Gubernur Evaluasi Kebijakan PTM
SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Gubernur Kalimantan Timur, Isran Noor meminta pemerintah kabupaten/kota mengevaluasi rencana Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Penyebaran COVID-19 yang masih tinggi, menjadi salah satu pertimbangan gubernur meninjau ulang kebijakan sekolah tatap muka.
"Evaluasi. Zona yang memang hijau mungkin bisa. Zona kuning bisa sebagian. Orange, ya sama. Dilihat kondisi level dari pada COVID yang ada di wilayah itu," ungkap orang nomor satu di Kaltim ini. Ia mengatakan, pelaksanaan PTM menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Namun sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat, Isran mengingatkan agar kepala daerah mengambil kebijakan yang tepat. Jika Pemda tetap menggelar PTM, ia mengingatkan supaya pembelajaran sesuai dengan pedoman yang berlaku. Termasuk, penerapan disiplin protokol kesehatan yang ketat. “Pelaksanaannya, harus mempertimbangkan situasi dan kondisi penyebaran COVID-19 di masing-masing daerah,” imbuhnya. Soal rencana sebagian daerah melakukan tes usap kepada murid yang akan melaksanakan PTM, Isran mendukung kebijakan itu. Namun, ia berharap biaya uji swab tidak dibebankan kepada orang tua murid. Karena dinilai, akan memberatkan. "Kalau harus dibebankan kepada orang tua, ya tidak usah saja diterapkan itu. Tapi mungkin, ada rencana pemerintah memfasilitasi swab itu. Saya kira tidak dibebankan semuanya," jelasnya. Sebelumnya, Isran Noor mengisyaratkan bakal memperpanjang status Kejadian Luar Biasa (KLB). Sebelumnya, Wakil Gubernur, Hadi Mulyadi sudah meminta pemerintah daerah melakukan evaluasi PTM. Dari sepuluh daerah, hanya Kabupaten Mahulu yang berada di zona kuning. Lainnya berada di zona merah. Terpisah, Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim, dr Swandari Paramita menilai PTM tetap mungkin dilakukan. Terutama di daerah pedalaman yang minim penyebaran COVID-19. PTM juga dinilai lebih efisien bagi sekolah di daerah pedalaman ketimbang Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Karena keterbatasan sinyal internet di wilayah pedalaman. "Contoh di ujung Kukar, Kecamatan Kembang Janggut, kasus corona di sana kan sedikit. Mereka bisa membuka. Tapi kalau di kota seperti Balikpapan dan Samarinda tergantung kondisi," jelas Swandari. Menurut Swandari, disamping penerapan protokol kesehatan. Dalam pelaksanaan PTM nantinya, pihak sekolah juga harus menyiapkan mitigasi risiko. Untuk kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. "Kalau ada anak konfirmasi positif harus di bawa kemana? Pingsan di sekolah harus diapain? Itu harus dipikirkan!" Pesannya. Sementara itu penyebaran kasus COVID-19 masih terus terjadi. Di Kaltim, kurvanya bahkan terus menanjak. Dari data Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Kaltim. Angka positif baru mencapai 211 kasus, pada Senin (21/12/2020). Kali ini, kontribusi kasus didominasi dari wilayah Balikpapan, dan Kutai Kartanegara. Sehingga, total kasus COVID-19 di Kaltim kini sudah mencapai 24.291 dengan kematian mencapai 682. Sejak pandemi ini mulai mewabah di Bumi Etam pada Maret lalu. Menurut Swandari Paramita, kemampuan testing di Kaltim sudah sangat memadai. Ia bahkan menyebut, kemampuan testing di Kaltim masuk dalam 3 besar. Setelah DKI Jakarta dan Sumatera Barat. Sebagai daerah dengan kemampuan testing terbanyak. "Daerah lain, seperti gunung es Titanic. Tidak kelihatan saja," ucapnya. Namun, Swandari mengakui, terlepas dari kemampuan testing. Kasus COVID di Kaltim memang cukup tinggi. Hal ini, harus menjadi peringatan bagi semua pihak. "Harusnya kalau bagus itu. Testing tinggi tapi hasilnya negatif semua. Ini kan tidak, hasilnya positif semua," kata Swandari. Faktor tingginya peningkatan kasus positif, menurut akademisi Fakultas Kedokteran Unmul ini. Adalah pelonggaran protokol kesehatan di masyarakat. Masker yang asal pakai, tak rutin cuci tangan dengan sabun, dan kerumunan massa yang mulai masif di berbagai tempat. Namun, ia mengaku juga tak bisa menyalahkan masyarakat. Berbagai pihak, kata dia, sudah lelah dengan pandemi ini. Sehingga yang terjadi adalah sikap tak acuh pada penyebaran virus. "Semua pihak sudah pada tahap 'kita capek.' Masyarakat capek dikurung. Tenaga kesehatan juga lelah. Semua sudah berjuang 9 bulan ini melawan pandemi," ungkap Swandari. Ia hanya berharap, vaksin yang kini sedang disiapkan pemerintah. Mampu mengurangi penyebaran virus. Walau pun pada prinsipnya, vaksin hanya mampu menekan penyebaran virus dalam tubuh. Bukan mengobati. Tapi setidaknya, ketersediaan vaksin akan membantu masyarakat dalam menghadapi infeksi virus. Serta meminimalisasi dampak kesehatan yang ditimbulkan. "Vaksin dapat mencegah supaya orang yang terinfeksi COVID-19, tidak jatuh pada kondisi serius," pungkasnya. (krv/yos)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: