Dari total itu, sekitar 19 ton per hari dikelola lebih awal di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Pasar Induk, sementara sisanya langsung dibawa ke TPA untuk dipadatkan dan ditimbun melalui pola control landfill.
Ia mengakui, pengelolaan sampah di Kutim masih menghadapi berbagai kendala, terutama dari sisi fasilitas dan sarana pendukung.
Hingga kini, belum tersedia sistem pemilahan sampah dalam skala besar yang dapat membantu mengurangi volume pembuangan ke TPA.
“Kita sudah memulai upaya pengurangan dengan membuat kebijakan. Kita sudah membuat instruksi bupati terkait pengolahan pemilahan pengurangan dari sumber. Saat ini tahap sosialisasi,” tuturnya.
Sebagai langkah awal, DLH telah menetapkan 20 rukun tetangga (RT) percontohan di Sangatta Utara dan Sangatta Selatan sebagai wilayah uji coba pengelolaan sampah mandiri.
Program ini diharapkan menjadi model yang bisa direplikasi di wilayah lain setelah masyarakat mulai terbiasa memilah sampah dari rumah.
BACA JUGA: KSP Dorong Kutim Gandeng Perusahaan Besar untuk Tangani Stunting di Tengah Efisiensi
Instruksi Bupati Kutim tentang pengurangan dan pemilahan sampah juga telah diterbitkan sebagai dasar kebijakan dalam memperkuat kesadaran lingkungan di tingkat masyarakat. Kebijakan ini mengatur tentang kewajiban pemilahan sampah organik, anorganik, dan residu sejak dari sumbernya.
Namun, Dewi menilai bahwa perubahan perilaku masyarakat tidak bisa terjadi secara cepat.
Menurutnya, butuh waktu dan pendampingan berkelanjutan agar warga dapat memahami pentingnya memilah dan mengurangi sampah sejak dari rumah tangga.
“Merubah perilaku masyarakat kita juga tidak bisa instan. Yang pasti saat ini, kita sudah memulai upaya pengurangan dengan membuat kebijakan,” katanya menegaskan.
Selain faktor kebiasaan masyarakat, DLH Kutim juga masih terkendala keterbatasan alat berat di TPA Batota.
Saat ini, hanya ada dua unit excavator yang digunakan untuk memadatkan dan menimbun sampah yang datang setiap hari.
“LH itu cuman punya dua excavator untuk mengelola sampah di TPA 110 ton, bayangin,” ujarnya menggambarkan kondisi di lapangan.
Untuk mengatasi persoalan tersebut, DLH Kutim telah mengusulkan penambahan sarana dan prasarana dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2026.
Pengadaan itu mencakup penambahan alat berat, kendaraan pengangkut, serta peralatan penunjang lainnya untuk memperkuat sistem pengelolaan control landfill.