Muslim Rohingya Dilarang Ikut Pemilu

Muslim Rohingya Dilarang Ikut Pemilu

TIDAK ADA DAFTAR PEMILIH

Tin Hlaing, ketua komisi pemilihan Rakhine State yang menolak aplikasi Rasheed, mengatakan bahwa tentu orang tuanya bukan warga negara pada saat dia lahir.

Di apartemennya, Rasheed memegang dokumen yang dimiliki kedua orang tuanya, yang menurutnya cukup sebagai bukti kewarganegaraan. Kartu-kartu tersebut ditarik pada 1990-an ketika banyak orang Rohingya menemukan bahwa kartu-kartu tersebut diganti dengan “kartu putih” sementara.

Pada 2015, Presiden Thein Sein mengumumkan bahwa kartu putih juga akan dibatalkan. Ia mencabut hak Rohingya untuk memilih pada pemilu 2015 yang membawa Suu Kyi ke tampuk kekuasaan.

Meskipun dikecualikan dari pemungutan suara atau pencalonan dalam pemilihan itu, banyak orang Rohingya menaruh kepercayaan mereka pada partai pemimpin demokrasi lama itu.

“Kita bisa memahami situasi sebelumnya, bahwa pemerintahan sebelumnya yang didukung oleh militer tidak mengikuti norma demokrasi,” kata Kyaw Soe Aung, sekretaris jenderal Partai Demokrasi dan Hak Asasi Manusia (DHRP), salah satu dari tiga partai Rohingya di Myanmar.

“Tetapi sulit untuk memahami bahwa Aung San Suu Kyi dan pemerintahan demokratisnya akan melakukan hal yang sama,” katanya.

Ketua Partai DHRP, Kyaw Min, juga ditolak minggu ini. Meski memenangkan kursi dalam pemilu 1990, yang dibatalkan oleh mantan pemerintahan militer, dan menghabiskan bertahun-tahun penjara bersama dengan aktivis demokrasi lainnya.

Seorang kandidat independen Rohingya yang juga dilarang dalam pemilihan, Abu Tahay mengatakan, jika orang-orang Rohingya dikeluarkan dari pemilihan sebagai kandidat dan pemilih, berarti mereka akan terhalang dalam upaya mencapai tujuan mereka untuk mengamankan kewarganegaraan dan “hidup berdampingan secara damai” dengan semua warga negara. “Mereka tidak punya harapan untuk masa depan mereka,” katanya.

Tetua komunitas Kyaw Hla Aung mengatakan, daftar pemilih telah dipasang di seluruh negeri, tidak ada yang muncul di kamp-kamp di luar ibu kota negara bagian Rakhine, Sittwe, di mana sekitar 100.000 Rohingya dikurung.

“Pada 2015, sekitar 200 orang muncul di daftar pemilih. Tetapi kali ini tidak ada daftar pemilih,” sesalnya.

Aye Win, salah satu dari enam orang Rohingya yang telah disetujui untuk mencalonkan diri dalam pemilihan, mengatakan, hanya ada sedikit harapan untuk menang kecuali jika lebih banyak lagi orang Rohingya diberikan kewarganegaraan sebelum pemungutan suara. “Kalau tidak, situasinya tidak bagus,” ujarnya. (an/qn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: