Kontroversi Disertasi
Tadinya saya berharap Pak Dahlan Iskan (DIS) yang menulis ini. Bos saya itu kan pernah mondok di pesantren. Ilmunya pasti lebih mumpuni untuk menulis viral ini. Sementara saya? Pernah mondok juga. Ketika SMP. Tapi sebatas pesantren kilat. Itu pun cuma seminggu. Tetapi akhirnya saya memutuskan menulis viral ini. Pak DIS kan sedang di Inggris. Jangan-jangan kehebohan disertasi itu belum sampai di negeri Ratu Elizabeth II tersebut. Sebab, jarak Indonesia dengan Inggris jauh sekali. Menurut Google mencapai 11.842 kilometer. Saya yakin jarak itu jauhnya melebihi lemparan Hulk. Ini mengenai disertasi yang viral itu. Yang menuai kontroversi itu. Yang dinilai Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyimpang itu. Disertasi itu ditulis Abdul Aziz. Mahasiswa program doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Jogjakarta. Juga seorang dosen di UIN Surakarta. Namanya mendadak jadi perbincangan karena disertasinya yang berjudul: ”Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital”. Disertasi itu memaparkan pemikiran Muhammad Syahrur. Pemikir Islam asal Suriah. Yang pernah lama menetap di Rusia. Jadi, itu bukan pemikiran Abdul Aziz sendiri. Ia meniliti pemikiran itu. Lalu menjadikannya disertasi. Yang berhasil menjadikannya doktor dengan predikat sangat memuaskan. Syahrur mengatakan hubungan seks di luar nikah diperbolehkan. Bahkan bisa dianggap halal. Asal memenuhi sarat tertentu. Abdul Aziz sudah menjelaskan itu. Kepada banyak media yang minta konfirmasinya. Menurutnya, disertasinya itu merujuk konsep Muhammad Syahrur. Yang menyatakan hubungan seks di luar nikah dianggap halal jika memenuhi syarat. Yakni, sudah dewasa dan berakal sehat; tidak dilakukan di tempat terbuka; tidak dengan perempuan bersuami; tidak secara homo; tidak memiliki hubungan darah; tidak dilakukan dengan mantan istri ayah; tidak juga dilakukan dengan ibu tiri. Syarat lain: asal dasarnya suka sama suka. Boleh dilakukan. Dan halal! Abdul Azis mengaku prihatin kepada mereka yang dikrimininalisasi dan stigmatisasi. Azis juga prihatin atas pembatasan akses terhadap mereka yang melakukan hubungan seksual nonmarital. Menurutnya, semua itu berawal dari hukum agama yang hanya melegalkan hubungan seksual marital. Sementara, hubungan seksual tanpa pernikahan dianggap kejahatan. Lalu, itu diadopsi negara dengan memasukkannya ke dalam hukum nasional. Ia menjelaskan, konsep Milk Al-Yamin didasarkan pada hubungan perbudakan masa lalu. Kala itu, seorang pemilik budak dapat berhubungan seks dengan istrinya. Juga dengan budak perempuannya. Saat ini perbudakan telah dihapus, pembolehan berhubungan seks tanpa menikah dengan budak itu diadopsi dalam bentuk baru. Yaitu hubungan seks tanpa paksaan. Tentunya dengan tidak melanggar syarat-syarat tadi. Karenanya Aziz menegaskan, tidak boleh lagi terjadi di negara ini penggeberekan di hotel hanya karena tidak punya surat nikah. Menurutnya hal itu melanggar hak asasi manusia. ”Subtansinya bahwa hubungan seksual non-marital bukan kriminal, bukan kejahatan. Ini bukan persoalan akan mendorong orang melakukan seks bebas atau tidak, tetapi mengembalikan hubungan seksual ini sebagai hak asasi,” ujar Aziz seperti dikutip dari voaindonesia.com. Sesuai tafsir Syahrur, Aziz juga mengatakan, kesepakatan untuk hubungan intim itu bisa dilakukan tanpa saksi atau wali. Karena, keduanya sudah dewasa dan berakal sehat. Terpenting, keduanya menyadari betul tindakan dan konsekuensi hubungan tersebut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara. Selasa (3/9), lembaga ini mengeluarkan keterangan resmi. MUI menilai disertasi tersebut menyimpang. Harus ditolak. Hasil penelitian Abdul Azis itu, kata MUI, bertentangan dengan Alquran dan AS-Sunnah. Juga bertentangan dengan kesepakatan ulama (ijma' ulama). Itu masuk dalam kategori pemikiran yang menyimpang (al-afkar al-munharifah). Harus ditolak. Itu dapat menimbulkan kerusakan (mafsadat) moral/akhlak umat dan bangsa. Konsep itu juga tidak sesuai untuk diterapkan di Indonesia. Itu mengarah kepada praktik kehidupan seks bebas. Bertentangan dengan tuntunan ajaran agama (syar'an). Pun bertentangan dengan norma susila yang berlaku ('urfan). Juga norma hukum yang berlaku di Indonesia (qanunan). Yang antara lain diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 dan nilai-nilai Pancasila. Praktik hubungan seksual nonmarital itu dapat merusak sendi kehidupan keluarga dan tujuan pernikahan yang luhur. Yaitu untuk membangun sebuah rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Yang tidak hanya untuk kepentingan nafsu syahwat semata. MUI juga menyesalkan promotor dan penguji disertasi. Yang dinilai tidak memiliki kepekaan perasaan publik. UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta sebenarnya sudah menggelar konferensi pers terkait persoalan ini. Tengoklah di kanal YouTube UIN Sunan Kalijaga. Yang dipublikasikan pada Senin (2/9). Yang sudah ditonton 21.258 kali dengan 445 komentar. Konferensi pers itu dipimpin langsung Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi. Juga menghadirkan para promotor dan penguji disertasi Abdul Aziz. Yudian mengakui kajian atas konsep Milk A Yamin itu cukup berbahaya. Jika dibenarkan, sama saja dengan merombak hukum perkawinan. Namun, Azis telah melakukan penelitian secara objektif dan sesuai dengan aturan akademik. Banyak catatan yang diberikan promotor maupun penguji. Azis harus memperbaiki hasil penelitiannya agar lebih komprehensif. Di antaranya, Aziz diminta mengubah judul disertasi. Harus ditambahkan kata problematika. Sehingga tidak terkesan langsung mendukung. Tetapi jika Aziz nekat, itu pandangan pribadinya. Pihaknya tidak akan mengatakan itu penelitian negara. Tapi penafsiran yang menyimpang. ”Kalau yang bersangkutan mengampanyekan, tentu sudah di luar kewenangan kami. Terpenting kami sudah mengingatkan. Dan kami sudah sampaikan keberatan,” katanya. Senada disampaikan Khoiruddin. Salah satu penguji disertasi Abdul Aziz. Ia mengatakan, dalam sidang promosi, ada kritik, saran, perbaikan, dari tim penguji. Hal itu menurutnya harus ditindaklanjuti. ”Setelah itu selesai, berarti secara akademik sudah selesai. Mau diputarbalikkan, itu sudah urusannya. Tetapi masukan sudah kami sampaikan. Untuk ditindaklanjuti. Kalau ia nekat, itu urusannya,” ujarnya. Pastinya disertasi Abdul Aziz hingga kini masih menjadi perbincangan hangat di negeri Via Vallen ini. Bahkan, saya mendapatkan kabar pada Minggu (8/9) akan diadakan diskusi publik menghadirkan Abdul Aziz sebagai pembicara. Diskusi itu akan diadakan di Kafe Basabasi Sorowajan, Yogyakarta pada Minggu (8/9). Temanya adalah: ”Kontroversi Disertasi; Kuasa Akademik Vs Kuasa Jurnalistik”. Saya ingin sekali menghadiri seminar tersebut. Sebab, ada beberapa pertanyaan yang ingin saya sampaikan langsung kepada Abdul Aziz. Salah satunya adalah: Apakah pemikiran pada disertasinya itu sudah pernah dipraktikkannya. (wirahadikusumah)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: