Pesanan Vaksin
MENGAPA kita membeli vaksin Sinovac, Tiongkok? Kok bukan Pfizer-nya Amerika Serikat?
Saya cenderung mensyukuri saja keputusan tersebut. Sambil terus mengkritisi perkembangan berikutnya. Terutama soal efektivitasnya.
Kalau pun waktu itu kita memutuskan membeli Pfizer saya tidak bisa membayangkan betapa rumit penanganan logistiknya.
Terutama karena vaksin Covid produksi Pfizer –dan juga Moderna– itu harus disimpan dalam suhu minus-70 derajat Celsius. Biofarma di Bandung tentu memiliki fasilitas itu. Tapi bagaimana mendistribusikannya ke daerah-daerah? Lalu bagaimana menyimpannya di puskesmas-puskesmas atau RSUD?
Tentu fasilitas itu bisa diadakan. Tapi menjadi ribet pengadaan kotak atau lemari bersuhu minus 70 derajat itu. Jangan-jangan hanya spec-nya yang minus 70 tapi isinya hanya mie tanpa merek.
Memang vaksin itu masih bisa bertahan setelah dikeluarkan dari penyimpan minus 70 derajat. Tapi maksimal hanya lima hari. Setelah itu tidak bisa dipakai lagi.
Sedang vaksin Covid dari Sinovac bisa disimpan di dalam kulkas bersuhu minus 8 derajat. Bahkan masih bisa di suhu minus 2 derajat.
Fasilitas penyimpanan seperti itu banyak dimiliki siapa saja. Di mana-mana. Tinggal bagaimana jajaran tim vaksinasi bisa disiplin. Jangan sampai ada satu mata rantai distribusi yang teledor atau menganggap enteng.
Itulah yang terjadi di Korea Selatan dua bulan lalu. Ketika penduduk di sana dianjurkan menjalani vaksinasi antiflu. Untuk menghadapi musim dingin sekarang ini.
Hebohnya Anda sudah tahu: beberapa orang meninggal dunia. Hoaks pun banyak beredar: mereka itu meninggal akibat menjalani vaksinasi Covid. Padahal itu vaksinasi antiflu.
Penelitian pun dilakukan. Ternyata ditemukan ada yang menaruh kardus berisi vaksin antiflu di luar pendingin. Dianggap masih ada toleransi. Toh udara di luar sudah mulai masuk musim dingin.
Bayangkan kalau kita mendatangkan vaksin Pfizer. Bayangkan juga kebiasaan sembrono kita-kita ini. Maka dari sudut handling di lapangan, saya merasa vaksin Sinovac lebih cocok dengan ”budaya” sembrono kita.
Tentu kita masih harus menunggu pemberitahuan resmi: berapa persen efektivitas vaksin Sinovac itu. Ekspektasi kita pun tidak setinggi vaksin Pfizer yang rata-rata bisa 95 persen. Atau 90 persen untuk golongan umur di atas 60 tahun.
Kalau pun vaksin Sinovac bisa 85 persen baiknya tetap kita terima. Artinya, dari 100 orang yang menjalani vaksinasi ada 15 orang yang tidak muncul imunitasnya.
Kita sudah berharap banyak vaksinasi lah jalan keluar dari pandemi ini.
Boleh dikata, sekarang ini dunia sedang berebut vaksin. Antar negara kaya pun berebut barang yang sama.
Karena itu Inggris melangkah lebih dulu: menyetujui penggunaan vaksin Pfizer. Langkah kuda Inggris ini pun bikin sewot Amerika: kok bisa-bisanya Inggris mengeluarkan persetujuan lebih cepat dari Amerika.
Itu sampai membuat Presiden Donald Trump marah-marah: bagaimana Amerika bisa kalah cepat.
Ternyata prosedur persetujuan di Inggris memang lebih cepat. Di sana tidak perlu tahap ”uji publik”. Sedang di Amerika tahap uji publik itu mutlak.
Uji publik di Amerika itu baru dilakukan tadi malam. Waktu Jakarta. Lewat satu forum yang dilaksanakan secara online. Belum tahu hasilnya seperti apa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: