Indonesia Bisa Tiru Belanda Tekan Angka Kejahatan

Senin 24-08-2020,22:15 WIB
Reporter : Benny
Editor : Benny

Balikpapan, nomorsatukaltim.com - Adanya WBP yang kembali berulah dan masuk bui memunculkan pertanyaan. Apakah sistem di lapas telah berjalan baik sebagaimana fungsi dan tujuannya?

Hamsuri, seorang advokat dan mediator di Balikpapan coba memberi penjelasan. Yang menggambarkan potret suram di dalam lapas. Yang sering menjadi konsumsi kita di media massa.

“Mulai dari lapas overkapasitas, pungli, peredaran narkotika, sogok-menyogok, perjudian, intimidasi, pelecehan seksual dan banyak jenis kesuraman hidup tergambar di sana. Terus, bagaimana kita berharap alumni lapas bisa menjadi lebih baik?," tanyanya, ketika diwawancara, Sabtu (22/8) lalu.

Dunia di dalam Lapas menurut Hamsuri sangat keras. "Bahkan menurut penuturan beberapa penghuni Lapas yang masih aktif, mereka harus membeli ruangan hanya untuk meluruskan badan ketika tidur," jelasnya, lebih lanjut.

Maka, bila tidak mampu, siap-siap untuk tidur dengan badan melengkung. Sepanjang masa hukuman. Sebab, kata dia, tidak ada yang benar-benar gratis di dalam sana. "Mungkin tidak semua Lapas begitu. Tapi cerita ini ada, karena memang ada Lapas yang seperti itu," tuturnya lagi.

Jika gambaran Lapas seperti ini, Hamsuri mengaku tidak heran kalau pelaku kejahatan kambuhan akan terus ada.

“Karena, begini. Misalnya, seseorang melakukan perbuatan melanggar hukum, mencuri. Lalu ditangkap dan divonis beberapa tahun. Ketika ia menjalani masa hukuman, di dalam penjara ia berkumpul dengan pelaku kejahatan lainnya. Dalam suasana yang keras, maka itulah yang akan membentuk dirinya,” sebutnya.

Ada faktor lain menurutnya yang mungkin saja mendorong seseorang menjadi residivis. Seperti sistem di masyarakat yang belum ramah terhadap mantan narapidana. Untuk mendapatkan pekerjaan formal misalnya, mereka harus melampirkan surat keterangan berkelakuan baik, atau SKCK.

“Bagaimana dengan mereka yang pernah dipidana? Tentu sulit bagi mantan napi mengakses jenis pekerjaan dengan syarat-syarat formal seperti itu. Pun, ketika mereka mau mencoba peruntungan pada sektor informal. Mereka tetap harus berjuang untuk bisa diterima. Walaupun ada stigma sebagai mantan napi yang harus disandang,” tuturnya.

Memang tidak banyak lowongan kerja yang ramah bagi mantan napi. Kecuali mereka kebetulan punya bakat. Kerabat. Dan punya modal cukup untuk usaha mandiri. "Tetapi sayangnya,  lingkungan sering memberi stigma jahat pada mereka. Bahkan, terkadang datang dari orang-orang terdekatnya".

Hamsuri memberi contoh negara yang mampu menekan angka kejahatan dengan baik: Belanda.

Di Belanda, katanya, justru ada beberapa penjara yang akan ditutup. Karena tak lagi berpenghuni. Bahkan ada yang terpaksa menerima titipan narapidana dari luar negeri. Dari Norwegia.

Pertanyaan pentingnya kemudian, mengapa kejahatan di Belanda menurun? Ia mengatakan, yang pertama karena manajemen penjara di sana memperlakukan tahanan sesuai pribadinya masing-masing.

Tags :
Kategori :

Terkait