BERAU, NOMORSATUKALTIM - Pendapatan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Air Minum Batiwakkal Berau terus mengalami penurunan dan berada di bawah biaya produksi atau Full Cost Recovery (FCR) selama tiga tahun berturut-turut.
Direktur Perumda Air Minum Batiwakkal, Saipul Rahman mengungkapkan, bahwa penurunan ini membawa berbagai konsekuensi yang harus dihadapi, terutama setelah batalnya kenaikan tarif air bersih.
"Jika pendapatan Perumda terus berada di bawah FCR, maka Pemprov Kaltim akan mengambil tindakan," ungkap Saipul, Jumat (10/1/2025).
Ia menyebut, ada tiga konsekuensi utama yang mungkin dihadapi, yaitu bekerja sama dengan investor, menjadi Badan Unit Layanan Daerah (BLUD), atau bergabung dengan BUMD yang lebih sehat di daerah sekitar.
BACA JUGA: Unjuk Rasa Tolak Kenaikan Tarif Air PDAM di Berau, Massa Aksi: ‘Mundur Dari Dirut PDAM'
BACA JUGA: Warga Berau Protes Kenaikan Tarif Air Bersih, PDAM Sebut untuk Hindari Kerugian
“Jika tidak FCR selama tiga tahun berturut-turut, maka akan diambil tindakan. Tergantung pihak pemprov lagi, karena mereka punya kewenangan,” ujarnya.
Konsekuensi pendapatan di bawah FCR baru diberlakukan berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2020.
Saipul menjelaskan, pemberlakuan aturan ini merupakan bagian dari evaluasi pemerintah pusat untuk mengatasi hambatan perusahaan daerah dalam kemajuan, salah satunya terkait tarif air minum.
"Saya belum berani menyampaikan kemungkinan tindakan yang akan diambil jika kondisi tersebut terjadi," jelasnya.
BACA JUGA: Pemkot Samarinda Bakal Bangun IPA PDAM Setiap Tahun, Segini Besaran Anggarannya
BACA JUGA: Puluhan Korban Dugaan Penipuan Pengembangan Perumahan Melapor ke Polresta Balikpapan
Setelah membaca aturan dari Permendagri, menurutnya, Perumda kemungkinan akan menjadi BLUD atau bergabung dengan Perumda yang lebih sehat di wilayah terdekat, seperti Kutim.
“Kalau untuk kerja sama dengan investor, akan sulit dilakukan. Karena tidak ada yang mau bekerja sama jika Perumda mengalami kerugian. Apalagi dengan tarif yang rendah, investor mana yang mau,” tuturnya.
Opsi lain yang memungkinkan adalah menggabungkan Perumda dengan BUMD Air Minum atau Air Limbah.
"Tetapi di Berau tidak ada BUMD Air Limbah, yang paling dekat hanya di Kutim," ujarnya.
BACA JUGA: Diskominfo Berau Tambah 250 Titik Jaringan Internet di Tahun 2025
BACA JUGA: Polres Berau Telah Terima Laporan Kasus Dugaan Pemalsuan Tanda Tangan Bupati
Selain itu, Perumda bisa dialihkan menjadi BLUD sesuai opsi yang diberikan pemerintah pusat melalui Permendagri. Namun, hal ini memiliki plus-minus untuk Kabupaten Berau.
“Mungkin kita bisa lobi ke gubernur. Tapi, apakah mereka bisa lobi pemerintah pusat atau kita lobi langsung ke Kemendagri, tapi apakah mereka tidak diaudit oleh BPK,” kata Saipul.
Dikatakannya, jika menjadi BLUD atau bergabung dengan daerah lain, yang menentukan tarifnya adalah komisaris BUMD, namun tetap melibatkan bupati atau kepala daerah terkait dalam menentukan harga tarif.
“Kalau Berau mau harga tetap, tapi Kutim minta lebih tinggi, tinggal siapa yang kuat lagi, nanti pemegang saham tertinggi yang ambil keputusan. Tarifnya di dua kabupaten ini bisa sama, bisa juga tidak. Tergantung hasil negosiasi ketika bergabung nanti,” tandasnya.