Kratom, Dilema Daun Surga
Minggu 18-10-2020,18:46 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal
Keputusan pemerintah memasukkan kratom sebagai komoditas binaan tanaman obat bak pisau bermata dua. Di satu sisi, keputusan itu membawa angin segar bagi budidaya kratom. Tapi di sisi lain, masyarakat terancam pidana, apabila menanam tanpa izin.
nomorsatukaltim.com - Kratom berada di urutan 66 dari daftar komoditas binaan tanaman obat sesuai Keputusan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang diteken 3 Februari 2020. Tanaman yang banyak dijumpai di Kalimantan ini berada di posisi buncit. Sementara ganja (Cannabis sativa) ada di urutan ke 13.
Beleid bernomor 104/KPTS/HK.140/M/2/2020, itu memang cukup mengejutkan. Awalnya banyak yang mengira kratom, kademba, atau nama lainnya merujuk tanaman khas ini bakal dilegalkan.
“Maksud pembinaan adalah mengalihkan petani (ganja/kratom) untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya. Dan memusnahkan tanaman yang ada,” jelas Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementrian Pertanian (Kementan) Tommy Nugraha.
Keputusan itu pada intinya mengelompokkan komoditas binaan Kementan menjadi empat jenis, yakni; tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, serta peternakan dan kesehatan hewan.
Padahal, perlindungan dari pemerintah dirindukan Syaukani, petani kratom Desa Sebelimbingan, Kecamatan Kota Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara. Atau pelaku usaha produk turunan kratom, Anang Herry Purwanto, di Kapuas Hulu, Pontianak Kalimantan Barat.
Anang Herry Purwanto, kepada televisi nasional menyebut puri, nama lain kratom sudah lama dimanfaatkan masyarakat dayak. Tanaman tropis ini dimanfaatkan masyarakat adat sebagai tanaman herbal yang memiliki banyak khasiat kesehatan.
Kini, kratom juga banyak diolah secara modern menjadi minuman herbal. Walau pun, izin edar olahan kratom, masih menuai pro kontra. BPOM belum mengeluarkan izin terkait produk olahan tanaman ini. Lantaran, di beberapa negara, tanaman ini masuk ke dalam jenis narkotika.
Pakar Tanaman Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Harlinda Kuspradini, mengatakan, kratom merupakan tumbuhan herbal dari genus Mitragyna. Tanaman ini tumbuh di daratan Asia dan Afrika. Jenis mitragyna yang banyak tumbuh di Asia di antaranya adalah Mitragyna hirsuta, diversifolia, dan speciosa. Sementara yang tumbuh di Afrika dan sebagian daratan India adalah Mitragyna inermis, rotundifolia, tubulosa, dan parvifolia.
"Saat ini jenis tumbuhan kratom yang sedang populer di Indonesia adalah tumbuhan kratom kedemba atau kedamba. Dengan nama ilmiah mitragyna speciosa korth," jelas Harlinda baru-baru ini.
Dosen Fakultas Kehutanan Unmul ini menyebut, tumbuhan ini dapat ditemukan di wilayah hutan Indonesia. Dan beberapa negara di Asia Tenggara seperti Thailand dan Malaysia. Sebagian tumbuh di daerah sabana terbuka, hutan sekunder, dan daerah rawa. Kratom kata Harlinda, sebenarnya tumbuh berupa pohon yang dapat mencapai puluhan meter tingginya. Namun saat ini sudah dibudidayakan dan dapat diperoleh secara mudah.
Tumbuhan Mytragina sendiri, masuk pada keluarga Rubiaceace dan satu keluarga dengan tumbuhan kopi. Genus Mytragina memiliki 7 spesies dan berdasarkan dari beberapa hasil penelitian pada masing-masing spesiesnya, menunjukkan kemampuan aktivitas biologi yang berbeda.
Harlinda menjelaskan, penggunaan tumbuhan kratom di Asia Tenggara telah ratusan tahun dikonsumsi secara tradisional. Umumnya, penggunaan kratom untuk stimulan. Dikonsumsi oleh masyarakat setempat dengan cara mengunyah maupun diseduh dengan air untuk diminum dan menjadi bahan relaksasi.
"Penggunaan secara tradisional di masyarakat Asia Tenggara sejak jaman dulu ada. Seperti penggunaan daunnya untuk menyembuhkan luka, cacingan, pereda nyeri, darah tinggi, kencing manis, disentri, dan menghilangkan rasa lelah," kata ahli tanaman herbal itu.
Penggunaan Kratom secara Tradisional
Sementara di beberapa daerah di Indonesia seperti Bengkulu, daunnya digunakan untuk meredakan sakit perut, diare, bengkak, dan sakit kepala. Di Sulawesi Barat, daunnya untuk mengobati buang air besar berdarah dan bisulan. Sedangkan di Kaltim sendiri, kulit batang kratom dogunakan untuk menghaluskan wajah. Dan daunnya untuk perawatan nifas, menghilangkan lelah, dan pegal linu.
"Masyarakat desa menggunakannya dalam keperluan sesuai kebutuhan dan dapat mengontrol pola konsumsinya," tutur Harlinda.
Penggunaan kratom di masyarakat desa Asia Tenggara tidak seperti pengguna opium, opioid, atau heroin. Sedangkan dalam budaya Barat, tujuan penggunaannya berbeda. Misalnya, mengobati diri sendiri untuk penyalahgunaan alkohol. Dimana sediaan kratom atau mitragynin tersedia dalam konsentrasi yang lebih tinggi, dan juga tidak adanya kontrol sosial.
Dokumentasi penggunaan kratom di dunia Barat, tidak dicatat dengan baik. Diperkirakan pada awal tahun 1980 dan 1990 an, Kratom dibawa oleh imigran ke AS. Baru pada awal tahun 2000 an, pemasaran produk kratom berkembang melalui internet
Penggunaannya pun berbeda dengan mamsyarakat timur di Asia Tenggara. Hal ini menunjukkan bahwa dampak daun dan ekstraknya memiliki sifat yang sangat komplek seperti masalah sosiokultur, ekonomi, legalitas keamanan kesehatan,dan juga masalah secara perseorangan.
Mengingat keragaman pola penggunaan Kratom, penelitian lanjutan dirasakan sangat penting. Dalam mendukung pencarian temuan-temuan baru dalam penggunaan kratom. Yang tentunya di lakukan dalam pengawasan lembaga terkait mengenai tumbuhan obat dan kesehatan. Sehingga penggunaanya menjadi lebih aman dan tepat.
Kratom memiliki kandungan metabolit sekunder yang beragam. Kandungan kimia daun kratom akan berbeda tergantung dengan metode pengolahan atau ekstraksinya. Daun kratom memiliki banyak senyawa diantaranya adalah alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, fenol, dan triterpenoid.
Secara umum kratom terkenal dengan kandungan kimia yang kaya akan alkaloid. Alkaloid sendiri merupakan salah satu komponen kimia yang banyak berperan dalam bahan baku obat-obatan. Kandungan utama alkaloid yang ada pada daun kratom adalah mytragynine.
Secara terpisah mytragynine memiliki khasiat sebagai pereda nyeri, menstimulasi kerja saraf simpatetik, antitusif, dan anti diare. Selain itu ada kandungan kimia lainnya yaitu 7-hydroxymitragynine.
"Kedua jenis senyawa kimia ini lah yang dinyatakan bersifat opioid dan karenanya tidak boleh tersedia tanpa adanya regulasi," jelas Harlinda.
Larangan Pengunaan Kratom di Indonesia
Menurut ahli farmasi, Devi Sayenti Kusprajanti, berdasarkan kajian dari Pusat Laboraturium BNN, penggunaan kratom memiliki efek yang berbeda tergantung pada jangka waktu penggunaannya. Penggunaan efek singkat dapat mengakibatkan mual, sulit buang air besar, gangguan tidur, disfungsi seksual temporer, dan gatal-gatal.
Sedangkan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan anoreksia, mulut kering, diuresis, kulit lebih gelap, rambut rontok, adiksi, dan toleransi. Selain itu dalam beberapa penelitian disebutkan bahwa tumbuhan kratom dapat menimbulkan halusinasi dan euphoria.
"Dari dosisnya yang rendah dapat memberi efek stimulan seperti kokain, sedangkan pada dosis yang lebih tinggi dapat memberikan efek seperti opium," jelas Devi. Itulah mengapa, sebagian kalangan menyebut tanaman ini sebagai daun surga, karena menimbulkan efek halusinasi.
Di sisi lain, banyak penelitian kratom yang menunjukkan bahwa tumbuhan ini memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi, anti depressan, antioksidan dan anti bakteri. Namun, belum ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaannya untuk tujuan klinis. Oleh karena itu kata dia, diperlukan penelitian lebih lanjut terkait tanaman ini.
Melihat dari efek yang ada pada penggunanya, menurut Devi, wajar saja bila Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melarang penggunaan kratom. Baik sebagai obat tradisional mau pun suplemen kesehatan. Larangan itu, diterbitkan melalui Surat Edaran Kepala Badan POM No : HK 04.4.42.421.09.16.1740 Tahun 2016. Tentang Pelarangan Penggunaan Mitragyna speciosa (kratom) dalam Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan.
Meskipun demikian, Devi menyebut, kratom belum dimasukkan sebagai golongan narkotika dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 tahun 2017. Tentang revisi golongan narkotika. BNN pun telah merekomendasikan kratom masuk ke dalam kelompok New Psychoactive Substances (NPS). Namun, kratom masih legal ditanam dan diperjualbelikan.
Perlu diketahui juga bahwa berdasarkan data dari The American Kratom Association, estimasi penduduk Amerika sebagai pengguna daun kratom per Juni 2019 mencapai 15,6 juta orang.
"Sehingga melihat efek yang ada tersebut, maka Badan Pengawasan Narkotika Amerika Serikat mengawasi penggunaan kratom ini," pungkasnya.
Beberapa negara seperti Thailand, Indonesia, Australia dan beberapa wilayah di AS dan Uni Eropa telah melarang penggunaan Kratom. Walau pun pada tahun 2018, Thailand telah mencabut larangan dengan alasan kebutuhan bahan pengobatan.
Hal terakhir terkait kebutuhan pengobatan ini, ungkap Devi, masih sangat memerlukan tindak lanjut. Karena dengan masih diperbolehkannya penanaman kratom, maka masih ada peluang pemanfaatan kratom secara legal di masyarakat. (krv/yos)
Tags :
Kategori :