Limbah Wabah Hampir Setengah Ton Per Hari

Rabu 30-09-2020,14:24 WIB
Reporter : admin12_diskal
Editor : admin12_diskal

Samarinda, nomorsatukaltim.com - Selain penanganan pasien COVID-19, rumah sakit disibukkan dengan pengelolaan limbah medis. Barang bekas guna pasien maupun tenaga medis berisiko menjadi sumber penularan baru.

Pengelolaan limbah bekas penanganan COVID-19 mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 56 Tahun 2015. Isinya mengatur tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Baca juga: Kaltim Darurat Penanganan Limbah Wabah Khusus di masa pandemi, proses pengelolaan limbah kembali diatur melalui Surat Edaran Menteri LHK Nomor SE.2/MENLKH/PSLB3/PLB3.3/3/2020 pada 24 Maret 2020. Tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan COVID-19. Jenis limbah B3 dari penanganan COVID-19. Di antaranya berupa masker, sarung tangan, baju pelindung diri, kain kasa, tisu, wadah bekas makan dan minum, alat dan jarum suntik, dan set infus. Muhammad Maulana Fahmi, Kasi Promosi Pemberdayaan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Kaltim mengatakan, pengelolaan limbah medis COVID-19 dikelola secara mandiri di masing-masing rumah sakit (RS) rujukan. Kecuali tempat isolasi atau karantina. Limbah medis dari tempat isolasi biasanya dikirim ke RS terdekat untuk dilakukan pengelolaan bersama. Atau dikirim ke pihak ke tiga yang memiliki izin mengelola limbah B3 dari KLHK. "Contohnya, tempat karantina di Bapelkes kerja sama dengan RSUD AWS untuk mengelola limbah medisnya," katanya, Senin (28/9/2020). Lebih lanjut, Fahmi menjelaskan pengelolaan limbah medis COVID-19 harus dipisahkan dengan limbah medis lain. Dan dikelola secara khusus karena masih berisiko menularkan virus. Untuk limbah cair biasanya langsung dibuang ke saluran yang terhubung ke dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) RS. Sementara limbah padatnya dimusnahkan melalui incinerator. “Incinerator yang direkomendasikan oleh Kementerian LHK itu adalah yang ketika membakar itu memiliki suhu panas minimal 800 derajat," ungkap Fahmi. Hasilnya nanti kata dia, sudah berupa abu. Abu itu pun masih dikategorikan sebagai limbah B3. Namun sifat infeksiusnya sudah hilang. Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Inche Abdoel (IA) Moeis, Syarifah Rahimah menyatakan telah mendapat izin KLHK untuk pengoperasian incenerator. Sehingga, ketika pandemi mewabah. Pihak RS tidak kesulitan dalam pengelolaan limbah medis. "Sebelumnya, kami kerja sama ke pihak ketiga untuk melakukan pemusnahan. Sekarang sudah bisa sendiri, walau pun ada juga sebagian yang masih kami kirim," ujar Syarifah. Ada perlakuan khusus dalam hal pemilahan limbah COVID-19. Mulai dari limbah cair, limbah padat, bahan single use atau sekali pakai, dan barang yang bisa dipakai kembali. Yang dimusnahkan ke dalam incenerator adalah limbah padat dan bahan sekali pakai. Sementara barang yang bisa dipakai kembali akan dilakukan sterilisasi. Dari hasil pemusnahan pun tidak bisa hilang begitu saja. Masih ada sisa limbah yang diserahkan ke pihak ketiga untuk dikelola lagi. Pihak RS hanya mengecilkan  volume limbah. Misalnya dari 100 kilogram menjadi 1 kilogram limbah padat. "Contoh jarum. Sudah kita hancurkan tapi kan tidak hilang. Masih ada residunya, logam berbahaya. Itu yang kita serahkan ke pihak ke tiga untuk dikelola lagi," jelasnya. Sementara, untuk pengelolaan limbah medis COVID-19 di RSUD Abdul Wahab Syahranie (AWS) Samarinda. Masitah, Kabid Penunjang RSUD AWS menjelaskan pihaknya memasukkan limbah B3 padat ke dalam wadah yang dilapisi kantong plastik warna kuning. Dan diberi simbol 'biohazard' atau limbah infeksius. "Bila di dalamnya terdapat cairan maka cairan harus dibuang ke tempat penampungan air limbah yang mengalirkan ke IPAL (Instalasi Pembuangan Air Limbah,red)" jelasnya. Setelah 3/4 penuh atau paling lama 12 jam. Sampah B3 dikemas dan diikat rapat. Kemudian, dilakukan disinfeksi. Setiap 24 jam, harus diangkut, dicatat, dan disimpan pada tempat penyimpanan sementara (TPS) limbah B3 atau tempat khusus. Jika tidak langsung dilakukan pemusnahan, maka limbah dapat disimpan dengan menggunakan freezer atau cold storage dengan suhu dibawah 0 derajat celcius. Kemudian, baru dimusnahkan ke dalam incenerator. Setelah dari incenerator, abu residu dikemas dalam wadah yang kuat untuk dikirim ke penimbun berizin. Atau dikubur sesuai konstruksi yang diatur Permen LHK Nomor P.56/MENLHK-SETJEN/2015. Tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Masitah menyebut, jumlah rata-rata volume limbah medis COVID-19 di RS AWS. Mencapai 250 kilogram sampai dengan 300 kilogram per hari. Selain mengelola limbah dari internal rumah sakit. AWS juga mengelola limbah padat dari rumah sakit karantina Balai Pelatihan Kesehatan (Bapelkes). Sebanyak 75 kilogram hingga 100 kilogram per hari. (krv/yos)
Tags :
Kategori :

Terkait