Namun di kabupaten yang berbatasan dengan Serawak, Malaysia ini tradisi bersirih justru tidak boleh ditinggalkan.
Sebab, sebagian besar masyarakatnya masih menggunakan bersirih sebagai alat komunikasi antar sesama.
Bahkan, wadah penyimpan sirih juga kerap dibawa kemana-mana, termasuk saat pergi ke kota ataupun daerah lain.
"Makanya kita orang Dayak dari dulu sampai sekarang itu dituntut harus punya kiran. Meski kita tidak menyirih tapi kita harus punya itu, karena itu yang kita pakai jika ada yang bertamu," ujarnya.
BACA JUGA : Update IKN Terkini: Kementerian PUPR Buka Lelang Proyek Tower, Sampai Terbit Perpres Percepatan Pembangunan
Selain menyiapkan kiran, para penyirih juga menyiapkan wadah khusus untuk menyimpan kotoran atau air ludah sirih.
Air sirih tidak dibuang sembarangan, melainkan dibuang ke dalam wadah khusus yang telah disediakan.
Lebih lanjut, di Mahulu hampir setiap Kepala Keluarga (KK) menanam pohon pinang dan daun sirih di sekeliling rumah atau kebun.
Hal itu dilakukan agar mempermudah mereka saat kehabisan stok buah pinang dan daun sirih di rumah.
"Biasanya ditanam di ladang atau kebun cuma kan jauh aksesnya ke sana sementara kita mau menyirih saat itu juga," katanya.
BACA JUGA : Tahun Ini Pemkab Berau Lanjutkan 30 Paket Peningkatan Infrastruktur Jalan di Wilayah Pesisir
Kebiasaan makan sirih tersebut diharapkan terus dilestarikan.
Sebab itu merupakan bagian dari budaya yang diwariskan oleh para pendahulu.
“Tidak hanya yang tua, tapi yang muda-muda juga makan sirih,” terangnya.