Juknis kebijakan ini harus dikaji bersama dengan Inspektorat, maupun Biro Hukum, dan perangkat lainnya yang terkait. Jadi, tidak bisa serta merta juknis itu diberlakukan secara instan.
"Pemprov harus membuat sistem pengawasan, sehingga WFA dapat benar-benar diterapkan. Jadi, perlu adanya kajian dan pembahasan bersama dengan pihak terkait seperti inspektorat, BKD dan Biro Hukum. Tentunya, rencana ini kami tinjau ulang, Akan kami koordinasikan aturannya ke Kemendagri," jelas Iwan.
Iwan tidak menutup kemungkinan-kemungkinan lain adanya inovasi kebijakan kerja itu di masa mendatang, namun Ia nenilai persiapan ini tidaklah mudah walau sudah ada 9 ketentuan yang dibuat kementrian.
"Ya karena menentukan siapa ASN yang bisa WFA itu tidak mudah, dan perlu persiapan sistem pengawasannya. Nanti, Kita pelajari dulu juknisnya. Nah, Dari juknis nanti di daerah juga diperlukan Pergub/Kepergub untuk mengatur lebih lanjut penerapan di daerah," terangnya.
BACA JUGA: Aturan Baru! Pemprov Kaltim Terapkan Jam Kerja ASN Lebih Pagi Mulai 1 Juni 2025
Berdasarkan catatan BKD Kaltim, dari total 18214 orang, ASN Kaltim ada sebanyak 9.472 dan PPPK berjumlah 8.742 orang. Total angka keseluruhan ini, mengisi di berbagai organisasi perangkat daerah.
Tiga OPD dengan ASN terbanyak, yakni Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim sebanyak 8.913 ASN; RSUD AW Sjahranie sebanyak 1.406 orang; dan RSUD Dr. Kanujoso Djatiwibowo ada total 1.136 orang. Dengan jumlah ini, dipastikan akan sulit menyesuaikan WFA secara langsung.
Iwan menggarisbawahi, sebelum kebijakan WFA ini diterapkan ke daerah, harus dilakukan pengawasan ketat agar pemerintah tidak kecolongan dalam menerapkan dan melaksanakan tujuan pemerintah pusat, demi menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan pelayanan masyarakat dapat maksimal.
"Kita pelajari dulu juknisnya, baru bisa disesuaikan kondisi di daerah ya," pungkasnya.
BACA JUGA: Tenaga Kesehatan di Kaltim Belum Merata, Pemprov Akan Tingkatkan Jumlah Dokter Spesialis
Sebagai informasi, penerapan kebijakan ini, nantinya akan melalui proses usulan oleh organisasi perangkat daerah (OPD) kepada badan kepegawaian daerah (BKD).
Pegawai tidak boleh semena-mena melakukan WFA sebelum mendapatkan izin dari OPD, sehingga tidak semua ASN dapat serta-merta memanfaatkan skema WFA ini.
Kementerian PAN-RB telah menetapkan sejumlah kriteria yang harus dipenuhi oleh pegawai yang ingin bekerja secara fleksibel.
Beberapa di antaranya adalah; pegawai tidak sedang dikenai sanksi atau menjalani proses disiplin, bukan pegawai baru atau pejabat yang baru dilantik, dan tidak memiliki kebutuhan akan ruang kerja atau alat khusus yang hanya tersedia di kantor.
BACA JUGA: Krisis Guru di Depan Mata, 114 Tenaga Pendidik di Paser Pensiun Tahun Ini
ASN yang pekerjaannya membutuhkan banyak interaksi tatap muka atau memerlukan pengawasan langsung secara terus-menerus dari atasan juga tidak termasuk dalam skema ini.