AMAN Kutai Barat Sebut Polemik Lembaga Adat Dipicu Tarik-Menarik Politik

Rabu 27-08-2025,08:06 WIB
Reporter : Eventius Suparno
Editor : Hariadi

Justru, kata dia, ada pihak lain yang mencoba mengondisikan seakan bupati turut terlibat. 

BACA JUGA: Tanah Ulayat Dayak Petung Terdesak Korporasi, DPRD Berau Dorong Legalitas 2.000 Hektare Wilayah Adat

BACA JUGA: 4 Komunitas Lokal di Kubar Ajukan Usulan Penetapan Status Hutan Adat

“Menurut saya, Edwin tidak sampai mengurus hal sekecil ini. Ada pihak tertentu yang memprovokasi masyarakat dan memperkeruh keadaan,” katanya.

Situasi tersebut berdampak pada masyarakat, terutama lembaga adat di kampung-kampung. 

Mereka disebut menjadi bingung menentukan sikap karena harus memilih merujuk ke pihak mana. 

Kondisi ini membuat jalannya organisasi adat ikut tersendat.

BACA JUGA: Bupati Frederick Edwin Tekankan Integritas dan Sinergi

BACA JUGA: Warga Muara Ponaq Dihantui Gelap Gulita, PLN Tak Ada Apalagi Sinyal

Petrus mengingatkan bahwa secara aturan, posisi lembaga adat sudah diatur dengan jelas. 

Ia merujuk Permendagri Nomor 18 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa, yang menyebutkan lembaga yang sudah terbentuk sebelumnya tetap sah dan berlaku. 

Artinya, keberadaan lembaga adat lama tetap diakui.

Selain itu, Perda Nomor 24 Tahun 2001 juga masih menjadi rujukan. 

BACA JUGA: Ribuan Warga Muara Ponaq Kutai Barat Terisolasi Akibat Jalan Rusak

BACA JUGA: Revisi Perda Pajak Kubar Ramai Diperdebatkan, DPRD Pastikan Warga Tak Terbebani

Tidak ada ketentuan dalam aturan itu yang memberikan kewenangan mutlak kepada kepala desa atau kepala kampung untuk membentuk lembaga adat baru sesuai kehendak pribadi. 

Kategori :