Padahal, penyu merupakan satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Di Berau, penyu juga menjadi salah satu ikon utama pariwisata, khususnya di kawasan Kepulauan Derawan.
Harry menilai keberadaan petugas konservasi di Pulau Derawan juga patut dipertanyakan. Meski video penyu mati yang diunggahnya telah ramai diperbincangkan di media sosial, ia menilai tidak ada tindak lanjut berarti dari pihak berwenang.
“Sudah diposting, masa tidak dilihat? Seharusnya mereka peduli karena ini bagian dari tugas dan tanggung jawab. Tapi kenyataannya tidak ada tindakan,” ujarnya.
Harry juga mengungkapkan, telah mengirimkan surat terbuka kepada pihak-pihak terkait dalam perlindungan penyu di Pulau Derawan.
Namun hingga kini, belum ada respons maupun langkah konkret yang diterimanya.
“Saya tidak bisa lagi diam melihat satwa yang dilindungi ini terus mati tanpa alasan yang wajar, hanya karena kurangnya pengawasan, penegakan hukum, dan upaya pencegahan,” tegasnya.
Ia menilai, kematian penyu bukan hanya menjadi kerugian bagi ekosistem laut, tetapi juga berdampak langsung terhadap identitas serta potensi pariwisata Kabupaten Berau.
Oleh karena itu, Harry mendesak pihak berwenang untuk segera melakukan pengecekan dan identifikasi terhadap penyu yang mati, mendokumentasikan luka-luka yang ditemukan, serta melakukan penyelidikan menyeluruh guna mengetahui pihak atau kapal yang bertanggung jawab.
Selain itu, ia meminta agar sanksi tegas diberlakukan sesuai aturan yang berlaku, serta adanya koordinasi yang lebih kuat antara pemerintah, BKSDA, WWF, dan masyarakat lokal dalam pengawasan perairan yang menjadi habitat penyu.
“Waktu tidak bisa menunggu. Setiap hari tanpa tindakan, resikonya semakin besar bagi penyu dan ekosistem lainnya. Kami berharap ada komitmen nyata untuk melindungi satwa yang menjadi harta bersama ini,” pungkasnya.