kritikus Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sering mengungkit Erdogan dan Turki selama protes dan kampanye pemilihan. Dengan pemilu baru membayangi Israel, Netanyahu kemungkinan enggan untuk menjalin keterlibatan dengan Turki saat ini. Israel juga tidak ingin merusak hubungan dekatnya dengan Yunani, Siprus, UEA, atau Mesir, yang semuanya tidak mempercayai ambisi regional Erdogan. Di sisi lain, Karel berpendapatIsrael tidak akan menghindari kesempatan untuk memperbaiki hubungan dengan Turki. ALASAN ISRAEL Ada tiga masalah utama yang menahan Israel dalam melakukan normalisasi hubungan dengan Turki. Pertama, Israel ingin Turki mengakhiri dukungannya terhadap Hamas. Israel mengklaim, Turki telah memberikan kewarganegaraan kepada para pemimpin kelompok militan dan memungkinkan mereka menggunakan Turki sebagai basis untuk mengarahkan serta membiayai serangan teroris dan serangan siber terhadap Israel. Seorang pejabat Turki baru-baru ini membantah klaim tersebut, dan menegaskan tidak ada sel rahasia Hamas di Turki. Pejabat itu menambahkan, satu-satunya pemimpin Hamas di Turki adalah yang dikirim oleh Israel sebagai bagian dari pertukaran tahanan tahun 2011. Yang menyebabkan pembebasan Gilad Shalit, seorang tentara Israel yang ditangkap dan disandera oleh Hamas sejak 2006. Kedua, Israel mengkhawatirkan meningkatnya minat Turki di Yerusalem. Erdogan diduga ingin meningkatkan pencariannya untuk kepemimpinan dunia muslim dengan mengklaim hak milik atas Haram al-Sharif (Gunung Kuil) Yerusalem. Yang saat ini berada di bawah Yordania. Ketiga, Israel percaya Turki telah beralih dari aktor yang dapat diprediksi dan dapat diandalkan menjadi negara yang menjalin hubungannya yang kompleks dengan Barat dan Rusia serta kebangkitan otoritarianisme di dalam negeri. Tahun 2020, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk pertama kalinya menggambarkan Turki sebagai tantangan bagi Israel. Secara politik, diplomatik, dan dari segi keamanan, Turki dan Israel telah menjauh. Perpecahan mereka dalam masalah Palestina adalah yang paling genting. Erdogan telah berkali-kali menggambarkan Yerusalem dan masalah Palestina sebagai garis merah bagi Turki. Hubungan Turki-Israel juga menghadapi tantangan lain. Termasuk dukungan vokal Israel untuk kemerdekaan Kurdi di Irak utara, yang mempertajam ketegangan kedua negara. (mmt/qn) Sumber: Turki Ngebet Jalin Hubungan Baru dengan Israel

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: