NOMORSATUKALTIM - Pemungutan suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia telah selesai digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada Minggu (10/3/2024).
Namun PSU ini diwarnai sejumlah insiden, salah satunya aksi intimidasi atau pengancaman kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara Luar Negeri (KPPSLN) dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara/Kotak Suara Keliling (TPS/KSK).
Insiden ini menjadi salah satu catatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
BACA JUGA: KPU Kaltim: 466 Penyelenggara Pemilu Sakit, 22 Meninggal Dunia
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja menjelaskan, intimidasi dilakukan pemilih yang terdaftar sebagai Daftar Pemilih Khusus (DPK).
"Kasus tersebut terjadi di KSK 039 di wilayah Klang. Intimidasi yang dilakukan tidak hanya disebabkan oleh ketidaksabaran pemilih, namun juga karena pemilih yang tidak terima ditegur oleh pengawas dan KPPS ketika diketahui melanggar ketentuan," kata Bagja, dilansir dari Antara, Selasa (12/3/2024).
Bagja menjelaskan, insiden ini terjadi saat penyelenggara PSU menegur pemilih lantaran memotret kertas suara yang sudah dicoblos.
BACA JUGA: Tujuh Partai Lolos ke Senayan, Ini Daftar Anggota DPR RI dari Dapil Kaltim
Selain itu, ada upaya mengarahkan pemilih untuk memilih salah satu kandidat di area KSK. Bahkan mengintip pemilih lain ketika mencoblos, hingga mengganggu keamanan.
"Kami mengantongi beberapa terduga yang melakukan intimidasi, dan kami akan sampaikan ke Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) untuk dilakukan penegakan hukum agar menjadi evaluasi dan juga menjadi perhatian masyarakat yang ingin melakukan intimidasi terhadap penyelenggara pemilu ke depan," ujarnya.
Anggota Bawaslu RI, Lolly Suhenty menambahkan, pada PSU Kuala Lumpur juga terdapat sejumlah pemilih DPK yang emosi terhadap penyelenggara.
Mereka keberatan menunggu satu jam sebelum waktu pencoblosan berakhir, seperti yang terjadi di KSK 020, 102, dan 103.
BACA JUGA: Operasi Pencarian Smart Air Berakhir, Heli Caracal Evakuasi Tim SAR Gabungan di Binuang
"Secara substansi adalah kerepotan mengarahkan pemilih DPK yang ingin dilayani lebih awal. Padahal, kami punya kepentingan agar yang DPT (Daftar Pemilih Tetap) tidak kehabisan surat suara," kata Lolly.
Lolly kemudian mengatakan bahwa beberapa catatan lain yang terjadi seperti pembukaan TPS/KSK yang tidak tepat waktu, tidak ada pembacaan sumpah pada pembukaan TPS, DPT Luar Negeri (DPTLN) tidak ditempel di TPS, keterbatasan personel di bagian pendaftaran.