BERAU, NOMORSATUKALTIM – Rencana pembangunan Sekolah Rakyat (SR) di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menemui hambatan.
Meski telah melalui tahap pematangan lahan di Kecamatan Gunung Tabur, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau belum dapat memenuhi standar lahan “siap bangun” yang menjadi syarat utama dari pemerintah pusat.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Berau, Iswahyudi mengatakan, progres penyiapan lahan baru mencapai tahap cut and fill atau pembersihan awal.
Tahap tersebut belum cukup untuk memenuhi standar pemerintah pusat yang mensyaratkan kontur lahan benar-benar datar dan stabil sebelum pembangunan fisik dimulai.
BACA JUGA: Belum Disetujui Kemensos, Pemkot Balikpapan Masih Menunggu Pembangunan Sekolah Rakyat
BACA JUGA: Pembangunan Sekolah Rakyat Kutim Masuki Tahap Pematangan Lahan
“Lahan SR di Gunung Tabur progresnya baru sampai cut and fill, itu pun dengan anggaran yang sangat terbatas. Makanya kita belum tahu sampai mana cakupan land clearing kita. Pada evaluasi kemarin, pengajuan kita ditolak karena lahan belum siap bangun,” ujar Iswahyudi, Rabu (19/11/2025).
Menurut dia, tingginya standar teknis yang ditetapkan pemerintah pusat bukan tanpa alasan. Sekolah Rakyat dirancang menggunakan konsep boarding school dengan kebutuhan fasilitas yang cukup besar.
Karena itu, lahan yang diminta harus seluas 5 hingga 10 hektar dalam kondisi datar, sesuatu yang sulit dipenuhi di kawasan berbukit seperti Berau.
“Kalau yang diminta cuma setengah hektare mungkin mudah dicari di perkotaan. Tapi untuk 10 hektare lahan datar, jelas sulit. Ini bukan hanya di Berau, banyak daerah juga mengalami kendala yang sama saat evaluasi kemarin,” katanya.
BACA JUGA: Sekolah Rakyat di PPU Diperkirakan Baru Dibangun Tahun 2026
BACA JUGA: Paser Belum Ajukan Sekolah Rakyat, Kepala Dinsos Ungkap Kendala Utamanya
Ia mencontohkan Kutai Timur yang sebagian besar lahannya berupa rawa dan membutuhkan penimbunan rawa bernilai miliaran rupiah.
Daerah lain seperti Aceh juga menghadapi tantangan serupa karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan penyediaan lahan datar skala besar.
Selain persoalan teknis lahan, tantangan lain muncul dari sisi calon peserta didik. Meski data penerima manfaat kategori desil 1 dan 2 cukup banyak, tidak semua keluarga bersedia mengikuti program sistem sekolah berasrama tersebut.