Warga di Bantaran Waduk Benanga Tak Khawatir Jebol

Warga di Bantaran Waduk Benanga Tak Khawatir Jebol

SAMARINDA, nomorsatukaltim.com - Di balik keindahan Bendungan Lempake atau Waduk Benanga, ada bahaya mengintai. Kapan saja. Ancaman yang timbul bukan hanya banjir. Namun kemungkinan jebolnya tanggul. Meski mengalami berkali-kali perbaikan dan peningkatan fungsi, namun daya dukung kawasan perlu menjadi perhatian khusus.

Waduk Benanga masih berperan vital dalam pengendalian banjir di  Samarinda. Meski kadang banjir tak dapat terelakkan. Selain fungsi tersebut, cekungan yang menampung air dari wilayah utara Samarinda ini menjadi daya tarik wisata. Bahkan, setiap malam Rabu, ada pasar malam persis di sisi dinding pintu keluar air bendungan itu. Warga sekitar, terutama yang bermukim di RT 30 dan 31 Kelurahan Lempake, terbiasa memadati pasar malam yang berada di mulut tanggul. Dua RT ini memang merupakan permukiman penduduk yang persis berada di bantaran Waduk Benanga. Rumah-rumah berjajar membentuk setengah lingkaran di bibir tanggul. Dari penglihatan, radius terdekat rumah warga dengan bibir waduk, sekitar 10 meter. Menurut Ardiansyah, warga yang rumahnya berjarak kurang lebih 10 meter dari dinding bendungan. Ia telah menetap di sana selama lima tahun. Berjualan barang-barang kebutuhan pokok. Ardiansyah mengaku, tak menyimpan kekhawatiran bahwa sewaktu-waktu waduk itu bisa runtuh dan memuntahkan air bah. Ia bahkan tak pernah terbesit bayangan tentang hal itu. "Kami di sini merasa biasa saja. Tidak ada ketakutan begitu," katanya. Yang biasa disaksikan Ardiansyah, ialah ketika air bendungan meluap. Dan merembet ke permukiman. Itu terjadi saat intensitas hujan tinggi. "Tapi tidak pernah sampai tenggelam rumah-rumah. Paling-paling genangan air di jalan setinggi mata kaki," ia menambahkan. Ardiansyah memercayai, bahwa tanggul bendungan tersebut sudah cukup kokoh. Sehingga ia yakin bahwa potensi bendungan jebol tidak akan terjadi. Warga lain, yang tak ingin identitasnya disebut, memberi pandangan sedikit berbeda. Warga tersebut, mengaku menyimpan sedikit was-was. Kendati ia juga tidak dapat menafikkan bahwa ia tinggal di rumah yang radiusnya dengan bendungan hanya berkisar 30-an meter. "Sebenarnya ada gambaran, kalau sewaktu-waktu tanggul bendungan ini jebol. Tapi tidak pilihan lain. Kami sudah berpuluh tahun tinggal di sini," ujar warga yang minta namanya tak ditulis. Ia menilai, pengelolaan terhadap waduk saat ini, sudah jauh lebih baik. Dengan berbagai perbaikan pada konstruksi bendungan. Dan pengawasan rutin. Sehingga hal itu, sedikit memberi rasa aman baginya. Disway-Nomor Satu Katim juga menemui Saryono, warga sekitar yang bekerja sebagai pengawas bendungan. Ia bersama dua rekannya bekerja sebagai honorer di Unit Pengawas Bendungan (UPB) Lempake, yang dibentuk Badan Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III. BWS K-III adalah badan yang bertanggungjawab atas Bendungan Benanga. Saryono bercerita, rutinitas harian yang dia lakukan sebagai pengawas bendungan, ialah melakukan pengecekan rutin. Memeriksa tinggi muka air, sebanyak tiga kali sehari. Dan mengecek instrumen-instrumen lain di waduk tersebut. Seperti pengukur rembesan atau intrusi dan daya tekan air ke dinding konstruksi atau ia menyebutnya tubuh bendung. Menggunakan alat viscometer. Kemudian ketinggian air menggunakan papan peilschall, dan alat pemeriksa suhu air;  telemetri. "Jadi alat pemantauannya ada yang manual dan ada yang digital. Sekarang juga sudah dibantu CCTV dan alat ukur digital yang tersambung lansung ke kantor. Sehingga, jika tidak dalam keadaan darurat, pemeriksaan kami hanya untuk membuat rekapan," jelasnya. "Tinggi muka air diukur tiga kali sehari, jam 7 pagi, jam 2 siang dan jam 5 sore. Sementara pengukuran rembesan air ke dinding konstruksi biasa 4 kali sebulan. Dan setelah hujan besar kita memantau tekanan air ke tubuh bendung," lanjutnya. Saryono menjelaskan, Bendungan Lempake, merupakan bendungan yang hanya satu sisi, tidak mengelilingi cekungan air. Katanya, tubuh bendung hanya sepanjang 350 meter. Inilah yang dikhawatirkan berpotensi jebol. Ketinggian air normal berada di kisaran 30-50 sentimeter dari atas mercu atau limpasan. Kalau hanya terjadi hujan ringan tingginya akan tetap sekitar itu. Sementara tinggi tubuh/dinding bendungan hanya 9,8 meter, kata dia. "Kalau hujan besar atau hujan merata terutama di hulu, baru naiknya agak lumayan," imbunya. "Seperti hujan yang terjadi kemarin ini, yang naiknya sampai 83 sentimeter. Dan statusnya waspada," sambung Saryono. Kejadian muka air paling tinggi, pada Mei-Juni 2020 mencapai 107 sentimeter selama kurang lebih tiga hari. Lebih jauh, ia memaparkan, kedalaman air di aliran sungai sekitar 3-4meter. Sedangkan di tubub bendungan sekitar 1 meter. Menurut Saryono, semenjak dikelola BWS K-III, mulai sering ada pengerukan sedimen di waduk tersebut. Untuk menambah daya tampung air. "Kami siaga. Bisa sampai 24 jam bekerja," kata Saryono. Hari-hari ke depan semakin berat buat Saryono dan tim BWS. BMKG sudah memberi peringatan datangnya hujan deras.  (das/yos)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: