Daftar pekerjaan Dinas PU disertai kodenya ini, diserahkan kepadanya dalam bentuk hard copy. Yang selanjutnya disimpan oleh Asran Laode selaku Kasi di Dinas PU. Aswandini menjelaskan pembagian pelaksanaan pengerjaan pekerjaan proyek dengan metode penunjukan langsung tersebut.
Seperti diketahui, masing-masing proyek PL ini senilai Rp 200 juta. Awalnya calon rekanan swasta selaku kontraktor, akan mendatangi Dinas PU dengan membawa daftar pekerjaan yang akan dikerjakan, dan menyampaikan siapa si pemilik proyek tersebut. Selanjutnya, Staf di Dinas PU menelepon si pemilik paket proyek, sebagai bentuk konfirmasi, dan pengerjaan proyek tersebut disetujui olehnya sebagai Kepala Dinas. Kemudian dirinya memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) memberikan paket proyek tersebut kepada si calon rekanan swasta.
"Contohnya seperti proyek PL yang dikerjakan oleh kontraktor bernama Arif Wibisono. Dia mendatangi saya dan list proyek akan segera dikerjakan. Dia menyampaikan kalau orangnya Musyaffa," ucapnya.
"Selanjutnya saya konfirmasi (Musyaffa). Kemudian saya perintahkan PPK untuk menyerahkan paketnya. Arif Wibisono ini mengerjakan 10 paket. Untuk per paketnya dari kisaran Rp 100 juta sampai Rp 180 juta," sambungnya.
Pola seperti inilah yang turut dilalui oleh terdakwa Aditya Maharani. Dengan cara menemui Aswandini dan menyampaikan bahwa dirinya adalah orangnya Musyaffa, Aditya Maharani kemudian mendapatkan sejumlah paket proyek PL di Dinas PU. Total dari pengerjaan proyek itu senilai Rp 15 miliar.
"Setahu saya, Bu Aditya juga mewakili saudara Musyaffa," terangnya.
Aswandini mengatakan, peran tugasnya sebagai Kepala Dinas PU mengalami perubahan. Berbeda ketika Bupati Kutim masih dijabat Isran Noor. Dan dijabat oleh Ismunandar.
"Kalau sama pak Isran, dulu pembagian pekerjaan diatur semuanya di Dinas PU. Karena harus sesuai peruntukannya. Dan saya selaku Kepala Dinas PU diberikan kewenangan untuk melakukan plotting program pekerjaan dan besaran anggaran bersama TAPD," ujarnya.
"Proses Plotting program ini kemudian berubah mekanismenya semasa dipimpin pak Ismunandar. Di mana Musyaffa dan Ismunandar melalui TAPD tidak lagi memberikan saya kewenangan membagi anggaran dan pekerjaan. Saya hanya diberikan list pekerjaan saja. Yang nantinya akan dilaksanakan Dinas PU," tambahnya.
Aswandini mengaku tak mengetahui berapa persentase besaran fee yang dijanjikan rekanan swasta kepada Ismunandar. Yang ia ketahui, hanyalah potongan fee untuk Dinas PU sebesar 3 hingga 4 persen. sementara untuk Unit Layanan Pengadaan (ULP) sebesar 2 persen. Uang hasil potongan yang diterima Dinas PU ini, kemudian digunakan untuk memenuhi permintaan Ismunandar.
Aswandini turut mengungkapkan, dirinya pernah dihubungi oleh Ismunandar yang mempertanyakan terkait proyek yang bisa dikerjakan di Dinas PU.
"Pak Ismu hubungi saya, 'adakah proyek lagi di PU'. Saya bilang tidak ada, dan saya sarankan ke dinas lain," ucapnya.
Kisah ini kemudian berlanjut pada anggaran DAK di Dinas PU yang terpangkas akibat pandemi COVID-19. Di mana Anggaran DAK Dinas PU sebesar Rp 400 miliar harus dipotong setengah, guna penanganan COVID-19.
"Pemberitahuan ini melalui surat edaran yang ditandatangani Sekda. Jadi terpotong. Tinggal Rp 200 miliar. Saya kemudian diminta untuk mengnolkan anggaran di Dinas PU," ucapnya.
Pasca adanya surat edaran alokasi anggaran penanganan COVID-19, dirinya kemudian sampaikan hal tersebut kepada para rekanan swasta. Dengan menyampaikan dua pilihan.
"Saya bilang, rekanan untuk tetap mengerjakan proyek. Tapi pembayarannya diberikan di anggaran tahun depan. Atau bisa pilih berhenti kerjakan," ucapnya.