SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Pemkot Samarinda membentuk Tim Pengawasan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Upaya ini menindaklanjuti atensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait praktik curang dalam dunia pendidikan.
Langkah ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Samarinda, Andi Harun, dalam sidang terbuka ruang pengawasan SPMB, Selasa 18 Juni 2025.
Menurutnya, pembentukan tim pengawasan merupakan inovasi pemkot untuk memperbaiki sistem penerimaan siswa baru secara menyeluruh.
“Kami membentuk tim pengawasan, monitoring, dan pendampingan terhadap PPDB. Ini kami laporkan sebagai bentuk respon atas atensi KPK terhadap praktik kecurangan yang masih terjadi di sektor pendidikan,” kata Andi Harun.
Tim ini tidak hanya fokus pada sistem seleksi, tetapi juga mengevaluasi pelaksanaan di semua jalur penerimaan—domisili, prestasi, mutasi, dan afirmasi—apakah sudah sesuai aturan dan dijalankan dengan integritas.
“Semua pihak diawasi. Bukan hanya sistem dan pelaksana, tapi juga apakah aturan ditegakkan secara konsisten. Kami ingin pastikan semuanya adil dan akuntabel,” jelasnya.
Dalam pelaksanaannya, tim ini diperkuat aparat penegak hukum, yakni Polresta dan Kejaksaan Negeri Samarinda. Andi menyebut, setiap temuan pelanggaran langsung dilimpahkan ke pihak berwenang.
“Kalau ada indikasi, langsung kami serahkan ke penegak hukum. Tak ada negosiasi. Bila pelaku ASN atau pejabat pemkot, maka sanksi pidana ke APH, dan sanksi disiplin ke Inspektorat. Dua alat bukti cukup untuk pemberhentian,” tegasnya.
Ia menyebut sistem ini dibangun berdasarkan prinsip zero tolerance terhadap titipan dan manipulasi data.
Ia mengakui sistem ini belum sempurna, tapi menjadi langkah awal menuju reformasi penerimaan siswa di Samarinda.
“Kami sadar masih ada kekurangan. Tapi inilah upaya kami untuk membenahi. Kami ingin semua anak dapat pendidikan yang adil,” ucapnya.
Pemkot juga membuka posko pengaduan di Inspektorat dan media sosial resmi pemerintah. Hingga pertengahan Juni, tercatat delapan aduan masuk, meski sebagian besar terkait miskomunikasi, bukan pungutan liar.
“Misalnya soal domisili. Ada yang baru pindah empat bulan tapi memaksa mendaftar pakai alamat baru, padahal syaratnya minimal satu tahun. Banyak yang malas urus administrasi, lalu akal-akalan pakai surat domisili,” katanya.
Wali Kota juga telah menginstruksikan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar tak lagi mengeluarkan surat domisili manipulatif.
Ia menegaskan, sistem hanya bisa berjalan jika semua pihak mematuhi prosedur.