Tangani COVID-19, Samarinda Siapkan Dana, Balikpapan Siapkan Ancaman

Tangani COVID-19, Samarinda Siapkan Dana, Balikpapan Siapkan Ancaman

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Pemerintah Kota Samarinda mengalokasikan anggaran sebesar Rp 40 miliar untuk penanganan wabah COVID-19 pada tahun 2021. Termasuk untuk pemulihan ekonomi yang terdampak adanya virus pagebluk itu.

Dana tersebut bersumber dari slot anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) dalam APBD 2021 Kota Samarinda. Dalam rapat terbatas, Rabu (3/2/2021), di Balai Kota, Asisten III Sekretariat Pemkot Samarinda Ali Fitri Noor mengatakan, pengalokasian anggaran ini merupakan  instruksi pemerintah pusat. Ali Fitri menjelaskan, Pemkot juga telah menganggarkan BTT dengan di masing-masing Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terlibat dalam penanganan pandemi. Anggaran tersebut bersifat mem-backup penanganan COVID-19. Dalam hal pencegahan, pengobatan, rencana pemulihan ekonomi dan vaksinasi. Sehingga, kata dia, Pemkot dalam APBD 2021 telah menyiapkan anggaran BTT untuk OPD terkait dalam upaya pemulihan ekonomi, dan penguatan  perlindungan sosial masyarakat. Di antaranya adalah Dinas Perindustrian, Dinas Sosial, Dinas Koperasi dan Dinas Perdagangan. Namun ia tidak menyebutkan besaran anggaran untuk masing-masing instansi di lingkup Pemkot Samarinda itu. "Sesuai ketentuan Permendagri Nomor 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2021. BTT tadi memang diorientasikan pada pengeluaran untuk keadaan darurat. Termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya," paparnya. Kendati demikian, ia menyatakan, masih ada alokasi BTT untuk upaya antisipasi kerawanan bencana alam. Sertai keperluan mendesak yang dimungkinkan dapat terjadi ke depan. Ali menerangkan, tim penyusun anggaran penanganan COVID-19 beserta dampaknya, akan menjadwalkan pertemuan dengan OPD yang dipercaya mengelola anggaran tersebut, Senin depan. Para OPD tersebut akan diminta mempresentasikan programnya sepanjang tahun 2021. Seraya melihat laporan yang sudah berjalan selama tahun 2020 “Harapannya kita bisa meminimalisasi kesalahan-kesalahan dalam penganggaran. Dan bertanggung jawab dalam pengelolaannya sesuai Undang Undang yang berlaku,” tandas Ali Fitri Noor.

KELONGGARAN BAGI DUNIA USAHA

Sementara di Balikpapan, para pelaku usaha dihadapkan pada ancaman dan sanksi pelanggaran protokol kesehatan (prokes). Saat ini, aturan mengenai prokes yang diselipkan dalam revisi Peraturan Daerah Ketertiban Umum (Perda Tibum). Aturan baru itu menjelaskan sanksi berupa denda, sampai pidana bagi pelanggar. Namun anggota dewan meminta supaya pemerintah berhati-hati dalam menerapkan Perda itu. Wakil Ketua Komisi IV DPRD Balikpapan Iwan Wahyudi ingin pemerintah memfasilitasi segala kebutuhan para pelaku usaha dalam upaya menerapkan prokes. Menurutnya pembahasan beleid prokes harus seimbang. Agar tidak hanya fokus mengatur sanksi dan penindakan. Tapi juga membantu pelaku usaha untuk mengidentifikasi hal-hal yang harus disesuaikan dalam upaya penerapan prokes di sektor usahanya masing-masing. Berkaca dari pengalaman Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), politisi PPP itu merasa perlu mengusulkan ada pasal khusus yang mangakomodir hal-hal detail terkait fasilitas apa saja yang dibutuhkan pelaku usaha. Pasal itu juga yang memberikan legalitas terkait upaya penerapan prokes. Khususnya pelaku usaha di tempat-tempat tertentu. Misalnya di Pasar Segar, Balikpapan Baru, Bekapai dan Melawai. Sebab karakteristik setiap kawasan berbeda-beda. "Dalam perda itu pelaku usaha mendapat fasilitas, dan kehadiran dari pemerintah," katanya. Ia mencontohkan di Pasar Segar, kata dia, harus ada sistem yang mengatur kedatangan dan kepergian pengunjung melalui rekayasa lalu lintas. Tentu kebutuhan hal-hal teknis seperti itu berbeda dengan kawasan lain seperti di Melawai. Sehingga penerapan prokesnya tentu berbeda. "Itu perlu memaksimalkan peran satgas di kawasan-kawasan tersebut," katanya. Satgas di tingkat yang lebih kecil itulah yang nantinya bertanggung jawab terhadap persoalan yang muncul untuk kemudian diteruskan kepada satgas tingkat kota. Sehingga permasalahan yang timbul di lapangan bisa diminimalisir. "Satgas itu kan sudah dibentuk. Bahkan di mal-mal juga. Tapi itu belum berjalan maksimal," ungkapnya. Dari hasil evaluasi PPKM, Iwan mencatat ada beberapa persoalan yang timbul di kawasan-kawasan tersebut selama pemkot menerapkan kebijakan-kebijakan pengetatan. Seperti kegaduhan soal keputusan pemkot saat memperpanjang PPKM sampai jilid dua. Orang-orang yang pertama bereaksi adalah para pelaku usaha. Padahal PPKM jilid dua lebih longgar terhadap para pelaku usaha. PPKM jilid dua sudah berubah fokusnya, yakni lebih memaksimalkan pendisiplinan di pemukiman warga dan perusahaan. Buruknya komunikasi menimbulkan kegaduhan dan berefek pada aktivitas para pelaku usaha di kawasan-kawasan tersebut. Padahal mereka juga bagian dari penggerak ekonomi masyarakat. "Kita ingin mereka bisa survive di masa pandemi. Jadi nanti ada kanal, itu yang mau dibuat," terangnya. Menurutnya kehadiran beleid yang mengatur manajemen pencegahan penyebaran COVID-19 itu, tidak hanya akan menjadi tuntutan baru bagi pelaku usaha khususnya UMKM. Tapi juga hadir sebagai pelindung dan dasar hukum yang kuat untuk mereka, dalam melakukan aktivitas usahanya di masa pandemi. "Kan kita maunya begitu. Jadi ketika mereka tidak komitmen, pelaku usaha juga harus siap dengan konsekuensi," imbuhnya. (das/ryn/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: