Oh, Ini Alasan Warga Wika di Balikpapan Pasang Spanduk Penolakan Pembangungan

Oh, Ini Alasan Warga Wika di Balikpapan Pasang Spanduk Penolakan Pembangungan

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Rencana perubahan fungsi area Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditolak. Oleh Warga Wika, perumahan Tamansari Bukit Mutiara. Permasalahannya, areal itu ingin disulap menjadi sekolah dasar.

RTH yang dimaksud posisinya berhadapan dengan klaster Kutai Hills. Di samping kiri Klaster Mahogany. Di samping kanannya berbatasan dengan klaster Cendana I. Sekitar 100 meter di depan Masjid As Salam. Di atas area RTH itu terpampang spanduk tuntutan warga. Itu spanduk ditujukan untuk pihak pengembang PT WIKA Realty. Ada tulisannya.

Warga Wika menolak rencana mendirikan bangunan apapun di atas tanah ini. Karena tanah ini adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). Sesuai dengan master plan pembangunan perumahan ini. Artinya tanah ini adalah fasilitas yang diberikan kepada warga Wika.

Salah satu warga RT 10, Klaster Mahogany Rijal, mengaku tidak mengetahui adanya penolakan warga. Termasuk perihal spanduk. Ia juga mengaku tidak mengetahui adanya rencana pihak pengelola untuk membangun sekolah dasar di atas area RTH. "Selama ini anak-anak kami bermain bola di RTH. Bahkan pedagang dilarang berjualan di situ," katanya.

Pun demikian dengan petugas jaga. Tak tahu adanya spanduk. Sampai akhirnya awak media ini menemui Ketua RT 15, Slamet Imam Santoso. Imam, sapaannya, membenarkan jika ada sembilan RT yang sebelumnya menolak rencana alih fungsi RTH jadi sekolah dasar. "Bukannya kita menolak pembangunan SD, tapi sebaiknya disesuaikan dengan tata ruang kota kita. Dan tata ruang perumahan kita," katanya.

Yang menjadi kekhawatiran warga sekitar, katanya, jumlah RTH di sana terbatas. Volume pembangunan dikawasan juga sudah ditentukan dalam master plan. Jika RTH yang ada dikurangi lagi, maka ditakutkan debit air yang ada di bendali Wika akan meningkat.

"Jangka panjangnya akan berisiko terhadap lingkungan disekitar situ," katanya.

Ia berharap pihak developer bisa mengakomodir, untuk berembuk dengan warga sekitar, dan perangkat daerah. "Kita perlu cari solusi yang memungkinkan pembangunan sekolah itu," katanya.

Selain itu, Imam yang menjadi perwakilan Forum 9 RT Tamansari Bukit Mutiara mengatakan ada wacana pelimpahan kawasan dari pihak developer dengan pemkot. "Tapi susah bertahun-tahun belum terealisasi," ungkapnya.

Sehingga beban untuk perbaikan sejumlah fasilitas umum (fasum) di perumahan tersebut, bisa segera diantisipasi oleh pemkot. Karena selama ini, menurutnya, pihak pengembang sudah menyerahkan tanggungjawab beban pemeliharaan fasum kepada masing-masing ketua RT. "Fasum itu beban. Selama ini swadaya warga," urainya.

Misalnya Penerangan Jalan Umum (PJU), listriknya, bahkan untuk petugas keamanan juga jadi beban warga, bukan lagi pengembang. "Cost perbulan itu enggak mati Rp 20 juta sampai Rp 30 juta," katanya. (ryn/boy)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: