Beda Instruksi PPKM Gubernur-Mendagri

Beda Instruksi PPKM Gubernur-Mendagri

Menyusul Kalimantan Timur memberlakukan kebijakan penanganan COVID-19 yang lebih ketat, pemerintah pusat mengeluarkan aturan senada. Seluruh daerah di Jawa – Bali diperketat. Tapi ada sektor tertentu yang tetap beroperasi.

nomorsatukaltim.com - Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengeluarkan Instruksi Mendagri Nomor 3 Tahun 2021. Tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis mikro. PPKM mikro diberlakukan hingga tingkat Rukun Tetangga (RT) dengan pembentukan pos-pos pemeriksaan. Aparat di tingkat paling bawah  akan menerapkan pelacakan kontak erat, pengawasan ketat bagi pasien isolasi mandiri. Melarang kerumunan lebih dari 3 orang, melakukan pembatasan jam malam hingga pukul 20.00,  dan meniadakan kegiatan sosial di lingkungan RT yang menimbulkan kerumunan. Sementara, di tingkat kabupaten/kota, Kemendagri mengimbau menerapkan kerja dari kantor dengan kapasitas 50 persen. Pembelajaran secara daring, serta pembatasan jumlah orang di tempat umum. Mulai dari cafe, resto, tempat ibadah, dan fasilitas umum lainnya. Kebijakan ini berlaku mulai Selasa (9/2/2021) hari ini, hingga 22 Februari mendatang. Kebijakan itu sementara ditujukan kepada Gubernur di 7 provinsi di Jawa-Bali. Yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. Salah satu poin yang disampaikan dalam Instruksi Mendagri ialah dicantumkan secara rinci sektor apa saja yang boleh beroperasi, dan sektor yang beroperasi dengan pembatasan. Sektor yang boleh beroperasi penuh dengan pengaturan jam operasional, serta kapasitas, dan penerapan protokol kesehatan secara ketat antara lain sektor kesehatan, bahan pangan, makanan-minuman. Kemudian sektor energi, komunikasi dan teknologi informasi,  keuangan, perbankan, dan sistem pembayaran. Juga  pasar modal, logistik, perhotelan, sampai sektor industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional. Terkait hal ini, Sekretaris Provinsi Kalimantan Timur, Muhammad Sa’bani mengatakan Ingub Nomor 1 Tahun 2021 sejalan dengan Instruksi Mendagri tersebut. Misalnya soal pelibatan aparat hingga tingkat RT, serta pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat. “Sektor strategis tetap beroperasi dengan mematuhi protokol kesehatan dan pembatasan,” katanya. Sektor strategis yang dimaksud misalnya energi, listrik, pertambangan, migas, atau pelayanan air bersih. “Kalau sektor itu dihentikan, maka akan mengganggu kebutuhan pokok warga seperti air bersih, atau listrik. Karena itu, Ingub jangan dipahami secara sempit,” katanya. Kebijakan pembatasan dilakukan karena adanya  peningkatan penularan COVID-19 secara drastis. “Maka Pemprov melalui rapat forkopimda bersama bupati/wali kota. Menyepakati kebijakan untuk menerapkan pola PPKM di seluruh kabupaten/kota se- Kaltim," katanya, Senin (8/2/2021). Implementasi di lapangan terkait penerapan PPKM diserahkan  kepada pemerintah kabupaten/kota dan dinas terkait.

IKUTI INGUB

Sementara itu, terkait kebijakan di sektor energi dan pertambangan yang masuk kategori objek vital nasional Bupati Berau, Agus Tantomo menjawab diplomatis. Ia menyatakan hanya sekadar meneruskan instruksi Gubernur Kaltim terkait Kaltim senyap Sabtu dan Minggu. Menurut Agus, jika mengacu pada instruksi itu belum mengatur secara jelas sektor mana yang tutup dan tidak. Tetapi perlu dilihat pertambangan adalah rantai pasok PLTU yang menghasilkan listrik, sehingga menjadi salah satu industri strategis, karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Dan salah satu perusahaan tambang di Berau,  menjadi objek vital nasional, tentunya gubernur juga tidak segampang itu menutupnya. Pada dasarnya, instruksi Gubernur Kaltim tidak bisa diterapkan 100 persen di Bumi Batiwakkal. Ada beberapa tempat yang tidak bisa ditutup sepenuhnya. Seperti Pasar Sanggam Adji Dilayas, Bandara, dan rumah ibadah. Jika pasar ditutup tentu tidak bisa, sehingga dibatasi pukul 07.00 Wita sampai 12.00 Wita. Sementara Bandara tidak bisa ditutup, karena merupakan kewenangannya pemerintah pusat. “Jika gubernur saja tidak bisa, apalagi pemkab. Jadi saya memberlakukan kebijakan. Untuk yang penting-penting, silakan tetap jalan. Tapi semaksimal mungkin laksanakan protokol COVID-19,” terangnya.

PEGIAT WISATA MENGADU

Kebijakan gubernur menerapkan larangan aktivitas setiap akhir pekan, berdampak terhadap industri pariwisata.  Siang kemarin, 18 asosiasi perhimpunan, dan komunitas para penggiat ekonomi kreatif dan pariwisata, mengadu ke Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRR) Kaltim. Mereka menyampaikan keluh kesah atas penerapan ‘Kaltim Steril’ yang berlangsung pada 6-7 Febuari lalu. Instruksi Gubernur Kaltim Nomor 1 Tahun 2021 yang terbit pada 4 Februari 2021 lalu itu, dinilai sebagai keputusan sepihak. Yang dinilai “tanpa mempedulikan sektor-sektor ekonomi kreatif dan pariwisata,” kata Ketua Komisi IV, Rusman Ya'qub. Politisi PPP ini menyampaikan keluh kesah pegiat ekonomi kreatif dan pariwisata yang ‘mati suri’.  “Mereka merasakan secara langsung dampak kebijakan gubernur,” imbuh Rusman Ya’qub. Para pelaku usaha meminta perlu adanya evaluasi dan revisi terkait instruksi tersebut.  Selain itu meminta kebijakan yang lebih detail dan pasti dari pemerintah. Agar tak membingungkan para pelaku usaha dan pariwisata di kemudian hari. "Hasil dari pertemuan ini, kami akan bersurat ke Gubernur melalui Ketua DPRD Kaltim atas masukan ini. Kami sampaikan supaya kalau memang instruksi itu berlanjut, ada rencana detailnya," kata Rusman. Ia menegaskan, para penggiat ekonomi kreatif dan pariwisata ini bukannya anti, ataupun tidak mau menaati aturan dan instruksi gubernur. Mereka tetap menyetujui program pemerintah yang bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Namun, instruksi itu sebaiknya tidak dilakukan secara mendadak. Setidaknya, ada sosialisasi dan kajian teknis detailnya. Agar aspek ekonomi dan protokol kesehatan tetap berjalan. "Termasuk tadi ada usulan soal pembatasan jam operasional. Bahkan ada yang menyarankan, Kaltim Steril jangan di akhir pekan. Tapi di hari kerja lain. Sebab UMKM hidupnya itu pada Sabtu dan Minggu," ungkapnya. Menurut Rusman, instruksi tersebut penting untuk dikaji ulang dan direvisi. Mensterilkan suatu daerah juga tak bisa sekaligus. Namun harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi terberat ada di mana. Oleh sebab itu, konsep pembentukan Tim Satgas Covid-19 di tingkat RT dan kelurahan memang diperlukan. "Penting untuk merevisi instruksi tersebut dan mengacu pada aturan nasional. Jangan sampai bertentangan dengan aturan nasional nanti," ungkapnya. Rusman menyebut harus ada evaluasi dalam waktu dekat ini. Sekaligus jangan ada pertentangan atau benturan antara instruksi gubernur dengan kebijakan wali kota atau bupati. Agar masyarakat tak kebingungan. Sehingga, Rusman dan sejawatnya pun juga akan merekomendasikan agar instruksi Gubernur Provinsi Kaltim segera direvisi, serta menyesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dari pusat melalui instruksi Mendagri No. 3 Tahun 2021. "Makanya penting dikaji dan direvisi instruksi (gubernur) itu, dengan mengacu peraturan nasional. Apalagi tanggal 9 pulai pemberlakuan PPKM Mikro. Jadi tidak semua langsung ditutup, tetapi berdasarkan kondisi daerah juga," tandasnya. Hal senada juga disampaikan oleh Ketua DPD Perhimpunan Usaha Taman Rekreasi Indonesia (PUTRI) Kaltim, Dian Rosita. Ia mengatakan pelaku usaha pariwisata dan ekonomi cukup resah dengan instruksi gubernur, yang tidak memberi ruang informasi ke publik jauh sebelumnya. Sehingga menimbulkan kepanikan bagi masyarakat yang belum memahami instruksi gubernur seutuhnya. Dian bersama rekannya berharap pemerintah dapat mempertimbangkan kembali instruksi yang telah beredar, agar roda perekonomian dapat terus berputar meskipun di tengah pandemi Covid-19. Apalagi, yang mengandalkan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai sumber nafkah. "Kami ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan sektor pariwisata. Di mana ribuan orang hidup dari pariwisata dan juga UMKM di dalamnya," ujar Dian. Ia pun memahami bahwa instruksi tersebut dikeluarkan dalam rangka mencegah dan mengendalikan penyebaran COVID-19. Namun, ia mengatakan hal tersebut bukan kewenangan pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama. Terutama dalam menerapkan protokol kesehatan dalam aktivitas sehari-hari dan 4M, di mana pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif harus memenuhi standar Cleanliness, Health, Safety, and Enviroment (CHSE). "Memang belum banyak masyarakat yang aware dengan protokol kesehatan. Enggak mudah lho mendapatkan sertifikat CHSE. Kami ingin pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap sertifikasi CHSE yang kami dapatkan," pungkasnya. (krv/aaa/aap/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: