Tak kan mudah bagi siapa pun melatih sebuah tim ketika musim sedang berjalan. Bahkan untuk pria sekaliber Zidane, Conte, atau bahkan Jose Mourinho. Risto Vidakovic dihadapkan realita itu. Dan ini caranya melewati hari-hari pertamanya bersama Borneo FC Samarinda.
RISTO Vidakovic masih sedikit beruntung. Karena penandatanganan kontraknya dilakukan di pekan keenam Liga 1 2021. Itu adalah ujung dari seri pertama. Yang dijalani Borneo FC Samarinda dengan tidak mengesankan. Setelahnya, mereka meninggalkan Tangerang, guna menjalankan seri kedua di Yogyakarta.
Sehingga, ada jeda 14 hari buat Borneo mempersiapkan diri. Agar cerita di seri kedua tidak suram lagi. Sementara Risto, jeda ini sangat ia butuhkan. Lantaran ia bukan pelatih yang sudah akrab dengan persepakbolaan Tanah Air. Harus ada upaya ekstra untuk memadu padankan karakternya dengan pemain yang ada.
Meski sudah diumumkan pada 3 Oktober, dari yang mulanya akan dilakukan pada 2 Oktober. Risto masih memerlukan waktu untuk bisa bergabung ke tim. Baru pada 8 Oktober, eks pemain Real Betis itu tiba di Yogyakarta. Sehari berselang, ia belum langsung memimpin sesi latihan.
Sabtu 9 Oktober Borneo FC menjalani laga uji coba melawan tim Liga 3, Mataram Utama FC. Di pertandingan itu, Risto hanya duduk di bangku penonton. Ia diminta untuk melihat secara langsung permainan calon anak asuhnya. Sementara tim masih dipandu oleh asisten pelatih Ahmad Amiruddin, yang sebelumnya bertindak sebagai pelatih interim.
Usai uji coba itu, tim diliburkan 2 hari. Sehingga praktis, Risto baru memulai kiprahnya sebagai pelatih kepala anyar Pesut Etam pada Selasa 12 Oktober.
Di hari perdana melatih, lazimnya pelatih asing akan memberi intruksi awal. Lalu memantau jalannya latihan dari kejauhan. Cukup para asisten pelatih yang mengawal. Tapi itu bukan gaya Risto, rupanya.
Setelah perkenalan, Risto langsung mengajak nonton bareng (nobar) cuplikan video Borneo FC Samarinda sepanjang seri pertama. Bagaimana mereka menyerang, bertahan, dan menjalankan transisi. Dibedah habis oleh pelatih 52 tahun itu. Yang untungnya, aksen bahasa Inggrisnya tidak terlalu british. Sehingga mudah untuk dipahami pemain.
Video itu sendiri ia minta dari tim pelatih. Hal itu ia lakukan agar pemain dapat memahami dulu titik lemah mereka. Setelah dirasa satu frekuensi, baru lah Risto menerangkan rencana taktik yang ia usung.
Pemain Borneo, lagi-lagi untungnya, tidak perlu menjalani culture shock. Karena karakter permainan Risto tidak memiliki pondasi yang sama dengan Amiruddin. Yakni formasi 4-3-3 menyerang. Sama dengan yang Bustos dkk jalankan pada 4 laga terakhir.
Jika ada yang membedakan, tentu taktik Risto lebih komplet. Di sini, pengalaman memang tidak bisa dibohongi. Selanjutnya, sesi latihan berjalan seperti biasanya.
Dimulai dengan latihan per lini, penggabungan beberapa lini, lalu diakhiri dengan internal game. Di laga coba-coba itu, Risto menyusun kerangka awal pemain utamanya. Dengan tatanan 4-3-3, kemudian diadu dengan tim pelapis. Hal serupa ia lakukan pada sesi latihan keduanya.
“Saya rasa kami memiliki tim yang bagus, pemain yang bagus. Secara teknis, kami harus memperbaiki beberapa permasalahan taktikal. Dan saya pikir kami bisa melewati itu (di waktu yang ada). Kami harus bekerja keras dan kami butuh waktu untuk itu.”
Itu adalah impresi pertama Risto usai memimpin latihan perdana. Walau cukup basa-basi, sebenarnya yang dikatakannya masih relevan. Secara komposisi, Borneo FC memang diisi oleh pemain-pemain bagus. Persoalan paling mendasar mereka di seri pertama adalah kurang licin saat menyerang, dan kurang gres ketika bertahan, utamanya ketika duet bek sentral Javlon-Wildan tak bermain bersama.
Borneo memang membutuhkan dampak instan. Guna menajamkan lini depan mereka. Pasalnya dalam 6 laga yang dilalui, mereka hanya mampu membikin 18 tembakan tepat sasaran. 7 di antaranya berbuah gol.