Pajak Bumi dan Bangunan Sektor P3

Selasa 31-08-2021,11:13 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Pengertian pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunan. Dikarenakan adanya kepemilikan hak, penguasaan, atau perolehan manfaat atas suatu bumi atau bangunan.

Sesuai  pada Pasal 1 angka ‘1’ UU PBB, yang dimaksud dengan bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Kemudian  sesuai  penjelasan Pasal 1 angka ‘1’ UU PBB permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Lebih lanjut, dijelaskan istilah yang ada dalam PBB Sektor Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (P3) adalah sebagai berikut :
  1. Nilai Jual Objek Pajak/ NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Jika tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.
  2. Standar Investasi Tanaman yang/ SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
  3. Areal Emplasemen adalah areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk areal jalan yang diperkeras.
Dijelaskan pula pajak bumi dan bangunan sektor P3 meliputi sebagai berikut : Sektor Perkebunan Dasar Hukum Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-64/PJ/2010 tanggal 27 Desember 2010. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-36/PJ/2014 tanggal 13 Oktober 2014. Kemudian Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-64/PJ/2010 tersebut di atas, yang dimaksud dengan objek pajak sektor perkebunan adalah objek pajak bumi dan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan yang diberikan hak guna usaha perkebunan.   Kegiatan usaha perkebunan adalah:
  1. Usaha budi daya tanaman perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya (IUP-B), dan
  2. Usaha budi daya tanaman perkebunan yang terintegrasi dengan usaha pengolahan hasil perkebunan yang diberikan Izin Usaha Perkebunan.
Kawasan yang biasanya untuk kegiatan usaha perkebunan, :
  1. Memiliki hak guna usaha atau yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha; dan
  2. Di luar hak guna usaha atau yang sedang dalam proses mendapatkan hak guna usaha yang merupakan sate kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan.
Sektor Perhutanan Sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor  PER-36/PJ/2011 tanggal  18 November 2011 tentang Pengenaan  Pajak  Bumi  dan  Bangunan Sektor Perhutanan. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-89/PJ/2011 tanggal 18 November 2011. Objek pajak PBB Perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan  untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak pengusahaan hutan. Objek pajak bumi di dalam sektor sesuai peraturan dan surat edaran tersebut di atas perhutanan terdiri dari areal produktif, areal belum produktif, areal emplasemen, dan areal lain. Sesuai dengan PER-36/PJ/2011 :
  • Areal Produktif adalah areal hutan yang telah ditanami pada Hutan Tanaman, atau areal blok tebangan pada Hutan Alam.
  • Areal Belum Produktif adalah areal yang sudah diolah tetapi belum ditanami pada Hutan Tanaman, atau areal hutan yang dapat ditebang selain blok tebangan pada Hutan Alam.
  • Areal Emplasemen adalah areal yang digunakan untuk berdirinya bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk areal jalan yang diperkeras.
  • Areal Lainnya adalah areal selain Areal Produktif, Areal Belum Produktif, dan Areal Emplasemen.
  • Standar lnvestasi Tanaman /SIT adalah jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.
  • Angka Kapitalisasi yang digunakan untuk mengonversi pendapatan bersih setahun menjadi nilai tanah Areal Produktif pada Hutan Alam.
  • Log Ponds yaitu areal perairan di dalam hutan yang digunakan untuk tempat penimbunan kayu.
  • Log Yards yaitu areal daratan di dalam hutan yang digunakan untuk penimbunan kayu.
Untuk menentukan NJOP sektor kehutanan biasanya dibagi atas 2 (dua) tergantung kepada jenis hak untuk mengelola/mengusahakan hutan tersebut yaitu:
  1. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Izin Sah lainnya selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
  2. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri ( HPHTI ).
Sektor Pertambangan Dasar Hukum
  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012 tanggal 28 Desember 2012 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pertambangan untuk Pertambangan Mineral dan Batubara
  3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-64/PJ/2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2012.
PBB Mineral dan Batubara adalah PBB atas bumi dan/atau bangunan yang berada di kawasan yang digunakan untuk kegiatan pertambangan mineral dan batu bara. Kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan minerba meliputi wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis dan wilayah di luar wilayah izin pertambangan atau wilayah pertambangan sejenis yang merupakan satu kesatuan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan minerba. Pengertian lainnya:
  1. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu, meliputi mineral logam, mineral bukan logam, dan batuan.
  2. Batu bara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan.
  3. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas, dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup.
  4. Areal Produktif adalah areal yang dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan yang sedang dilakukan pengambilan galian tambang.
  5. Areal Cadangan Produksi adalah areal yang dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan, tetapi belum dilakukan pengambilan galian tambang.
  6. Areal Belum Dimanfaatkan adalah areal yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan penambangan atau areal yang sedang dilakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi dan/atau studi kelayakan.
  7. Areal Tidak Produktif adalah areal yang sama sekali tidak dapat diusahakan untuk kegiatan penambangan, atau areal yang telah selesai diusahakan.
  8. Areal Emplasemen adalah areal yang di atasnya dimanfaatkan untuk bangunan dan/atau pekarangan serta fasilitas penunjangnya.
  9. Areal Pengaman adalah areal yang dimanfaatkan sebagai pendukung dan pengaman kegiatan usaha pertambangan.
  10. Tubuh Bumi Eksplorasi adalah tubuh bumi yang memiliki potensi hasil produksi galian tambang berupa sumber daya mineral atau batubara.
  11. Tubuh Bumi Operasi Produksi adalah tubuh bumi yang telah menghasilkan hasil produksi galian tambang berupa mineral atau batubara.
  12. Angka Kapitalisasi adalah angka pengali yang digunakan untuk mengonversi hasil bersih produksi galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak menjadi nilai Tubuh Bumi Operasi Produksi.
Dasar pengenaan dari PBB sektor pertambangan minerba adalah NJOP yang merupakan penjumlahan dari NJOP bumi dan NJOP bangunan. NJOP bumi areal onshore atau areal offshore merupakan hasil perkalian antara total luas areal yang dikenakan dengan NJOP bumi per meter persegi. Sedangkan NJOP tubuh bumi baik yang eksplorasi atau yang kegiatan operasi produksi merupakan hasil perkalian antara luas Wilayah Kerja dengan NJOP bumi per meter persegi. NJOP bumi per meter persegi tersebut merupakan hasil konversi nilai bumi per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang klasifikasi NJOP Bumi. NJOP bangunan merupakan hasil perkalian antara total luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi. Di mana NJOP bangunan per meter persegi merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bangunan yang tercantum di dalam Peraturan Menteri Keuangan tentang klasifikasi NJOP Bangunan. Nilai bumi per meter persegi masing-masing areal ditentukan sebagai berikut:
  1. Areal onshore merupakan hasil pembagian antara total nilai bumi dengan total luas areal onshore. Total nilai bumi merupakan jumlah dari perkalian luas masing-masing areal dengan nilai bumi per meter persegi masing-masing areal, dimana nilai bumi per meter persegi untuk areal belum dimanfaatkan dan areal emplasemen ditentukan melalui perbandingan harga tanah sejenis, dan areal cadangan produksi, areal tidak produktif, dan areal pengaman ditentukan melalui penyesuaian terhadap nilai bumi per meter persegi untuk areal belum dimanfaatkan.
  2. Tubuh bumi operasi produksi merupakan hasil pembagian antara nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi dengan luas wilayah kerja. Nilai bumi untuk tubuh bumi operasi produksi merupakan perkalian Angka Kapitalisasi dengan hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum tahun pajak. Hasil bersih ditentukan melalui pengurangan pendapatan kotor dengan biaya produksi galian tambang sedangkan besarnya Angka Kapitalisasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
  3. Areal offshore dan tubuh bumi eksplorasi ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. Nilai bumi per meter persegi untuk areal offshore ditentukan dengan mempertimbangkan rata-rata nilai bumi untuk areal daratan terdekat dengan areal offshore di wilayah Indonesia.
Kemudian di sektor P3 Pemerintah menambah klasifikasi objek pajak untuk pajak bumi bangunan perkebunan, perhutanan, dan pertambangan (PBB-P3)Sesuai  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 186/PMK.03/2019. Klasifikasi objek PBB menjadi enam sektor, yaitu perkebunan, pertambangan minyak bumi dan gas bumi, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral atau batu bara, dan sektor lainnya. Berdasarkan peraturan terdahulu objek PBB-P3 hanya ada empat, yaitu objek pajak PBB migas, panas bumi, kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan minyak bumi dan gas bumi, dan kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan panas bumi. Namun  melalui PMK 186/2019, pemerintah memberikan perincian atas cakupan wilayah untuk setiap sektor.dalam peraturan ini , pemerintah juga mengatur ketentuan terkait penetapan nilai jual objek (NJOP) Adapun NJOP merupakan dasar pengenaan pajak PBB.  NJOP diperoleh dari hasil penjumlahan antara NJOP bumi dan NJOP bangunan. Sementaraa itu, nilai dari objek pajak untuk penetapan NJOP bumi maupun bangunan dilakukan oleh penilai pajak. Pada PMK 186/2019, menjelaskan  ketentuan NJOP secara detail  untuk setiap objek pajak. Aaturan NJOP dijabarkan berdasarkan areal produktif, areal belum produktif, areal tidak produktif, areal pengamanan, dan areal emplasemen. Berlakunya PMK 186/2019 ini  akan sekaligus mencabut beberapa ketentuan dalam PMK Nomor 76/PMK.03/2013 beserta perubahannya. PMK 186/2019 berlaku mulai 1 Januari 2020. (*)
Tags :
Kategori :

Terkait