Mereka merujuk pada Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang memperbolehkan kampanye Pemilu dilakukan di fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan asalkan mendapatkan izin.
Para pemohon juga menyinggung pentingnya koherensi dalam pengaturan izin kampanye di perguruan tinggi antara rezim Pemilu dan Pilkada.
BACA JUGA: KPU Menggeser Syarat Usia Calon Gubernur saat Pelantikan, Beri Jalan untuk Kaesang?
“Berdasarkan perkembangan hukum dan penafsiran Mahkamah mengenai tidak adanya perbedaan rezim Pemilu dengan Pilkada, maka sudah selayaknya ada koherensi dalam pengaturan izin menyelenggarakan kampanye di perguruan tinggi dalam rezim pengaturan Pemilu untuk diberlakukan sama di rezim pengaturan Pilkada,” kata Sandy.
Selain itu, mereka mengajukan petitum dalam provisi yang meminta agar permohonan ini diprioritaskan dan diputus sebelum tahapan pelaksanaan kampanye dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024 dimulai.
“Memberikan prioritas perkara terhadap perkara a quo atau setidak-tidaknya memutus perkara sebelum tahapan pelaksanaan kampanye pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2024,” jelas Sandy.
BACA JUGA: Siapa yang Akan Dampingi Andi Harun? (2): Daniel Yuniar Mahendra Usung Ide Big Data
Sidang pemeriksaan pendahuluan ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra yang didampingi oleh Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Arsul Sani.
Dalam sidang tersebut, hakim konstitusi memberikan nasihat kepada para pemohon terkait hal-hal yang perlu ditambahkan ke dalam permohonan mereka.
Dua mahasiswa ini diberi waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan mereka sebelum melanjutkan proses hukum.