KUKAR, NOMORSATUKALTIM – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kukar menyimpulkan tidak adanya dugaan pelanggaran pidana oleh pasangan calon (paslon) petahana, dalam proses klarifikasi tiga laporan yang diregistrasi di Bawaslu RI.
Laporan tersebut yang terdiri dari dua dugaan pelanggaran pidana dan administrasi serta satu pelanggaran administrasi, telah diproses sesuai Peraturan Bawaslu Nomor 9 Tahun 2024. Pemanggilan saksi dilakukan dalam rangkaian penyelidikan intensif selama lima hari kerja.
Menurut Komisioner Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi Bawaslu Kukar, Hardianda, Bawaslu Kukar memproses laporan dengan nomor register 05, 06, dan 07.
Sebanyak 37 saksi dipanggil untuk memberikan keterangan. Namun 9 saksi yaitu Kepala Dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kukar dari pihak terlapor, tidak hadir dalam proses tersebut.
BACA JUGA:Viral di Sosmed, Arena Judi Sabung Ayam Dibongkar Aparat
BACA JUGA:Regenerasi Petani Menjadi Fokus Kukar Sebagai Lumbung Pangan di Kaltim
“Kami telah mengundang total 37 saksi. Namun, di antara mereka, sembilan saksi tidak hadir untuk memberikan keterangannya,” ungkap Haridanda pada Minggu 17 November 2024.
Proses rapat kedua Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) kemudian digelar untuk membahas tindak lanjut hasil klarifikasi. Berdasarkan penelusuran dan keterangan saksi, tidak ditemukan bukti adanya dugaan pelanggaran pidana oleh paslon petahana.
“Hasil pleno kami menetapkan bahwa tidak ada peristiwa pelanggaran pidana yang dapat ditindaklanjuti,” tambahnya.
Sebagai tindak lanjut, Bawaslu Kukar memastikan bahwa seluruh laporan yang masuk akan diproses sesuai dengan prosedur yang berlaku. Meskipun hasil klarifikasi menunjukkan tidak adanya pelanggaran pidana.
BACA JUGA:Jalan Rusak dan Listrik Belum Full 24 Jam, Ini Tanggapan Paslon Pilkada Kukar 2024
Pada pemberitaan sebelumnya, laporan awal disampaikan oleh Hendra Gunawan ke Bawaslu RI sebelum diteruskan ke Bawaslu Kukar. Berdasarkan registrasi Bawaslu, laporan Hendra tercatat dengan nomor registrasi 05 dan 06.
Dalam laporannya, Hendra merujuk pada dua ayat dalam Pasal 71 Undang-Undang Pilkada. Pasal 71 ayat 1 mengatur larangan bagi petahana untuk membuat keputusan atau tindakan yang berpotensi menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon dalam pemilihan.
Pelanggaran terhadap pasal ini dapat mengakibatkan diskualifikasi calon petahana dari kontestasi pilkada.
"Ancaman dari pelanggaran ini adalah diskualifikasi sesuai regulasi undang-undang. Pasal 71 ayat 1 melarang penggunaan kewenangan oleh pejabat negara atau pejabat daerah untuk kepentingan pemilu," ujar Hendra saat dimintai keterangan, pada Senin 12 November 2024.