Film 'Dirty Vote' Hilang dari Channel Youtube 'WatchDoc'

Selasa 13-02-2024,05:00 WIB
Reporter : Hariyadi
Editor : Hariyadi

Istilah "shadow ban" merujuk pada tindakan yang dilakukan oleh platform media sosial atau situs web untuk membatasi jangkauan atau visibilitas konten yang diposting oleh pengguna tanpa memberitahu pengguna bahwa mereka telah dibatasi. Dalam hal ini, pengguna mungkin tidak menyadari bahwa konten mereka tidak terlihat oleh banyak orang atau tidak muncul dalam hasil pencarian seperti biasanya.

Shadow ban bisa dilakukan oleh berbagai alasan, misalnya pelanggaran aturan komunitas, perilaku yang dianggap spam, atau penggunaan kata kunci yang dianggap sensitif. Namun, yang membuat shadow ban menjadi kontroversial adalah ketidaktransparanannya. 

Oleh karena itu, shadow ban sering kali memunculkan perdebatan tentang transparansi dan keadilan dalam pengelolaan platform media sosial.

BACA JUGA: Ada yang Bagi-Bagi Uang, Ketua SMSI Berau Siapkan Hadiah jika Tangkap Basah

 

Tentang Film "Dirty Vote"

Sebelumnya, film dokumenter “Dirty Vote”, dirilis pada Minggu (11/2/2024) siang, oleh rumah produksi WatchDoc melalui media sosial YouTube. 

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu. 

Dikutip dari Antara, Sutradara “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk pendidikan politik bagi masyarakat. Terutama beberapa hari sebelum pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

BACA JUGA: Masa Tenang Pemilu, Masih Banyak APK Bertebaran di Balikpapan

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. 

Film ini dibuat dengan melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

 

Kategori :