Dari keringatnya, tercipta kehangatan. Dari tangannya, lahir kembali rasa-rasa yang sempat hilang. Di balik semua itu, ada satu hal yang selalu ia syukuri.
"Yang penting ada terus rezekinya, bisa terus jualan, bisa terus ketemu orang. Kalau saya masih kuat, insyaallah saya jalan terus," pungkasnya.
Di kota yang terus berubah dan pasar yang tak pernah diam, Baharuddin memilih tetap bertahan dengan caranya. Dengan beroncong dan serabi, ia bukan hanya berjualan, tapi menjaga ingatan.