Dengan meningkatnya penggunaan biomassa sebagai alternatif, Indonesia berharap dapat mengurangi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh pembangkit berbasis batu bara.
Namun, pelaksanaan Co-Firing di PLTU Teluk Balikpapan dan pembangkit lainnya masih menemui berbagai kendala.
Termasuk ketersediaan pasokan biomassa yang stabil dan keterbatasan infrastruktur yang mendukung penggunaan bahan bakar campuran ini.
Pasokan Woodchip, misalnya, memerlukan rantai pasokan yang stabil agar volume biomassa dapat memenuhi kebutuhan harian pembangkit tanpa terganggu.
Selain itu, teknologi pembakaran di beberapa PLTU juga perlu penyesuaian agar dapat mengolah campuran biomassa dan batu bara secara optimal.
Kendati demikian, PLTU Teluk Balikpapan tetap optimistis dapat meningkatkan persentase biomassa dalam bauran energinya dalam beberapa tahun ke depan.
Dukungan dari pemerintah dan kolaborasi dengan sektor swasta diharapkan dapat mempercepat penyediaan infrastruktur dan pasokan biomassa, sehingga transisi energi menuju energi terbarukan ini bisa berjalan lebih lancar.
Di sisi lain, edukasi dan sosialisasi terkait kebijakan ini juga diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya transisi ke energi hijau dan upaya mengurangi dampak negatif dari penggunaan batu bara.
Dengan kombinasi kebijakan pemerintah, komitmen industri, dan dukungan masyarakat, PLTU Teluk Balikpapan meyakini bahwa langkah-langkah ini akan memberikan kontribusi signifikan dalam mengurangi emisi karbon dan meningkatkan kualitas lingkungan di masa depan.
Melalui upaya yang berkelanjutan, diharapkan PLTU Teluk Balikpapan dapat menjadi contoh nyata dalam mengimplementasikan transisi energi yang lebih bersih dan ramah lingkungan di Indonesia.
Woodchip atau pelet kayu menjadi pilihan PLTU Teluk Balikpapan untuk menerapkan program Co-Firing.-(Disway Kaltim/ Salsa)-
Kebijakan Co-Firing: Langkah Awal Pengurangan Emisi Karbon dan Tantangan Pasokan Biomassa
Team Leader Bidang Niaga dan Bahan Bakar di PLTU Teluk Balikpapan, Alif menyatakan bahwa penggunaan biomassa dapat mendukung pencapaian target bauran energi terbarukan sebesar 23 persen pada 2025.
Namun, hingga saat ini, penggunaan biomassa baru mencapai 3 persen dari total konsumsi bahan bakar, dengan batu bara masih mendominasi sebagai sumber energi utama.
“Kami sedang berusaha keras untuk meningkatkan proporsi biomassa, tetapi tantangan yang kami hadapi cukup besar,” ujar Alif.
Salah satu tantangan terbesar dalam implementasi Co-Firing adalah ketersediaan pasokan biomassa.
“Kami pernah mencoba pasokan dari Sotek, Penajam Paser Utara (PPU), tetapi pengiriman melalui laut dengan tongkang tidak efisien dan mengakibatkan kerugian,” jelas Alif.