ISPA Hantui Anak-Anak di Kutim, Dokter Ingatkan Hal Ini
Ilustrasi penyakit ISPA pada anak.-istimewa-
BACA JUGA:Warga Sandaran Keluhkan Listrik dan Air Bersih, DPRD Kutim Dorong Pemanfaatan Energi Alternatif
Ia menekankan, perhatian pada tumbuh kembang anak, terutama di 1.000 hari pertama kehidupan.
Itu menjadi kunci penting dalam mencegah dampak jangka panjang dari penyakit berulang seperti ISPA.
“Kalau kita bicara ISPA, itu tinggal dampaknya saja. Yang lebih penting adalah bagaimana kita mengangkat tumbuh kembang anak sejak awal, terutama 9 bulan dalam kandungan sampai usia 2 tahun pertama,” jelasnya.
Ketika ditanya apakah tingginya kasus ISPA berhubungan dengan stunting, dokter menegaskan ada kaitan erat antara keduanya.
Anak yang sering sakit akan mengalami penurunan nafsu makan, asupan gizi yang berkurang, hingga berisiko mengalami stunting.
“Saling berhubungan. Anak yang sedikit-sedikit sakit, praktis nafsu makannya berkurang. Metabolisme tubuhnya juga meningkat, sehingga gizi yang masuk tidak cukup. Itu bisa memengaruhi risiko stunting,” terangnya.
BACA JUGA:Ketua DPRD Kutim Dorong Optimalisasi PAD Melalui Pajak Kendaraan
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa ISPA tidak berdiri sendiri. Ada banyak faktor lingkungan lain yang ikut memengaruhi.
Mulai dari kualitas udara, kebersihan rumah, hingga pola asuh keluarga.
Penanganan ISPA harus dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya mengobati gejala, tetapi juga memperhatikan faktor gizi, pola hidup sehat, dan kondisi lingkungan.
“Namanya anak sakit, pasti makannya terganggu. Kalau ini terjadi berulang, dampaknya bisa panjang. Jadi perlu upaya bersama, orang tua, tenaga medis, dan pemerintah untuk mengurangi risiko ini,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
