Kejelasan Status Lahan Hambat Realisasi Cetak Sawah di Kaltim, Swasembada Beras Terancam

Sabtu 06-12-2025,19:31 WIB
Reporter : Mayang Sari
Editor : Didik Eri Sukianto

SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM- Masalah tata ruang dan konflik lahan menjadi salah satu faktor menghambat realisasi cetak sawah 2025 di Kaltim.

Program yang direncanakan 1.800 hektare itu gagal terpenuhi karena banyak lokasi belum memiliki kejelasan status kawasan atau masuk dalam area berizin lain.

Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Guntur mengungkapkan, pada 2025, pemerintah memasang target 1.800 hektare sawah baru, namun realisasinya diperkirakan hanya sekitar 1.000 hektare.

"Hambatan regulasi seperti ini sebenarnya bisa dibenahi jika ada koordinasi lebih cepat antara pemerintah kabupaten, provinsi, dan kementerian teknis. Kami di DPRD siap membantu dari sisi regulasi maupun fasilitasi," ujar Guntur beberapa waktu lalu.

BACA JUGA: Kaltim Targetkan Swasembada Pangan 2027, Pemerintah Fokus Tata Lahan dan Percepatan Cetak Sawah

Di Mahakam Ulu (Mahulu), ungkap Guntur, sejumlah lokasi potensial belum dapat digarap karena statusnya masih berada di kawasan hutan yang belum dilepaskan atau belum masuk peruntukan pertanian.

Proses birokrasi pelepasan kawasan dinilai terlalu panjang.

"Daerah seperti Mahulu sebenarnya punya potensi. Tetapi tanpa penyelesaian status kawasan, tidak mungkin dilakukan pembangunan sawah baru," terangnya.

Sementara di Kutim, banyak calon lokasi sawah yang bersinggungan dengan konsesi perkebunan atau pertambangan.

BACA JUGA: Kejar Target Swasembada Beras Lokal, DTPHP Kutim Maksimalkan Produktivitas Sawah

Hal ini membuat pemerintah daerah kesulitan menyelesaikan izin pembukaan lahan.

"Overlap perizinan antara pertanian, perkebunan, dan pertambangan adalah isu lama. Kami minta kabupaten dan provinsi duduk bersama untuk menentukan prioritas pembangunan," tegasnya.

Di Paser, sejumlah lahan yang direncanakan untuk cetak sawah justru masuk area pengembangan industri atau kawasan lain yang belum tersinkron dalam proses revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

"RTRW harus diperbaiki. Tidak boleh perencanaan pangan terganggu hanya karena ketidaksinkronan dokumen tata ruang," ujarnya.

BACA JUGA: Pemprov Kaltim Optimisitis Swasembada Pangan 2026

Kategori :