Rakernas AMAN VIII Soroti Krisis Wilayah Adat dan Tuntutan Pengesahan UU Masyarakat Adat

Jumat 18-04-2025,20:04 WIB
Reporter : Salsabila
Editor : Hariadi

KUKAR, NOMORSATUKALTIM - Lebih dari 500 peserta dari seluruh Indonesia menghadiri Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (Rakernas AMAN) ke-8, yang digelar di Desa Kedang Ipil, wilayah adat Kutai Adat Lawas Sumping Layang, Kalimantan Timur, pada 14–16 April 2025. 

Forum 3 tahunan ini sebagai ruang konsolidasi gerakan Masyarakat Adat dalam menghadapi situasi darurat yang kian kompleks di tengah laju pembangunan nasional.

Dengan tema "Perkuat Resiliensi Masyarakat Adat di Tengah Gempuran Pembangunan yang Merusak", Rakernas AMAN VIII juga mengevaluasi kerja-kerja internal organisasi. 

Serta menyusun strategi politik untuk memperkuat hak-hak kolektif masyarakat adat. 

BACA JUGA: DPMPD Kaltim Fokus Percepat Pengakuan Status Masyarakat Adat, Khususnya Sekitar IKN

Ketua Panitia Pelaksana, Yoga Saeful Rizal menjelaskan terkait pemilihan Desa Kedang Ipil, Kota Bangun Darat, Kukar sebagai tuan rumah bukan tanpa alasan. 

"Wilayah ini berada di jantung tekanan pembangunan, mulai dari ekspansi sawit hingga proyek Ibu Kota Negara (IKN). Ini adalah garis depan perjuangan masyarakat adat," katanya dalam keterangan rilis yang diterima NOMORSATUKALTIM.

Kepala Desa Kedang Ipil, Kuspawansyah dalam sambutannya mengangkat persoalan stigma yang sering dialamatkan kepada komunitas adat. 

Ia menyebut bahwa masyarakat di wilayahnya kerap dituduh sebagai penyebab kebakaran hutan akibat praktik peladangan. 

BACA JUGA: Mini Ensiklopedia Masyarakat Adat Balik: Merawat Ingatan yang Akan Musnah

"Sejak nenek moyang, ladang kami tidak pernah menimbulkan kebakaran. Tuduhan itu tidak berdasar," sebut Kuspawansyah.

Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, menyampaikan catatan organisasi terkait kasus yang menimpa komunitas adat. 

Sepanjang Januari hingga Maret 2025, tercatat 110 kasus, sementara pada 2024 terjadi 121 kasus kriminalisasi dan perampasan wilayah adat, mencakup lebih dari 2,8 juta hektare lahan, dengan 140 komunitas terdampak.

Kalimantan Timur menjadi salah satu wilayah yang disorot dalam laporan tersebut. 

BACA JUGA: Masyarakat Adat Mului (Bagian 3): Kabar Bahagia untuk Sang Ibu Kehidupan

Kategori :