Oleh: Dwiyono S – Perwira Pelayaran Niaga* Guru mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Perlindungan terhadapnya, termasuk tenaga kependidikan telah diatur dalam Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pasal 6 Permendikbud tersebut menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan perlindungan hukum. Yang mencakup perlindungan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, dan/atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, dan/atau pihak lain yang terkait dengan pelaksanaan tugas. “Perlindungan tersebut dimaksudkan agar para guru memiliki kewibawaan dan bekerja lebih profesional,” kata Muhadjir Effendy. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) kala itu. ( https://siedoo.com/berita-24884-guru-dilindungi-secara-hukum-agar-bekerja-lebih-profesional/ ) Beragam profesi tenaga ahli non-maritim di negeri maritim ini sudah dilindungi UU perlindungan profesi. Sementara bagaimana dengan nasib profesi tenaga ahli maritim niaga dalam negeri poros bahari? Tidak punya hak kah profesi ini menuntut hak warga negara sipil yang sama sejajar dengan profesi tenaga ahli lain? Apakah profesi ini harus diam saja dengan abai dan lalainya pemangku utama dalam tatanan negara organ negara eksekutif dan legislatif? Apakah tenaga ahli ini selalu harus terima nasib saja saat serta merta tejadi bullying, dimanipulasi, dilecehkan, dikriminalkan oleh oknum-oknum aparat dengan aturan-aturan main yang hukumnya tidak jelas, adil dan berkeadilan atas nama penegakkan hukum? Kontribusi jasa profesinya signifikan penting as basic archipelago state as a need. Namun perlakuan perlindungan negara terhadap profesi ini masih sangat perlu dipertanyakan kehadirannya. Sebagai tanggung jawab moral organisasi profesi maka pada tahun 2013 IKPPNI sudah membuat rancangan Undang-Undang Perlindungan Profesi Perwira Pelayaran Niaga. Tahun 2017 IKPPNI sudah mengangkat isu: UU Perlindungan profesi PPN dalam media online. (https://www.emaritim.com/2017/08/uu-perlindungan-profesi-perwira.html) Tahun 2018 IKPPNI menyampaikan petisi IKPPNI dalam RDPU dan salah satu isu yang dimunculkan adalah terkait UU Tentang perlindungan profesi PPN. (http://www2.caaip.net/2018/08/ikppni-sampaikan-petisi-maritim-ke.html) Tahun 2019 IKPPNI bersamaan memperjuangkan adanya kode etik profesi, sudah memberikan masukan kepada Kemenhub tentang RUU yang dibuat sejak tahun 2013. Tahun 2020 IKPPNI RDPU lagi ke DPR-RI Komisis-V dan mengingatkan kembali isu yang dimunculkan tahun 2108. Yaitu terkait UU Tentang perlindungan profesi PPN. (https://youtu.be/kXTnq2sRtC4) (https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/30630/t/Komisi+V+Siap+Perjuangkan+Perlindungan+Profesi+IKPPNI) Adapun langkah-langkah yang dibakukan negara adalah : Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam penyelenggaraan negara berperan dalam bidang legislasi. Yaitu mengajukan rancangan undang-undang dan ikut serta membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) sebelum diputuskan menjadi undang-undang. Selanjutnya RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Jika mendapat persetujuan bersama maka RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang (UU) setelah ditanda tangani oleh Presiden. Proses penyusunan peraturan perundang-undangan jika diusulkan DPR dari awal hingga menjadi undang-undang adalah:
- Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berasal dari DPR diajukan oleh anggota DPR, komisi, gabungan komisi, atau alat kelengkapan DPR.
- RUU kemudian dimasukkan ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas) oleh Badan Legislasi DPR untuk jangka waktu 5 tahun.
- Selanjutnya RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Pembahasan di DPR melalui 2 tahapan.
- Pembicaraan tingkat I dilakukan dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus.
- Kegiatan dalam pembicaraan tingkat I meliputi pengantar musyawarah, pembahasan daftar inventarisasi masalah, dan penyampaian pendapat mini.
- Pembicaraan tingkat II dilakukan dalam rapat paripurna DPR
- Jika mendapat persetujuan bersama maka RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang (UU) setelah ditndatangani oleh Presiden. Jika RUU tidak mendapat persetujuan bersama maka RUU tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan masa sidang tersebut, dan harus menunggu masa sidang berikutnya.
- RUU selain diusulkan oleh DPR juga dapat diusulkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) atau oleh pemerintah (Presiden melalui kementerian terkait seperti Kementerian Hukum dan Hak Asasi-Manusia).