Warga Balikpapan Dilarang Keluar Rumah saat Akhir Pekan

Warga Balikpapan Dilarang Keluar Rumah saat Akhir Pekan

Meledaknya penderita COVID-19 di Balikpapan memaksa pemerintah daerah melarang warga keluar rumah selama akhir pekan ini. Aparat keamanan akan melakukan patroli selama larangan diberlakukan.

nomorsatukaltim.com - Keputusan Pemerintah Kota Balikpapan menghentikan seluruh kegiatan masyarakat disampaikan usai rapat dengan Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor, Kamis (4/2/2021). Keputusan memaksa warga berdiam diri rumah, muncul setelah gubernur mendengar masukan berbagai pihak, termasuk Pangdam VI Mulawarman, Mayjen TNI Heri Wiranto dan Kapolda Kaltim, Irjen Pol Herry Rudolf Nahak. "Pembatasan kegiatan pada hari libur baiknya juga harus diterapkan, demi mengurangi mobilitas masyarakat yang akan berdampak pada turunnya kasus COVID-19. Sebagai salah satu upaya, agar sebaiknya kita menerapkan gerakan Kaltim Steril", Kata Heri Wiranto. Berdasarkan catatan Satgas Penanganan COVID-19 Kaltim, sampai kemarin, kematian di Balikpapan sudah mencapai 373 kasus, atau bertambah 4 kematian dalam satu hari. Sedangkan orang terkonfirmasi positif mencapai 10.493 orang, atau bertambah 150 kasus dalam sehari. Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi menyebut, dengan adanya kebijakan itu maka Surat Edaran (SE) terkait Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tahap kedua ditangguhkan. “Kita telah hampir sepakat menerapkan penghentian kegiatan seluruh aktivitas masyarakat pada Sabtu (6/2/2021) dan Minggu (7/2/2021),” katanya. Ia menyebut  pihaknya sedang menunggu instruksi dari gubernur. "Bapak Panglima menyebutnya Kaltim Steril, Bapak Kapolda menyebutnya Kaltim Senyap, Bapak Gubernur menyebutnya Kaltim Berdiam Diri. Nanti kita tunggu keputusannya dalam waktu secepatnya," ujar Rizal. Menurutnya masyarakat harus mulai mengantisipasi kegiatan penghentian seluruh kegiatan dalam dua hari tersebut, kecuali hal-hal tertentu yang diizinkan untuk tetap bisa dilakukan. Pengecualian itu untuk kegiatan penyemprotan disinfektan dan kegiatan terkait kebersihan. "Mari bersiap-siap, karena ini ada gerakan berdiam diri di rumah. Karena Gubernur Kaltim menyampaikan keadaan Kaltim sangat darurat," ungkapnya. Balikpapan penyumbang angka terkonfirmasi positif terbesar di antara 9 kabupaten/kota lainnya. "Mau tidak mau nanti banyak yang harus disetop. Misalnya ada beberapa kegiatan yang sudah diizinkan, atau kegiatan masyarakat yang tadinya sudah dilonggarkan akan dilakukan lagi pengetatan," urainya. Adapun kegiatan di pasar, di hotel dan di pusat-pusat perbelanjaan juga akan terimbas kebijakan tersebut. Termasuk para pelaku usaha yang berdagang di pinggir jalan. "Pasar  kalau ditutup sama sekali mungkin berdampak. Tapi kita tunggu dulu instruksinya," katanya. Rizal menyebut sudah berkoordinasi dengan Kepala Satpol PP, Zulkifli, agar menginventarisir soal apa saja kegiatan yang masih bisa berjalan, andai kata program berdiam diri di rumah itu dilaksanakan. "Ini (kebijakan) wajib. Sementara ini hanya untuk Sabtu dan Minggu. Apakah itu berubah nanti kita tunggu instruksinya," katanya. Ia juga menyampaikan pertimbangan melakukan kegiatan tersebut lantaran tingginya kasus di Kaltim, jika dibandingkan dengan provinsi lain seperti Jawa Timur. "Angka di Kaltim itu tinggi, mengalahkan Jawa Timur, karena penduduk Jawa Timur itu beberapa kali lipat dari jumlah penduduk di Kaltim," terangnya.

NYAWA ATAU EKONOMI?

Di Kabupaten Berau, Bupati Agus Tantomo mengeluarkan Surat Edaran (SE) pembatasan kegiatan masyarakat, hingga pukul 20.00 Wita. Ada tiga kegiatan yang dibatasi yakni rumah makan, kafe, restoran atau lapak jajanan; toko atau swalayan; dan tempat atau ruang bermain publik. “Pembatasan jam operasional hingga pukul 20.00 Wita. Diberlakukan mulai 2 hingga 8 Februari. Kami tidak pernah melarang orang berjualan, tapi harus take away. Kalau tidak, sanksinya ditertibkan atau ditutup tempat usahanya,” tegasnya, Kamis (4/2/2021). Pemberlakuan jam malam ini, diungkapkannya, menghindari terjadinya penularan COVID-19 lebih luas lagi. Karena saat ini, jumlah pasien yang terpapar akibat transmisi lokal semakin meningkat tajam, akibat masyarakat tidak menerapkan protokol kesehatan (Prokes) secara maksimal. Bahkan dalam rilis yang dipublikasikan Dinas Kesehatan Berau kemarin, terdapat penambahan 17 kasus konfirmasi COVID-19 yang semuanya transmisi lokal. “Agar masyarakat patuh dan disiplin dalam menerapkan prokes. Mau sampai kapan, ini terus terjadi. Kita harus berani mengambil risiko untuk mengendalikannya, demi keselamatan masyarakat Berau,” jelasnya. Diakuinya, kebijakannya itu akan menimbulkan dampak ekonomi kepada pelaku UMKM. Namun, hal itu harus dilakukan dalam mengurangi penularan COVID-19. Sekarang, kata Agus, Berau dihadapkan dengan pilihan, apakah menyelamatkan nyawa orang, atau ekonomi. Apalagi, saat ini kondisi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai, dan Rumah Sakit Darurat (RSD) COVID-19 juga penuh pasien COVID-19. “Ini yang diistilahkan pemerintah pusat, rem dan gas. Karena kasus COVID-19 tinggi, jadi kita harus rem dulu ekonomi, memang dampaknya perekonomian. Jika kita mengedepankan perekonomian, maka banyak yang akan meninggal karena COVID. Ini yang harus dipahami,” terangnya. Sementara itu, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau, Thamrin mengatakan, pembatasan jam operasional tersebut akan selalu dievaluasi oleh tim satgas. Bagi setiap pelanggar akan diberikan sanksi tegas, bahkan akan dilakukan penutupan tempat usaha. Ini menjadi peringatan, kepada pelaku usaha yang masih tetap menjalankan usahanya melalui batas waktu yang telah ditentukan. “Surat edaran ini juga telah disebarluaskan kepada pelaku usaha, dan masyarakat luas. Nanti akan dievaluasi kegiatannya, jika masih terjadi penambahan di atas angka 20 kasus, maka pembatasan jam operasional kegiatan ini akan diperpanjang,” tuturnya.

KATA PEDAGANG

Pedagang kuliner di tepian Jalan Ahmad Yani, Suharno mengaku, sudah mendengar informasi pembatasan jam malam yang diberlakukan Pemkab Berau. Ia berharap aturan tersebut dapat direvisi kembali, karena batas jam operasional sampai pukul 20.00 Wita dirasanya kurang efektif. Biasanya, dirinya memulai usaha mulai pukul 17.30 Wita hingga pukul 24.00 Wita. “Itu pelanggan yang datang bisa dihitung. Kalau dibatasi sampai jam 20.00 Wita, itu memberatkan pedagang, waktunya singkat. Karena mayoritas pembeli yang datang sekitar 19.30 Wita. Bahkan kemarin ada teman pedagang lain juga bilang, kalau begitu mending tidak usah buka,” terangnya. Selama pandemi COVID-19 terjadi di Kabupaten Berau, pelanggan yang datang setiap malamnya cukup sepi. Bahkan, terkadang modal yang digunakan untuk berjualan tidak kembali jika cuaca buruk. Diakuinya, usaha berdagang di tepian Ahmad Yani, merupakan satu-satunya usaha yang masih dapat dijalankan, dalam menghidupi istri, dan 4 orang anaknya. “Modal setiap kali jualan, itu Rp 300 ribu setiap hari. Itu kalau kembali modal atau untung 100 atau 200 ribu, itu saya sudah cukup senang,” jelasnya. Dirinya pun berharap, kepada pemerintah agar dapat meninjau kembali jadwal pembatasan yang telah disepekati. Kendati demikian, dirinya mengaku tetap akan mendukung kebijakan pemerintah, sekalipun memengaruhi penghasilannya. Ia sudah mengurangi jumlah kursi yang disediakan untuk membatasi jarak antar pelanggan. “Harapannya, ditambah lagi lah. Kami paham maksud dan tujuannya baik, kami mendukung itu. Cuman waktu yang diberikan itu sangat singkat bagi kami pedagang di sini,” harapnya. Ketua Persatuan Pedagang Kuliner Tepian Segah (PPKTS) salah seorang pedagang kaki lima di Tepian Ahmad Yani, Sapparudin mengatakan senada. Dirinya tentu mendukung diberlakukannya jam malam itu. Namun diharapkannya, pelaksanaannya secara merata, atau tidak dibeda-bedakan, antara tempat satu dengan tempat lainnya. “Kan tidak hanya pedagang di tepian Jalan Ahmad Yani saja yang berjualan, kami ingin semua pedagang di tempat lain juga ditutup ketika waktunya tidak boleh lagi berjualan,” jelasnya. Namun, dengan diberlakukannya jam malam, sudah pasti akan memengaruhi keuntungannya dan pedagang lain. Sebab, buka sampai 24.00 Wita hingga 01.00 Wita dini hari terkadang hanya sekitar 10 pelanggan saja. “Apalagi ini yang hanya sampai jam delapan malam saja. Kalau bisa ditambah lagi jamnya, atau mungkin ada program bantuan dari pemkab untuk kami pedagang UMKM ini,” jelasnya. Menurut Saparuddin, semua pedagang di tepian Ahmad Yani menginginkan hal yang sama, yakni pembatasan jam malam ditambah lagi, sebab akan sangat merugikan pedagang nantinya. “Semoga saja nanti, apa yang kami sampaikan, bisa menjadi pertimbangan pemerintah Kabupaten Berau,” pungkasnya. (ryn/zza/app/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: