Simpul Jatam di berbagai daerah pun tak tinggal diam. Salah satunya mereka akan berupaya untuk membatalkan disertasi tersebut.
"Sebab Jatam tidak punya kepentingan untuk mendukung nikel dan juga tahu sendiri posisi Jatam sendiri seperti apa, kalau UI tidak membatalkan ini akan menjadi bom waktu sendiri. Hal ini juga dapat melukai hati rakyat yang berjuang melawan pertambangan nikel," tegas Eta.
Eta menyebut, pertambangan Nikel di Kalimantan Timur sudah ada dan berada di Kecamatan Sanga-sanga, Kutai Kartanegara.
"Nikel sendiri ada juga di Sanga-sanga. Melihat konteks nikel kenapa terus dimajukan, karena sesuai rencana negara untuk hilirisasi," ungkapnya.
Adapun dua konsesi terbesar pertambangan hilirisasi Nikel di Indonesia, yang terletak di Morowali dan Weda. Sementara di Kaltim sendiri sedang ditelusuri oleh pihaknya.
Surat keberatan Jatam.--
"Nikel yang dikelola adalah nikel dari Filipina, yang perlu di caritahu adalah apa hubungan Indonesia dan Filipina untuk pengelolaan nikel. Perusahaan ini terhubung dengan perusahaan apa di Filipina. Apakah satu holding di perusahaan yang sama disana," tutur Eta.
Dia pun menyebut, bahwa pihaknya belum mencari tahu mengenai informasi tersebut. Namun Nikel di Filipina memang lebih banyak terdapat djbagian selatan yang dekat dengan wilayah Indonesia.
BACA JUGA:Kebijakan Satu Peta dan Satu Tata Ruang Nasional Penting untuk Pembangunan Indonesia
"Mereka bilang Nikelnya memang tidak diolah atau di murnikan disana, tapi di bawa ke Indonesia, itu bisa jadi. Kalau yang sekarang buktinya sudah kelihatan itu Nikel di Sanga-sanga dari Filipina. Bukan hilirisasi, jadi sirkuit nambang dimana, dikelola dimana," tandasnya.
Hal tersebut, bagi Eta dapat menyebabkan masalah yang banyak. Tidak hanya regulasi dan lingkungan hidup saja, namun soal tenaga kerja dan keterbukaan informasi.
"Sebanyak apa hilirisasi berdampak pada ekonomi, tapi juga hilirisasi apakah berdampak pada kemampuan Indonesia. Tapi yang terpenting adil atau tidak adil, tapi sejauh ini pertambangan berdiri pada ketidakadilan. Banyak sekali yang harus di bongkar," tutup Eta.