Kasus TB Turun

Kasus TB Turun

TANJUNG REDEB, DISWAY - Tuberkulosis (TB), jadi salah satu penyakit yang tak luput dari pengawasan pemerintah daerah. Di Berau, jumlah orang terduga atau suspek mengalami penurunan di tahun 2020. Data Dinas Kesehatan Berau, 13 kecamatan di Berau, pada tahun 2019 jumlah orang terduga TB sebanyak 3.364 orang, turun menjadi 2.716 di tahun 2020. Kendati begitu, realisasi jumlah orang yang terduga TB yang telah mendapatkan pelayanan sesuai standar atau yang baru diketahui menderita TB pada Januari-Oktober 2020 hanya sebesar 19 persen atau baru ditemukan setara 527 orang. Kemudian capaian Case Detection Rate (CDR) sebagai salah satu indikator digunakan dalam pengendalian TB, yaitu proporsi jumlah pasien baru yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut di tahun 2019 silam, telah tercapai sebanyak 56 persen. Sedangkan Januari-Oktober 2020 masih mengalami penurunan 14 persen saja. Kedua angka tentu masih di bawah target yang ditetapkan dari total target yaitu 100 persen. Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Berau, Garna Sudarsono menjelaskan, meskipun perhitungan baru mencapai triwulan ke 3, pihaknya mengakui bahwa capaian terbilang sangat rendah. Jika angka penemuan kasusnya rendah, maka kemungkinan dampak penularannya akan lebih meluas. “Memang ada banyak faktor yang memengaruhi penemuan kasus, tetapi di tahun 2020 ini memang terkendala adanya pandemik COVID-19,” jelasnya kepada Disway Berau, Rabu (2/12). Garna menjelaskan, selama ini pencarian kasus dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya seperti secara pasif yakni menunggu pasien berobat puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga, pihaknya akan secara otomatis mendapatkan laporan terkait adanya suspek dan pasien yang positif TBC. Selama pandemik, pasien TB merasa enggan untuk pergi ke fasilitas kesehatan karena ketakutan akan terpapar oleh virus. Apalagi, pasien TB memiliki gejala yang dianggap cukup serupa, yaitu batuk yang berkelanjutan dan lama. Itulah salah satu trigger yang menyebabkan ketakutan tersebut. Saat ini, meskipun sudah menjelang akhir tahun, akses yang untuk mendapatkan diagnosis, pencegahan dan pengobatan serta perawatan akan menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Meski begitu, bukan berarti pihaknya tidak memberikan perhatian pada penderita TB. Sejauh ini penanganan bagi yang positif TB hingga mereka yang bergolongan tuberkulosis multi drug resistant (TB-MDR) telah mengalami penanganan yang cukup baik. Serta mereka terus dipantau untuk melakukan pengobatan secara berlangsung selama 6 bulan lamanya. Selain secara pasif, seharusnya pihak Dinkes melakukan penjaringan secara bersamaan, dengan petugas kesehatan turun langsung ke masyarakat. Kendati begitu, mereka belum melakukan kegiatan tersebut di tengah pandemik. Karena sangat rawan untuk menimbulkan kasus baru. “Kondisi seperti ini akan menjadi serba salah, tapi kami terus upayakan dalam pencarian dan penanganan yang baik. TB memang tidak seharusnya tenggelam ditengah hiruk pikuk wabah,” ungkapnya. Garna menegaskan, pengelolaan program TB pada puskesmas memang merupakan ujung tombak dalam penemuan, pengobatan dan evaluasi penderita. Tanpa penemuan suspek maka program pemberantasan TB paru dari penemuan sampai pengobatan tidak akan berhasil, sehingga proses penemuan suspek TB paru oleh petugas sangat menentukan dalam mencapai indikator keberhasilan. Hal ini menjadi evaluasi bagi mereka juga, bahkan dari pihak Kementerian. Apalagi memang benar diakui Pandemik mampu melumpuhkan segalanya. Jangan sampai TB menjadi pembunuh penyakit menular di kemudian hari, lantaran penanganan dan ketakutan di masyarakat masih menyelimuti. Walaupun begitu, pola penerapan hidup sehat dan kedisiplinan penggunaan masker, diharapkan dapat menekan angka kasus TB di Kabupaten Berau. *RAP/APP    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: