Namun pilihan itu dijawab oleh para kontraktor yang mengerjakan proyek di Dinas PU tersebut. Salah satunya ialah Aditya Maharani. Para kontraktor ini meminta kepada Aswandini, agar anggaran pengerjaan proyek tersebut jangan sampai terpotong.
"Alasannya karena sudah membayar sejumlah uang ke Pak Ismunandar. Termasuk juga Aditya Maharani bilang begitu. Tapi saya gak punya kewenangan apa-apa. Jadi saya sarankan untuk sampaikan langsung ke Bupati. Karena saya tidak ikut campur dalam pemotongan itu," jelasnya.
Kepada majelis hakim, Aswandini turut mengakui bahwa dirinya telah menerima sejumlah uang dari para rekanan swasta yang memberikan fee kepada Dinas PU sebesar 0,5 persen, berasal dari potongan anggaran per proyek.
"Iya yang mulia. Saya juga ada menerima uang THR (Tunjangan Hari Raya) dari ibu Aditya sebesar Rp 50 juta. Waktu itu saya bilang, 'kirimkan saja ke rekening saya'," ungkapnya.
Uang pemberian dari Aditya Maharani itu tak sempat digunakan Aswandini. Lantaran kala itu Ismunandar keduluan menyindir Aswandini, agar memberikannya sejumlah uang.
"Ada ketemu sebelum lebaran. Pak Ismu ngobrol sama saya. Dia bilang 'sumbangan banyak betul, bisa bantukah?'. Saya paham artinya apa, jadi saya harus berusaha realisasikan. Jadi saya memberikan uang ke pak Ismu Rp 50 juta melalui ajudan beliau,"
"Saya juga berikan uang THR kepada Wakil Bupati, sebesar Rp 50 juta. Sama, memberikannya melalui ajudan beliau," pungkasnya.
MINTA SEJUMLAH ‘BANTUAN’
Usai memintai keterangan Aswandini, selanjutnya majelis hakim memintai keterangan Asran Laode sebagai staf di Dinas PU Pemkab Kutim dan Lila Mei Puspitasari selaku staf di perusahaan Kontraktor milik Aditya Maharani. Singkatnya, kedua saksi tersebut memberikan sejumlah kesaksian atas sejumlah proyek yang dikerjakan oleh terdakwa Aditya Maharani.
Sekitar pukul 23.00 Wita, giliran Encek UR Firgasih yang dihadirkan sebagai saksi. Di awal persidangan, Encek dicecar pertanyaan oleh majelis hakim. Terkait pembelian satu unit mobil minibus Isuzu berjenis Micro Deluxe. Yang berasal dari pembayaran Musyaffa.
Mobil minibus ini nantinya akan dipergunakan sebagai keperluan kampanye sang suami. Yang kala itu akan kembali berkontestasi sebagai calon Bupati Kutim. Pembelian mobil ini terjadi pada medio Juni 2020. Pada awalnya Encek, terlebih dahulu meminta dibelikan minibus tersebut kepada Ismunandar.
"Cuman bapak (Ismunandar) bilang 'nanti kita lihat dulu ya bun, kalau ada rezekinya. Insyaallah nanti ada jalannya, ditunggu saja," kata Encek.
Selang beberapa hari kemudian, permintaan pembelian minibus ini dikabulkan melalui Musyaffa. Kala itu, Musyafa menghubungi Encek, dengan mengatakan kesanggupannya membelikan minibus mewah tersebut.
"Kata Musyaffa ditelepon, ‘saya yang meng-handle membayar minibus itu Bunda’. Kemudian saya menelepon salah satu dealer Isuzu di Samarinda untuk proses pembelian unit," ungkapnya.
"Kemudian saya hubungi Musyaffa. Saya bilang 'Ini sudah saya pesan ya pak Mus'. Terus dia (Musyaffa) bilang 'mantap Bunda'," lanjut Encek.
Selanjutnya, minibus diantarkan oleh Musyaffa ke rumah jabatan Bupati Kutim di Jalan Bukit, Kecamatan Sangatta, Kutim, pada 23 Juni. Pasca itu, Encek kembali menerima sejumlah barang, kali ini berasal dari Terdakwa Deki.
Kala itu, Encek meminta dibelikan satu unit motor CFR-150 seharga Rp 35 juta kepada terdakwa Deki. Motor itu diperuntukkan untuk keponakannya. Permintaan pembelian satu unit motor mewah ini, berlangsung via pesan WhatsApp. Yang kemudian disanggupi oleh terdakwa Deki Arianto dengan membayar setengah harga dari motor tersebut.