Polemik RZWP3K: Dibahas DPRD, Ditolak Aliansi Masyarakat

Polemik RZWP3K: Dibahas DPRD, Ditolak Aliansi Masyarakat

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) masuk dalam program pembentukan (propem) perda DPRD Kaltim, tahun ini. Ketua Bapem Perda DPRD Kaltim, Muspandi, beberapa waktu lalu mengatakan, ada 9 raperda yang dapat disahkan tahun ini. Di antaranya, RZWP3K itu. "Ada sembilan yang bisa (disahkan). Raperda RZWP3K itu juga," katanya. Namun tampaknya, perjalanan raperda ini menuju pengesahaannya tak akan berjalan mulus. Sebab, rencana zonasi itu memunculkan polemik. Mendapat kritikan, baik isi maupun prosedurnya. Ada beberapa organisasi dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang menyoroti. Di antaranya, mereka yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Ruang Bahari. Yaitu Jatam Kaltim, Walhi Kaltim, Pokja 30 Kaltim, Pokja Pesisir, dan Nelayan Balikpapan. Dari aliansi itu, dalam hal prosedur penyusunan rancangan perdanya, dinilai cacat prosedur. Penyusunan RZWP3K tanpa didahului dengan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS). Padahal, KLHS merupakan dasar bagi penyusunan RZWP3K. "Namun KLHS sampai saat ini belum selesai penyusunannya. Sedangkan pembahasan raperda sudah masuk ditahap akhir," kata Pradarma Rupang, bagian dari aliansi itu, Jumat (18/9/2020). Rupang, merupakan dinamisator Jatam Kaltim. Kemudian, dalam penyusunan dokumen RZWP3K Kaltim, pelibatan masyarakat masih sebatas "partisipasi simbolik", dan belum mampu merepresentasikan kepentingan publik secara umum. Sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. "Kemudian berikutnya, belum ada integrasi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) provinsi dan kabupaten/kota, dan RZWP3K dalam perencanaan dan pemanfaatan wilayah pesisir ke arah darat dan pulau-pulau kecil. Hal ini mengakibatkan tidak adanya jaminan perlindungan bagi pulau-pulau kecil karena perencanaannya tidak dilakukan dengan mempertimbangkan perairan dan pulau-pulau besar yang ada di sekitarnya," jelasnya. Selanjutnya, kata Rupang, tentang definisi garis. Definisi garis dimulainya wilayah RZWP3K masih tidak memiliki kesamaan. Jika dalam undang-undang menyatakan bahwa kecamatan terpinggir dari pesisir, sementara dari pokja KLHS yang dibentuk pemprov menyatakan, batas sudut terendah dari pantai 0-12 mil laut. Dalam hal penyusunan RZWP3K, tim penyusun dinilai tak ada koordinasi dengan pihak tata ruang dari kabupaten/kota. Sebab tidak ada bukti pertemuan tim penyusun RZWP3K bersama dengan tim tata ruang kabupaten/kota. Sampai hari ini, tidak ada laporan dari tim penyusun baik pokja KLHS maupun RZWP3K yang telah melakukan survei laut. Padahal, survei tersebut penting dalam hal penyusunan rencana zonasi itu. Itu serangkaian persoalan dalam hal prosedural penyusunannya. Sementara dari aspek substansi, RZWP3K ini dinilai menjadi pintu masuk bagi industri ekstraktif yang akan menghancurkan wilayah pesisir, khususnya ekosistem karst. Ekosistem karst akan mendapatkan gangguan besar dengan telah terkaplingnya 65.460 hektare izin tambang, di atas kawasan karst di pesisir Kaltim. Seluas 1,3 juta hektare telah terkapling penambangan minyak dan gas, bahkan seluas 719 ribu hektare menyerobot wilayah tangkapan nelayan tradisional. Kemudian, berkaitan dengan perlindungan terhadap kawasan karst. Meskipun gubernur Kaltim telah menetapkan luasan ekosistem karst Sangkulirang–Mangkalihat sebesar 1.867.676 hektare, namun itu tak serta merta memberi kepastian bagi perlindungan kawasan karst Sangkulirang- Mangkalihat. Hanya 307.337 hektare atau 16,45% saja yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Sisanya, terdapat 44 izin rencana kegiatan industri yang berpotensi merusak ekosistem karst ke depannya. Penyusunan rancangan RZWP3K Kaltim menghilangkan kawasan ekosistem mangrove sebagai kawasan konservasi. Wilayah-wilayah konservasi mangrove telah dikonversi menjadi kawasan industri, dan alih fungsi lahan mangrove untuk permukiman/perumahan. "Selanjutnya, ruang hidup nelayan dan masyarakat pesisir ikut terancam. Akses masyarakat pesisir terganggu oleh aktivitas industri di wilayah pesisir. Aturan pembatasan wilayah penangkapan ikan, reklamasi pantai hingga penurunan kualitas air yang akan ikut memengaruhi kualitas budidaya perikanan warga," kata Rupang. RZWP3K dinilai mengancam ruang hidup nelayan. Merampas ruang tangkap nelayan tradisional. Mulai adanya tumpang tindih wilayah tangkap nelayan dengan wilayah usaha migas seluas 719.524 hektare. Nelayan tradisional ruang tangkapnya dipaksakan 4-12 mil laut, sedangkan kemampuan untuk melaut paling jauh 2-3 mil laut. Ancaman berikutnya, menggusur permukiman nelayan dan masyarakat pesisir. Di dalam dokumen RZWP3K, permukiman nelayan dan masyarakat pesisir hanya ditetapkan di satu daerah. Yakni Bontang. Sementara ada 7 kabupaten/kota yang memiliki wilayah pesisir, yang butuh jaminan, sebagai bagian kawasan permukiman nelayan dan masyarakat pesisir di Kaltim. Dengan rencana zonasi itu, bisa menggusur ruang publik. Sepanjang 8.500 meter pantai Balikpapan dialihfungsikan menjadi Coastal Area. Masyarakat tidak lagi dapat mengakses dengan gratis kawasan tersebut karena telah mendapatkan keistimewaan untuk jadi wilayah privat. Atas sejumlah persoalan dan ancaman-ancaman terhadap kehidupan nelayan dan kelestarian lingkugan itu, pihaknya, kata Rupang, menuntut agar pemerintah membatalkan pembentukan RZWP3K Kaltim, dengan draf yang ada saat ini. "Kemudian, tarik kembali draf raperda RZWP3K. Dan kembalikan ke rakyat. Dan libatkan partisipasi nelayan tradisional dan masyarakat pesisir di Kaltim secara luas," katanya. Terhadap sikap aliansi, beserta persoalan dan ancaman-ancaman bila rencana zonasi tersebut disahkan jadi perda, telah disampaikan ke DPRD Kaltim. Dalam hal ini, pansus raperda RZWP3K itu. Yang diketuai Sarkowi Z. Zahry. "Kita juga akan teruskan catatan kami terkait RZWP3K ini ke KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan). Kan kita sudah serahkan (catatan) ke DPRD melalui pansus. Nah selanjutnya kita teruskan ke KKP. Bahwa sejumlah materi di rancangan tersebut itu bermasalah. Dan kita temukan cacat prosedural. Rencana pekan depan kita kirim laporan ini ke KKP," ujar Rupang. Sementara itu, menanggapi sikap aliansi itu. Ketua Pansus Raperda RZWP3K Kaltim, Sarkowi mengatakan, draf masih bisa berubah. Oleh sebab itu, masyarakat tak perlu khawatir. Setiap masukan akan diterima pihaknya. "Draf masih bisa berubah. Jangan takut. Ini (raperda) masih belum (final). Raperda ini, kita membagi zonasi. Peruntukkan ekonomi, konservasi, dan lainnya. Tinggal bagaimana, pembagian zonasi itu tidak ada yang dirugikan," katanya. Raperda RZWP3K Kaltim muncul sejak 2018. Namun pembahasannya tak pernah selesai. Raperda itu inisiasi Pemprov Kaltim. (sah/zul)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: