Bankaltimtara

Ruang Pendidikan Sebagai Wadah Apresiasi

Ruang Pendidikan Sebagai Wadah Apresiasi

Siti Fajdah Zahrotunnisa.--

oleh: Siti Fajdah Zahrotunnisa*

PENDIDIKAN idealnya menjadi sarana pengembangan potensi peserta didik secara menyeluruh, mencakup berbagai aspek akademik maupun non-akademik. Namun, dalam praktiknya, peminatan non-akademik sering kali mendapat ruang yang terbatas di lembaga PENDIDIKAN formal.

Padahal, kegiatan seperti seni, olahraga, kepemimpinan, kewirausahaan, dan keterampilan sosial memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan kompetensi peserta didik di masa depan.

Keterbatasan ruang bagi peminatan non-akademik menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita masih terlalu menitikberatkan pada capaian kognitif semata. Peminatan non-akademik dalam ruang pendidikan seringkali menjadi wadah yang sangat terbatas, terkesan kurang mendapat perhatian dan dukungan yang sama dibanding peminatan akademik.

Data dari penerimaan mahasiswa baru di beberapa universitas pada tahun 2025 menunjukkan bahwa peminatan yang bersifat nonakademik seperti Pendidikan Seni Tari, Musik, Seni Rupa, dan Pendidikan Kepelatihan Olahraga memiliki daya tampung yang jauh lebih kecil dibanding jurusan akademik seperti matematika, teknik, dan ilmu sosial.

Misalnya, di Universitas Negeri Semarang, peminatan non-akademik seperti Pendidikan Seni Tari dan Musik masing-masing hanya tersedia ratusan kuota, sementara jurusan akademik bisa menyerap mahasiswa lebih banyak dan menjadi favorit.

Hal ini menunjukkan bahwa ruang bagi peminatan non-akademik dalam sistem pendidikan tinggi masih sangat terbatas baik dari segi kesempatan masuk maupun ketersediaan program studi.

Selain itu, perhatian fasilitas, pendanaan, dan kesempatan pengembangan non-akademik di lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi juga sering kalah jauh dibanding bidang akademik.

Padahal, pendidikan nonakademik sangat penting untuk mengembangkan soft skills, kreativitas, dan bakat siswa di luar ranah teori dan ilmu murni. Keberadaan peminatan non-akademik yang lebih luas dan didukung secara serius bisa membantu mencetak generasi yang lebih seimbang antara intelektual dan kemampuan praktis.

Singkatnya, peminatan non-akademik saat ini masih menjadi ruang terbatas di dunia pendidikan Indonesia, dilihat dari daya tampung, perhatian institusi, dan dukungan fasilitasnya. Perlu adanya kebijakan dan perhatian lebih untuk mengangkat posisi peminatan non-akademik agar bisa berkembang sejajar dengan peminatan akademik demi menciptakan pendidikan yang lebih inklusif dan beragam.

Pertama, keterbatasan fasilitas dan dukungan bagi kegiatan non-akademik menjadi masalah utama. Banyak sekolah yang tidak memiliki sarana memadai untuk mengembangkan minat siswa di bidang seni, olahraga, atau teknologi.

Akibatnya, siswa yang memiliki bakat di luar akademik tidak mendapat kesempatan optimal untuk berkembang. Hal ini bertentangan dengan prinsip Merdeka Belajar yang seharusnya memberi kebebasan bagi peserta didik untuk mengekspresikan diri sesuai minat dan potensinya.

Ada banyak potensi lain yang tumbuh namun sering kali terpinggirkan yakni minat dan bakat non-akademik.

Kedua, paradigma masyarakat dan lembaga pendidikan yang masih mengukur keberhasilan melalui nilai akademik mempersempit makna pendidikan. Peserta didik cenderung diarahkan untuk mengejar nilai ujian, sementara prestasi non-akademik dianggap sebagai kegiatan tambahan atau sekadar hiburan

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: