Surat Menkeu Bikin Pemda Mati Kutu
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) baru saja mengeluarkan kebijakan rasionalisasi anggaran negara melalui Surat Menkeu S-30/MK.02/2021. Surat yang diteken Sri Mulyadi Indrawati itu berisi kebijakan refocusing dan realokasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) 2021.
Salah satu point dari surat itu bakal dirasakan langsung pemerintah daerah. "Kriteria penghematan belanja difokuskan pada belanja honorarium, perjalanan dinas, paket meeting, belanja jasa, bantuan kepada masyarakat/pemda yang bukan arahan presiden, pembangunan gedung kantor, pengadaan kendaraan dan perlatan/mesin, sisa dana lelang dan/sewa kelola, anggaran dari kegiatan yang belum dikontrakkan atau yang tidak dimungkinkan untuk dilaksanakan, serta kegiatan yang tidak mendesak/dapat ditunda/dibatalkan." Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Muhammad Sa'bani mengatakan surat tersebut akan berdampak pada program kegiatan dari pos kementerian tertentu yang ada di daerah. Sehingga, beberapa proyek kemungkinan akan mundur atau mengalami penundaan pembangunan. "Tentu akan ada dampaknya. Kami akan menyesuaikan dengan surat menkeu," katanya. Sa’bani belum bersedia menjelaskan proyek apa saja yang kemungkinan mundur atau mengalami penundaan pembangunan. Sementara Pengamat Kebijakan Publik, Bambang Irawan menilai kebijakan Menkeu sebagai langkah konkrit mengantisipasi pengelolaan anggaran publik yang tidak efektif. “Supaya dapat dialokasikan kepada program pembangunan yang lebih prioritas,” katanya, Jumat (15/1/2021). Bambang juga menilai, kebijakan refocusing dan realokasi belanja K/L 2021 yang dilakukan oleh pemerintah ini. Akan memberikan tantangan baru kepada pemerintah daerah (pemda). Hal ini, menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pemda untuk mampu mengelola sektor publik menjadi lebih efektif. Untuk itu, setiap daerah harus lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Khususnya bagi daerah yang masih menggantungkan sumber keuangan dari pemerintah pusat. "Tentunya akan akan berdampak bagi semua stakeholder khususnya bagi pemda yang selama ini selalu 'diguyur' anggaran. Namun kinerjanya belum dapat memenuhi harapan masyarkat," kata Kepala Laboratorium Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul ini. Mengacu pada kriteria penghematan belanja K/L TA 2021, dalam surat Kemenkeu tersebut. Merupakan kebutuhan yang sifatnya sekunder bahkan tersier. Bambang menilai sangat tepat. Karena selama ini, komposisi alokasi anggaran dalam beberapa kegiatan itu cukup besar. Sehingga perlu ada evaluasi lebih mendalam terhadap efektivitas serta efisiensi terhadap hal tersebut. "Yang menjadi sorotan saya adalah perjalanan dinas dan paket meeting yang selama ini menjadi ajang 'jalan-jalan' bagi aparatur. Yang sebenarnya bisa dilakukan lewat daring. Bahkan paket meeting di hotel sebenarnya bisa dilakukan di kantor sendiri," kritiknya. Terkait dengan pembangunan gedung kantor dan pengadaan kendaraan. Hal itu pun, menurut dia, sangat bisa dilakukan penundaan sampai kondisi ekonomi pulih kembali. Pemerintah perlu membangun sense of crisis supaya terbangun empati bagi semua komponen untuk bersama menghadapi pandemi. Bambang menuntut, perlu adanya perubahan paradigma dalam perencanaan pembangunan. Pemerintah melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan DPRD harus mampu menyusun skala prioritas pembangunan. Khususnya pembangunan manusia yang menyesuaikan dengan potensi serta kemampuan anggaran yang tersedia. "Misalnya melalui pengembangan sumber daya lokal untuk pemulihan dan pengembangan ekonomi. Melalui pemberdayaan UMKM, IKM, industri kreatif, ketenagakerjaan, dan peningkatan iklim investasi," sebutnya. Hal ini cukup beralasan, karena berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal DPR RI (2020). Yang melakukan analisis terhadap efektivitas belanja daerah untuk meningkatkan pembangunan manusia. Khususnya, pada pilar pengelolaan belanja program dan kegiatan yang menjadi prioritas daerah. Berpotensi tidak mencapai target, mangkrak, dan tidak dapat dimanfaatkan. Selain itu, pemda juga belum seluruhnya melakukan proyeksi biaya program/kegiatan. Dan pemantauan atas pelaksanaan program/kegiatan secara memadai. Hal tersebut menggambarkan secara makro bahwa saat ini pengelolaan manajemen pada sektor publik yang dilakukan belum dilakukan secara baik khususnya masalah transparansi dan akutabilitas publik dalam pengelolaannya. Rekomendasi kebijakan yang dapat diambil oleh pemda, menurut Bambang. Dapat melalui strategi manajemen sektor publik yang lebih efektif dan efisien. Agar dapat menjalankan pembangunan daerah dengan mengedepankan skala prioritas dalam menghadapi setiap persoalan yang dihadapi daerah khususnya pengendalian COVID-19. "Jika sumber daya keuangan sudah mulai terbatas. Maka pemanfaatan sumber daya lain harus maksimal," ucapnya. Salah satunya melalui kolaborasi Satuan Kerja Perengkat Daerah (SKPD), pihak swasta, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perguruan tinggi, dan media. Sektor swasta harus dilibatkan untuk mendorong pembangunan dan pengembangan e-government. Agar pemerintah dapat menggunakan aplikasi teknologi seperti e-planning dan e-budgeting mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi, dalam kegiatan pembangunan. Dari semua rangkaian tersebut, peran serta masyarakat dan LSM juga diperlukan agar dapat melakukan pengawasan. Sementara perguruan tinggi dapat dilibatkan dalam proses perencanaan dan evaluasi. Serta peran media untuk melakukan publikasi dan literasi kepada semua stakeholder. Supaya pengelolaan pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah sebagai leading sektor pembangunan, dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan prioritas. (krv/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: