Politikus Anti-Islam Jadi Otak Pembakaran Alquran
Molmo, nomorsatukaltim.com - Pada hari Jumat pekan lalu, kerusuhan hebat pecah di Kota Malmo, Swedia. Sekitar 300 orang berkumpul untuk memprotes aksi anti-Islam. Dalam aksi itu, kelompok ekstrimis sayap kanan membakar salinan kitab suci Alquran, yang memantik kekerasan tak terkendali di kota tersebut.
Kantor berita AFP, yang dikutip Senin (31/8),melaporkan bahwa Rasmus Paludan, politisi sayap kanan Denmark yang memimpin partai anti-imigrasi Garis Keras, juga dikenal sebagai Stram Kurs, akan berbicara di pertemuan umum tersebut. Namun, pihak berwenang Swedia memblokir kedatangannya di Malmo, yang memicu kekerasan lebih lanjut di antara kelompok-kelompok yang bentrok.
Paludan, yang pernah membakar salinan Alquran di Denmark, sudah jauh hari terang-terangan menyampaikan niatnya untuk membakar salinan kitab suci umat Islam itu. Dalam pertemuan umum di Swedia. Niat itu akhirnya diwujudukan kelompok ekstremis sayap kanan yang sepaham dengan Paludan. Niat terang-terangan itulah yang membuat Paludan disalahkan sebagai pemicu kerusuhan tersebut.
Partai politik sayap kanan Denmark ini relatif baru. Didirikan pada 2017 oleh Rasmus Paludan. Dikenal dengan sikap anti-Islamnya secara terbuka. Sebagian besar agenda partai berfokus pada membangun narasi anti-Islam dan terlibat dalam tindakan yang provokatif dan ofensif terhadap Islam dan muslim. Partai tersebut menggunakan platform media sosial dan pertemuan publik untuk memajukan agenda mereka.
Selain memiliki pandangan garis keras tentang etnis, imigrasi, dan kewarganegaraan, Stram Kurs juga mengupayakan pelarangan Islam dan khususnya muslim di Denmark. Tidak diketahui berapa banyak anggota yang dimiliki partai tersebut. Tetapi partai itu mencoba untuk ikut dalam pemilihan umum Denmark 2019. Meski hanya memperoleh sedikit suara. Pada musim panas 2019, partai tersebut berhasil mendapatkan 20.000 tanda tangan pemilih yang diperlukan untuk mengikuti pemilihan parlemen.
Pada Maret 2020, Stram Kurs dinyatakan bersalah. Karena menyalahgunakan sistem deklarasi pemungutan suara Denmark dan penangguhan sementara yang diberlakukan pada Desember 2019. Diperpanjang hingga September 2022. Untuk menghindari penangguhan ini, partai tersebut mengganti namanya menjadi “Hard Line (Garis Keras)”. Instansi pemerintah Denmark tidak menganggap pembuatan entitas baru ini ilegal dan diizinkan untuk beroperasi.
Paludan adalah mantan pengacara yang kemudian menjadi politikus anti-imigrasi, anti-muslim, dan terkenal dengan sikap yang rasis. Pada April 2019, dia dihukum karena membuat pernyataan rasis.
Pada Juni 2020, dia menjalani hukuman percobaan tiga bulan penjara dalam kasus yang melibatkan 14 dakwaan berbeda. Di mana dia dinyatakan bersalah atas semuanya.
Menurut laporan media Denmark, di antara berbagai tuduhan, Paludan sekali lagi dinyatakan bersalah. Karena membuat pernyataan rasis dan termasuk satu insiden di mana dia menewaskan seorang pria dengan menggunakan kendaraan. Pengadilan melarangnya bekerja sebagai pengacara selama tiga tahun. Dia juga dilarang menggunakan surat izin mengemudi (SIM) selama satu tahun.
Menurut laporan The Guardian dari 2019, video provokatif Paludan di YouTube telah mendapatkan banyak pengikut remaja. Sebuah platform yang memungkinkannya untuk membangun basis pengikutnya dengan relatif cepat. Mengubahnya dari seorang pengacara yang tidak dikenal menjadi seorang ekstremis yang berkompetisi dalam pemilihan umum Denmark.
Selama beberapa dekade, Swedia dan Denmark menonjol sebagai salah satu dari sedikit negara yang secara politik stabil di kawasan Eropa. Namun, kondisinya telah berubah selama beberapa tahun terakhir. Terutama sejak krisis migrasi di Eropa yang dimulai dengan serius pada 2015.
Isu-isu seperti imigrasi, rasial, integrasi, kejahatan, agama, kesejahteraan sosial dan diskriminasi, dan lain-lain, telah menjadi garis depan diskusi politik di negara-negara tersebut.
Pada pertemuan umum politik 2017, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berkata, “Anda lihat apa yang terjadi tadi malam di Swedia. Swedia! Siapa yang percaya ini? Swedia! Mereka mengambil dalam jumlah besar. Mereka mengalami masalah yang tidak pernah mereka duga.”
Trump mengacu pada kerusuhan yang meletus di pinggiran imigran Stockholm yang terjadi setelah polisi berusaha menangkap tersangka atas tuduhan narkoba. Di masa lalu, negara ini telah menyaksikan letusan kerusuhan yang terkait dengan masalah pengangguran dan integrasi imigran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: