Buruh Alih Daya di Samarinda Hadapi Masalah Keterlambatan Gaji dan Pinjol
Spanduk aksi May Day di Samarinda di depan Kantor Gubernur Kaltim - Komite Rakyat Melawan.-Salsabila-nomorsatukaltim.disway.id
SAMARINDA, NOMORSATUKALTIM - Praktik outsourcing yang semakin meluas di Kalimantan Timur membawa dampak buruk bagi pekerja alih daya. Banyak buruh mengalami pemutusan kontrak sepihak, keterlambatan pembayaran gaji, hingga terjerat pinjaman online (pinjol) berbunga tinggi.
Ketua Serikat Buruh Samarinda (SERINDA), Yoyok Sudarmanto, mengungkapkan kondisi tersebut saat diwawancarai pada Sabtu (3/5/2025). Pihaknya menekankan agarregulasi ketenagakerjaan yang lebih melindungi buruh serta pengawasan yang ketat terhadap implementasi aturan di lapangan.
"Dalam dua tahun terakhir, sejumlah anggota kami mengalami pemutusan kontrak sepihak. Bahkan ada yang baru menerima kontrak kerja setelah tiga bulan bekerja, dan kontraknya hanya berlaku tiga bulan berikutnya. Situasi ini membuat buruh bekerja dalam ketidakpastian," ucap Yoyok, sapaan akrabnya.
Tak hanya itu, keterlambatan pembayaran gaji juga menjadi masalah serius. Beberapa buruh hanya menerima gaji secara dicicil, bahkan harus menunggu hingga tiga bulan.
BACA JUGA: Outsourcing juga Marak di Instansi Pemerintah, Pemprov Kaltim Punya 5.000 Tenaga Alih Daya
"Akibatnya banyak yang terpaksa meminjam uang, bahkan dari pinjol dengan bunga sangat tinggi. Ini menambah beban hidup mereka," sebutnya.
Menanggapi kondisi tersebut, SERINDA terus mendorong pekerja untuk bergabung dengan serikat di tempat kerja dan memperjuangkan adanya Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagai bentuk perlindungan terhadap hak-hak mereka.
"PKB penting agar perusahaan memiliki kewajiban yang jelas terhadap pekerja. Selain itu, kami aktif menyuarakan tuntutan dalam berbagai forum, termasuk ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Samarinda," ujar Yoyok.
Ia menilai lemahnya pengawasan terhadap pelaksanaan aturan menjadi salah satu penyebab banyaknya pelanggaran hak buruh.
BACA JUGA: Apindo Kaltim Sebut Kesejahteraan Buruh, Butuh Ekosistem Usaha yang Sehat dan Berkelanjutan
Oleh karena itu, SERINDA mendesak pemerintah untuk meningkatkan fungsi pengawasan dan segera menerbitkan regulasi yang lebih kuat dan berpihak kepada buruh.
Tak hanya bergerak secara lokal, SERINDA juga menjalin komunikasi dengan serikat pekerja lain guna mendorong perubahan kebijakan ketenagakerjaan secara nasional.
Salah satu sorotan mereka yakni mengenai kebijakan Omnibus Law yang dianggap memperlemah posisi buruh, terutama pekerja alih daya.
"Kami berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan yang tidak berpihak, serta aturan baru yang menjamin buruh dapat bekerja secara aman, terjamin, dan tetap produktif," pungkas Yoyok. (*)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
