Pemerintah Bubar saat Krisis Ekonomi dan Politik di Lebanon
Sementara itu, masyarakat Lebanon masih berjuang untuk menghadapi luasnya dampak dari ledakan yang menghancurkan keseluruhan wilayah kota.
“Ekonomi telah terpuruk dan saat ini saya tidak mampu lagi mencari uang,” kata Eli Abi Hanna, seorang warga setempat yang rumah dan bengkel mobilnya hancur akibat ledakan. “Lebih mudah mencari uang saat perang sipil. Para politisi dan krisis ekonomi telah merusak segalanya,” kata dia.
Pihak militer mengumumkan lima jasad telah ditemukan dari reruntuhan. Sehingga total korban tewas mencapai 163 orang. Upaya penyelamatan dan pencarian masih berlanjut sampai saat ini.
Aksi protes anti pemerintah selama dua hari terakhir merupakan unjuk rasa terbesar sejak Oktober tahun lalu. Saat itu, para demonstran kecewa. Karena mereka meyakini korupsi yang masif, tata kelola pemerintahan buruk, dan rendahnya tingkat akuntabilitas menjadi biang krisis ekonomi di Lebanon.
Sebuah pertemuan dari lembaga-lembaga donor internasional pada Minggu (9/8) berjanji akan mengumpulkan dana kurang lebih 253 juta euro (sekitar Rp 4,36 triliun). Untuk membiayai bantuan kemanusiaan langsung. Namun negara-negara asing yang memberi dana menuntut pemerintah setempat transparan saat menggunakan bantuan tersebut.
Beberapa warga ragu rezim akan berubah. Mengingat sistem politik sektarian telah mendominasi di Lebanon sejak berakhirnya konflik pada 1975-1990.
“Tidak akan ada yang berhasil. Orang-orang (di pemerintahan) masih sama. Ini merupakan jaringan mafia,” kata Antoinette Baaklini, seorang pegawai perusahaan listrik yang kantornya hancur akibat ledakan. (an/qn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: