Penajam, nomorsatukaltim.com - Dua proyek andalan Perumda Benuo Taka jauh panggang dari api memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah. Pabrik RMU belum juga terbangun. Sementara Pelabuhan Benuo Taka nol penghasilan semenjak diambil alih dari Dinas Perhubungan. Posisi Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Benuo Taka saat ini benar-benar pahit. Kritik pedas bolak-balik ditudingkan pada perusahaan milik Pemkab PPU ini. Karena upayanya dianggap gagal memberikan kontribusi pasti dalam bentuk pendapatan asli daerah (PAD) selama ini. Dua program kerja andalannya, yakni pengelolaan produk hasil pertanian lokal dalam bentuk pembangunan rice milling unit (RMU) dan pengelolaan Pelabuhan Benuo Taka jadi buktinya. Keduanya dianggap gagal memenuhi rencana yang dipaparkan sendiri oleh manajemen. Malahan yang terbaru, Direktur Utama (Dirut) Perumda Benuo Taka, Heriyanto, kini juga sedang diperiksa KPK sebagai saksi. Dalam kasus dugaan rasuah yang dilakukan Bupati PPU nonaktif Abdul Gafur Mas'ud (AGM) dan 5 kroni lainnya. Sikap ini kembali dilontarkan usai gabungan komisi DPRD PPU menggelar sidak ke pelabuhan milik daerah yang ada di Kelurahan Buluminung itu, Senin, (24/1). Sebelumnya, rombongan yang dipimpin Ketua Komisi III DPRD PPU, Rusbani itu mendatangi kantor Perumda Benuo Taka. Yang ternyata sudah lama tidak ada aktivitas di sana. Informasi terakhir, kantor itu sempat disegel para karyawan karena masalah gaji yang menunggak. "Semenjak diambil alih Perumda (Benuo Taka, red) justru pendapatan daerah dari pelabuhan itu jadi tidak ada," ucapnya. Untuk diketahui, capaian retribusi pelabuhan yang berada di Kawasan Industri Buluminung (KIB) pada 2020 sekira Rp 6,3 miliar. Lepas sedikit dari target pendapatan asli daerah (PAD) yang ditentukan sebesar Rp 7 miliar. Saat itu masih dikelola oleh UPT Dishub. Target pada 2021 ditetapkan masih sama. Namun, PAD yang masuk ke kas daerah hingga akhir tahun hanya sekira Rp 2,2 miliar saja. Itu hasil pendapatan dari periode Januari-Juni 2021 sebelum pengelolaan beralih. Selain tak ada pemasukan, para wakil rakyat ini juga menilai pengelolaan tak profesional. Di lokasi hanya ditemui dua orang pekerja saja. Tanpa seragam khusus, yang diberikan tugas memungut retribusi dari kendaraan yang masuk pelabuhan. Dengan beberapa hasil sidak itu, Rusbani sepakat untuk meminta kepada Plt Bupati PPU Hamdam menghentikan sementara pengelolaan pelabuhan Benuo Taka oleh Perumda Benuo Taka. Sebelum mengembalikan pengelolan pelabuhan kepada UPT Dishub. "Setelah kita lihat langsung aktivitas di lapangan pengelolaan yang seperti ini, kita akan minta sikap tegas pemerintah," ujar Rusbani pada DIsway Kaltim. Kemudian dewan juga akan melakukan tindakan selanjutnya dengan menggelar rapat dengar pendapat. Menghadirkan pemerintah daerah dan instansi berkaitan. Untuk diketahui, pelabuhan ini memang “seksi”. Menjadi alur tranportasi berbagai sumber daya alam (SDA) Penajam ke luar. Mulai dari batu bara, CPO, dan banyak lagi. Pelabuhan ini juga digadang akan memiliki andil besar dalam proses pendistribusian material dan logistik masa pembangunan ibu kota negara (IKN) baru di wilayah Sepaku. * Sikap keras DPRD PPU soal kerja Perumda Benuo Taka di Pelabuhan Benuo Taka tidak hanya kali ini saja. Malahan sejak pertama kali rencana itu digaungkan pada awal 2021. Pasalnya, DPRD PPU menganggap tak ada penjabaran rinci skema pengelolaan pelabuhan itu. Kala itu, parlemen tetap tidak memberikan persetujuan dalam rencana itu. Tapi pada faktanya di lapangan, Perumda Benuo Taka tetap melakukan penarikan retribusi. Berbekal surat pernyataan terkait dengan penyerahan pengelolaan dan tata kelola sisi darat Pelabuhan Benuo Taka tertanggal 4 Februari 2021. Serta keterangan pengalihan dari Dishub PPU. Berlanjut, pada November 2021 DPRD PPU memanggil jajaran pemerintah dan perumda dalam RDP. Hasil masih sama. DPRD PPU tak cukup puas dengan hasil pemaparan. Lebih-lebih dewan memandang pemindahalihan itu dinilai menyalahi aturan. Pasalnya, tanpa melalui persetujuan legislatif. Upaya yang harusnya ditempuh. Karena ada peraturan daerah (perda) yang mengatur soal itu. Apa lagi ada persoalan pendapatan daerah di dalamnya. “Itu hanya sepihak saja. Karena persyaratan untuk pengelolaan pelabuhan itukan tidak memenuhi syarat-syarat,” sebut Ketua Komisi II DPRD PPU Wakidi, Selasa, (9/11). Meski sudah ada surat pernyataan dari kepala daerah, Wakidi tegas menyebut tetap perlu ada beberapa dokumen lainnya yang perlu diselesaikan. Adapun soal penerbitan peraturan bupati (perbup) terkait pelimpahan pengelolaan dan tata kelola Pelabuhan Benuo Taka belum selesai. Draf-nya diketahui hingga akhir 2021 masih dalam tahap evaluasi di Biro Hukum Setprov Kaltim. “Sebelum perbup diteken bupati, seharusnya perumda tidak boleh beraksi di lapangan. Berarti sebelumnya pengelolaan pelabuhan itu mulai awal sampai saat ini itu bisa diindikasi ilegal,” katanya. Kemudian ia juga mempertanyakan keabsahan kegiatan pengelolaan pelabuhan. Pasalnya tanpa adanya landasan hukum, dokumen administrasi adminstrasi apa yang dilakukan untuk melakukan pungutan? “Seluruh aktivitas Perumda Benuo Taka terkait dengan pungutan tarif apakah legalitasnya sah atau tidak secara hukum,” ujarnya. Akan Bentuk Pansus Termasuk soal program Perumda Benuo Taka dalam pembangunan RMU di Kecamatan Babulu. Yang pada Agustus 2021 lalu akhirnya AGM telah meletakkan batu pertama pembangunan. Untuk mewujudkan itu, Perumda mendapatkan penyertaan modal sekira Rp 26,9 miliar. Bersumber dari APBD 2021. Namun hingga akhir tahun, di lokasi titik pembangunan, di Desa Sri Raharja itu belum juga berprogres. Parahnya lagi, lokasi ancer-ancer titik berdirinya pabrik itu kini tergenang air alias banjir. Padahal, dana penyertaan modal itu sudah dicairkan sekira Rp 12,5 miliar. "Kita akan minta tidak dilanjutkan. Sangat tidak masuk akal itu dilanjutkan. Kita akan buat pansus (panitia khusus) terkait itu, termasuk soal pelabuhan tadi," ucap Ketua Fraksi Gabungan Amanat Bulan Bintang DPRD PPU, Zainal Arifin. Kesan yang ditunjukkan wakil rakyat PPU ini tentu menjadi pertanyaan tersendiri. Karena sikap tegas itu ditunjukkan pasca bupati AGM tersandung kasus rasuah. Soal itu, anggota Komisi III DPRD PPU ini mengakui bahwa lembaga parlemen tak sanggup menentang ambisi sang kepala daerah waktu itu. Tentunya secara politis. "Bupati yang memaksa, jujur saja. Tapi kami sudah kerja keras dalam setiap pembahasan anggaran. Tetapi terus terang saja, seperti itu keadaannya," ungkapnya. Perlu diketahui, rencana untuk memiliki RMU ini memang cita-citanya sejak awal periode menjabat. Barulah di 2020 program ini bisa bergulir. Dengan terbitnya peraturan daerah (perda) soal penyertaan modal Perumda Benuo Taka. Program ini sejatinya tak berjalan mulus. Muncul berbagai penolakan dari berbagai elemen masyarakat sedari awal. Khususnya dari kalangan pengusaha penggilingan padi yang ada di PPU. Mereka merasa disaingi dengan hadirnya kapasitas mesin yang lebih baik dari pemerintah. Polemik itu beberapa kali bergulir saat pansus DPRD PPU menggodok regulasi dasar pembangunan RMU. Tapi pada akhirnya, Pemkab PPU tetap ngotot mendirikannya. Adapun RMU itu digadang-gadang memiliki kapasitas produksi yang sangat besar, sekira 30 ton. Dibangun di atas sekira dua hektare lahan. Di atasnya bakal terbangun komplet. Selain pabriknya, ada juga area jemur gabah dan pengemasan hasil gilingannya. Diklaim, usaha ini mampu menjangkau 500 hektare lahan padi. Lebih lanjut, dengan adanya usulan penghentian program, tentu akan berdampak pada sekira 50 persen anggaran yang sudah dicairkan tadi. Dalam hal itu, tentu nantinya pansus juga akan mengaudit akuntabilitas perusahaan. Karena juga, pada saat agenda RDP dengan jajaran Perumda Benuo Taka akhir tahun lalu, manajemen perusahaan tak bisa mengklarifikasi soal penggunaan anggaran dan progres setiap program perusahaan. Termasuk pengelolaan Pelabuhan Benuo Taka dan pembangunan RMU. "Pertama terlalu membebani anggaran, lalu juga hingga saat ini juga tidak ada progresnya," tutupnya. (rsy/eny)
Potensi Penghasilan Daerah Hilang, Dewan Akan Audit Keuangan Perumda Benuo Taka
Kamis 27-01-2022,11:30 WIB
Editor : diskal17
Kategori :